Aliesha seketika tersadar.
Dia tiba-tiba malu sendiri dengan apa yang dia sarankan.
"Hahaha... aku bercanda saja, Noah," ucapnya.
"Oh..." Noah tampak lega dengan klarifikasi bossnya.
Meski demikian, tak dipungkiri ada sebongkah harapan kecil jika itu adalah sebuah kenyataan.
Setelah kecanggungan itu, Aliesha dan Noah sengaja masuk ke Sherlock Cafe bersamaan.
Keduanya mencari wajah lelaki yang dikirim oleh Ayah Aliesha sejak siang tadi."Nona, itu orangnya!" Mata Noah yang lebih awas bisa menemukan secepatnya sosok yang mereka cari
"Astaga, kamu benar. Itu orangnya." Aliesha sudah mulai gugup sekarang.
Di luar bayangannya, lelaki itu lebih gendut daripada di foto yang tadi siang dilihatnya.
Wajahnya juga sudah penuh kerutan.
“Apakah dia memakai aplikasi atau filter untuk membuat dirinya terlihat lebih muda dan kurus?”
Ucapan Aliesha membuat sopir muda di sampingnya, tertawa.
Namun, Noah cepat menutup mulutnya karena tak mau mencuri perhatian dari pengunjung lain.
"Ekhem,” dehamnya menormalkan suara, “Tapi, dia kaya, Nona. Bukan sopir sepertiku..."
Bugh!
Aliesha menyikut pelan perut Noah yang sejak tadi seperti mengejeknya.
Makin ke sini Aliesha semakin merasa sulit untuk menemukan jodoh yang sepadan.
Mereka yang dijodohkan dengannya rata-rata kalau bukan seorang duda kaya, maka seorang kaya tapi jelek, atau bahkan pria tua namun hartanya tidak habis dimakan tujuh turunan.
"Selamat sore, apakah Anda sudah melakukan reservasi?"
Seorang pelayan lelaki tiba-tiba mendatangi mereka berdua.
Pertanyaan ini sontak membuyarkan lamunan Aliesha yang sudah melanglang buana ke mana-mana.
"Oh, saya mau bertemu dengan Tuan Eros," ucap wanita itu tegas.
"Apakah maksud Anda Tuan Eros Clayton?" tanya pelayan tadi.
Noah mengangguk dan segera menyambar tangan Aliesha untuk dituntun mendekati calon potensialnya.
Di sana, Eros tampak sudah menikmati santapan makanannya.
Astaga …..
Bahkan sebelum datang, Eros sudah habis beberapa menu makanan lebih dulu.
Pantas saja, dia gendut!
"Hai..." sapa Aliesha. "Boleh saya duduk?"
Eros gelagapan karena masih mengunyah beberapa makanan di mulutnya. "Oh, boleh..."
Dia kesulitan bicara karena mulutnya hampir penuh. Aliesha dan Noah tersenyum melihat perbuatannya.
"Kamu... Aliesha?" Eros seperti melihat bidadari dari kayangan turun. "Tubuhmu...seksi... cantik... rambut panjang... hmmm... lezaaat..."
Aliesha mengerutkan kening, jijik mendengar kalimatnya.
Apa dia disamakan dengan makanan yang sedang dihidangkan di depan lelaki itu?
Tapi, dengan tak tahu dirinya, Eros justru kembali berkata, "Dengarkan aku! Aku tahu kamu sudah berusia tidak muda lagi. Kamu sudah masuk kategori perawan tua. Aku mau kita tak perlu lama-lama lagi untuk kenal satu sama lain–"
Pria itu kesulitan menelan sambil berbicara.
"Uhuk, uhuk..."
Dia terbatuk!
Menyadari situasi, Noah segera menyodorkan segelas air putih untuk diminumnya.
Hanya saja, Aliesha menyesal dengan tindakan baik bawahannya itu karena Eros justru mengutarakan hal yang membuatnya “panas”.
"Jadi, ayo kita menikah dan segera punya anak," ucap pria itu dengan tatapan mesum.
Hah?
Sejak kapan Aliesha mengatakan setuju untuk menikahinya?
Bukankah ini hanya pertemuan pertama dan mereka tidak tahu menahu soal satu sama lain?
"Maaf... apakah itu tidak terlalu tergesa-gesa? Saya belum mengenalmu... dan kamu juga belum mengenal saya..." Aliesha menahan emosinya saat mengatakan kalimat tersebut.
Namun, Eros justru tampak menggeleng.
"Bagiku, kamu masuk kriteriaku. Cantik, montok dan seksi…," ungkapnya secara jujur. "Itu sudah cukup. Oh, iya. Kuanggap bonus jika kamu bisa melayaniku di ranjang dengan baik.”
Mata Aliesha terbelalak mendengar penuturannya yang di luar nalar.
“Aku suka perempuan yang hot dan mau mengikuti kebutuhanku... Hahahaha..."
Eros kembali berkata asal.
Pria tua itu bahkan tak sadar kalau beberapa makanan telah keluar dari mulutnya karena belum semua tertelan sempurna.
Tawanya ini membuat seisi ruangan mengarah ke arah ketiganya!
"Tuan, apa bisa mengecilkan suaramu? Sejak tadi, semua orang memperhatikan kita." Noah berbisik ke dekat telinga pria tua itu.
Seketika, Eros pun diam.
Namun, dengan sombongnya, ia kembali berkata, "Hei, siapa yang berani mengejekku? Asal kamu tahu anak muda, cafe ini dan seluruh bangunan ini adalah milikku!
“Hahahaa..." Dengan bangganya, dia kembali tertawa sembari memamerkan kekayaannya.
"Itu... lihat di luar sana. Semua bangunan yang masih bisa dilihat dari dalam cafe ini adalah milik keluarga Eros Clayton!"
Saking sibuknya membanggakan diri, dia tak menyadari Noah dan Aliesha menggelengkan kepala dan berbisik-bisik.
"Nona, aku sarankan sebaiknya kita segera pergi dari sini. Aku berani taruhan, orang ini punya otak yang lebih kotor dari air comberan," bisik Noah pada Aliesha yang disetujui wanita itu.
"Apa kamu ada ide?" balas Aliesha sambil mengamati Eros yang sedang membersihkan mulutnya dengan tisu.
Makan pun benar-benar … belepotan!
Ya Tuhan, dia tak dapat membayangkan berakhir dengan pria tua itu.
Bagaimana bisa ayahnya setega ini?
Noah tampak berpikir. "Bilang saja, Nona ada panggilan mendesak," idenya.
Aliesha terdiam.
Melihat ini, Noah menyalakan handphonenya dan menekan nomor bosnya itu.
Jadilah sebuah panggilan masuk ke ponselnya.
Ting!
"Maaf Eros, ini dari kantor. Sepertinya penting."
"Tak masalah. Selagi kamu belum menjadi istriku, kamu boleh bekerja. Saat nanti kita menikah, kamu akan sibuk memuaskan aku di ranjang dan menyuapiku makan..." jawab pria tua itu tak nyambung.
Aliesha sampai memelototkan matanya saat mendengar itu.
Namun, dia teringat rencananya.
"Hallo..."
"Apa? Benarkah? Baik, baik. Aku segera ke sana. Aku akan datang."
Dia pura-pura panik dan segera mohon diri.
Setelahnya, ia mematikan telepon dan menatap Eros tak enak.
"Hmmm... aku sebenarnya masih ingin berlama-lama di sini, tapi sepertinya di perusahaan sedang ada masalah genting. Jadi, aku harus kembali ke kantor," kilah Aliesha sambil memberikan isyarat pada Noah untuk mengikutinya.
"Tak masalah, Darling. Toh, setelah menikah, aku bisa menikmatimu semalaman," jawab Eros sambil memainkan lidahnya ke bibir.
Kalimat terakhir Eros membuat Aliesha merinding.
Bersama Noah, dipaksakannya senyum, lalu kabur secepatnya dari sana!
"Nona, sebaiknya segeralah menikah. Kalau tidak, bukan tidak mungkin nantinya Nona akan benar-benar menikahi lelaki seperti Eros itu! Aku sebagai lelaki merasa malu mendengar ucapan dari mulutnya yang penuh dengan hal-hal jorok."
Mendengar ucapan Noah begitu di mobil, Aliesha mendadak cemas.
"Tapi, aku tak lagi punya pilihan... Oh Tuhaaaan!" Aliesha berteriak di dalam mobil.
"Sabar, Nona. Sabar!" Noah mencoba menenangkan atasannya yang sekarang terlihat ketakutan itu.
Pria itu tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi mendadak ada yang menelponnya!
"Iya, Tuan..." Segera Noah mengangkatnya.
"Siapa?" Aliesha bertanya tanpa suara. "Ayahku?"
Noah mengangguk. Dilanjutkannya pembicaraan sambil mengangguk-anggukkan kepala. Sorot matanya menyiratkan sesuatu yang kurang menyenangkan.
Aliesha sendiri menahan diri untuk tidak bertanya sekarang.
Dia membiarkan sopir pribadinya itu untuk menyelesaikan pembicaraan misterius dengan ayahnya.
"Bagaimana?"
Barulah setelah telepon selesai, Aliesha berani menanyakan perihal isi pembicaraan.
Noah menelan ludah dan seperti akan mengatakan hal yang tak ingin didengarkan oleh wanita single di depannya. "Tuan memintaku untuk membawamu ke reuni keluarga."
Deg!
Astaga, Aliesha baru ingat kalau malam ini juga ada acara keluarga besar.
Dia ingin sekali kabur, tapi itu sudah rutin dilakukannya setiap tahun. Bisa-bisa, ayahnya semakin murka!
"Baiklah. Bawa aku ke venue-nya sekarang!" Aliesha menarik nafas panjang setelah memberikan instruksi pada sopir pribadinya.
Tak peduli dresscode yang sudah disiapkan, Aliesha mendatangi acara tahunan keluarga besarnya.Saat ini yang paling penting adalah dia harus menyiapkan kupingnya dan kesabarannya untuk diuji.Keluarganya paling ahli dalam me-roasting seseorang yang masih jomblo atau belum memiliki momongan saat telah lama menikah.Benar saja, begitu tiba di hotel, gerombolan tante dan omnya sudah langsung menyapa, "Ahh, lihatlah siapa yang datang!"Selalu menyerang bersamaan dalam satu waktu, tipikal kelakuan keluarga ayahnya jika melihat mangsa empuk seperti dirinya!"Tante..." Aliesha memasang muka ramah dan senyum yang dia paksakan.Dalam hatinya ia tahu kalau mayoritas keluarga yang di hadapannya ini tak ubahnya sekumpulan ular berbisa dan rubah yang licik."Cantik sekali Aliesha, makin berumur terlihat makin glowing..." sindir salah satu Tantenya menatap setelan baju kerja yang telah Aliesha kenakan sejak pagi.Padahal, semua orang di sini berlomba-lomba untuk berbusana seindah mungkin. Melihat s
"Nona, makanlah..."Sudah beberapa kali, Noah menyuruh Aliesha memakan salad yang dipesannya.Dia tak merasa lapar. Padahal, pagi tadi dia sudah skip sarapan."Apa kamu saja yang makan, Noah?" Aliesha menyodorkan piring saladnya pada Noah.Untungnya, sang sopir menerimanya dengan baik. Kebetulan, dia masih lapar."Masih kepikiran soal Tuan Eros?" Noah berhenti makan di saat satu suapan terakhir masih tersisa."Begitulah." Aliesha hanya bisa jujur pada sopirnya sekarang.Tak ada seorang pun di keluarganya yang peduli bagaimana perasaan yang dialaminya.Yang penting bagi keluarganya, dia harus cepat-cepat melepas masa lajang dan menikah.Untungnya semalam, dia masih bisa kabur dari Eros. Tapi, untuk selanjutnya?Aliesha tidak tahu…."Kalau dipikir-pikir, Tuan Eros itu sangat bersemangat dalam dua hal."Kalimat Noah sontak membuat Aliesha menyimak dengan seksama. "Apa itu memangnya?""Nona masa tidak bisa memahami dia? Dua hal itu adalah..." Tatapan mata Noah tertuju pada bibir Aliesha s
"Lepaskan!” pinta Aliesha. Tangannya kesakitan karena genggaman Eros begitu kuat. Sayangnya, Eros tampak tak peduli. Dia justru menarik gadis itu ke arahnya. Noah hendak membantu Aliesha, tetapi kehadiran Ayah Aliesha membuatnya membatalkan niat. “APA-APAAN INI?" teriak pria tua itu. Dia mencoba untuk melerai. Namun, Eros masih saja mencengkram Aliesha dan menjambak rambutnya. “Arrgh,” erang Aliesha kesakitan. Tak terima, wanita itu pun mulai menggigit tangan pria tambun itu agar dilepaskan. "ALIESHA!" Ayahnya pun berteriak dan menarik tubuh putrinya dari cengkeraman Eros. Aliesha sendiri masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan tunangan. "Ayah, lepaskan aku! Aku mau membalas memukul Eros dan menjatuhkannya ke lantai bawah. Biar aku tendang dia!" Kalau dilihat-lihat, dia sudah seperti orang yang sedang kesurupan. Dari kubu Eros, ada Papa dan Mamanya yang kini datang dan memegangnya agar tidak melanjutkan perang fisiknya dengan Aliesha. "Sepertinya, acar
Pagi harinya, seperti yang sudah diultimatum oleh sang ayah, akad nikah berlangsung mendadak dan privat. Acara hanya dihadiri beberapa keluarga penting saja, tak ketinggalan para tante julid dan omnya.“Saya terima nikah dan kawinnya Aliesha Zhafira binti Martin Zhafir dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tuunai.”Lantunan ijab qabul yang diucapkan Noah dengan lancar membuat seisi rumah mengucapkan kalimat ‘sah’ secara bersamaan.Bak di adegan film, prosesi diiringi oleh rasa haru dan lega, akhirnya Aliesha melepaskan masa lajang.Aliesha masih belum percaya Noah menikahinya. Apa yang mampu diberikan oleh seseorang yang berprofesi sebagai sopir selain keahliannya menyetir?Noah... bagaimanapun dia tak lebih dari seorang karyawan yang menggantungkan gaji dari keluarganya setiap bulan.Jangankan untuk memberikan hidup mewah bagi Aliesha, untuk hidup sehari-hari saja Noah itu menumpang pada keluarganya.Dia mendiami paviliun kecil di belakang rumah induk Aliesha, makan sehari-
Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah ke
Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”Tanpa banyak bicara lagi, A
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia
“Permainan apa itu?” Aliesha pura-pura tak mengerti.“Come on! Aliesha…” Noah mengejeknya. “Ini adalah permainan paling menyenangkan dan semua orang tahu...”Diambilnya sebuah botol air mineral yang masih terisi separuh. Diapun memutar-mutarnya.Botol mengarah pada Aliesha.“Ayo, Nona. Truth or dare!”Bosnya berpikir sejenak. “Truth?”Dia tak berani mengambil resiko jika dia memilih dare.“Okay, kamu harus menjawab jujur.” Lagi-lagi manik Noah tertuju pada Aliesha erat. “Pernahkah kamu menyukai seseorang sebelum menyukaiku?”Kesal dengan pertanyaan mengejutkan itu, Aliesha menjawab asal. “Pernah. Tentu saja. Tapi, aku tidak pernah dan tidak akan mencintaimu…”Aliesha puas setelah mengatakan itu.Selama ini mungkin saja Noah berpikir kalau dia mencintainya.“Katakanlah siapa orangnya!” Noah terus mendesaknya dengan pertanyaan lain.Dia merasa tersinggung ketika Aliesha mengaku tak akan pernah mencintainya.Sementara Noah punya seribu satu cara untuk membuatnya jatuh cinta!“Rahasia.”“
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan