"Benedict?" Aliesha tak menyangka suaminya itu akan mendengar jeritan suaranya meminta tolong.Di saat Noah lengah dan tampak ikut terkejut atas kehadiran sepupunya itu, Aliesha akhirnya berhasil meloloskan diri dari pelukannya.Wanita berambut panjang itu lantas berdiri mendekati suaminya. Walau bagaimanapun hubungan mereka saat ini, Benedict adalah suami yang menjadi rumah baginya untuk pulang.Aliesha sudah belajar banyak dari keadaan bahwa tidak seorangpun di rumah ini yang berada di pihaknya selain Ben. Noah rupanya juga masih terkesan membela kakeknya daripada dirinya. "Aliesha, apa yang dia lakukan padamu?" Meski istrinya tidak melakukan kontak fisik dengannya, Ben merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu."Ben, sebaiknya kita pergi dari sini... Aku tidak mau berlama-lama bersama lelaki yang hanya mempermainkan hati wanita sesuka hatinya itu!" Terang saja akhirnya Ben mengikuti Aliesha untuk kembali ke kamar mereka.Ben berjalan dengan cepat mengikuti Aliesha yang sepertinya
Tentu Aliesha terkejut dengan suara yang mendatanginya itu."Noah?" Ucapnya lirih tanpa membuat orang di sekitarnya terkejut.Aliesha tak mau menjadi pusat perhatian. Dia melirik melihat Benedict yang masih sibuk menidurkan anaknya."Noah, mau apa kamu ke sini?" Aliesha tampak tidak menyukai saat Noah mengejutkannya, apalagi di saat ia kesulitan menidurkan anaknya yang rewel."Aku sama seperti penumpang yang lain. Memangnya kamu pikir apa yang aku lakukan sekarang?" Tanya Noah mengejek saat tahu Aliesha tak menyukai keberadaannya di sini."Terserah apa yang mau kamu lakukan. Tapi yang jelas aku tidak mau tahu. Pergi dari sini..." Aliesha berjalan menjauhi Noah dan bergegas menyusul suaminya.Dia merasa seperti kena teror saat tahu ada Noah di dekatnya.Dugaannya benar. Bahkan saat di pesawatpun, keduanya sama-sama naik Business class."Rasanya kita memang berjodoh, Aliesha. Bahkan saat di sinipun kita duduk berdekatan!" Ucapnya seakan memenangkan perlombaan.Noah bahkan sempat mengerl
"Kamu mau makan apa?" Ben sengaja bertanya pada Aliesha sekali lagi karena semenjak mereka check in di hotel, istrinya sepertinya tak bisa berkonsentrasi. "Oh, aku? Aku seafood saja, Ben. Terima kasih..." Suaminya dengan sigap memesankan makanan pada pelayan yang melayani mereka di restoran. Kedua anaknya sibuk dengan baby sitter masing-masing. "Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Kamu teringat pada Ayahmu?" Tanya Ben berbasa-basi. Instingnya sebagai suami sekarang merasakan kalau ada yang salah dengan sang istri. Tapi, Ben masih belum bisa menemukan di mana masalahnya. Setelah makanan yang dipesan dihidangkan, Aliesha juga tak kunjung memakannya. Ia hanya memainkan sendok dan garpunya. "Apa mau pakai sumpit saja?" Ben menawarkan. Aliesha hanya merespon dengan menggeleng dan tak melanjutkan makan. Dia justru sekarang sibuk mengawasi kedua anaknya saat kedua baby sitter mereka diperintahkan untuk makan terlebih dulu. Melihat istrinya yang rela menunda makan, Ben merasa kasihan.
"Ben, jangan berpikir macam-macam. Belum tentu dugaanmu itu betul." Aliesha meralat kalimatnya agar suaminya tidak melanjutkan kalimat yang merembet ke asas praduga tak bersalah versinya. "Apanya yang menduga? Aku tahu sendiri dan melihat dengan mata kepalaku!" Sanggah Ben pada istrinya. "Mmm... bagaimana itu?" "Kita semua sudah tahu kalau kamu selalu dikejar dan dihantui oleh Noah. Ke manapun kamu berada di situlah ada Noah. Dia akan selalu mencari celah kelemahanmu lalu berusaha untuk mendekatimu dan melancarkan aksinya. Lihatlah apa yang selama ini dia lakukan!" Apa yang dikatakan oleh Ben memang ada benarnya dan itu merupakan fakta. "Aku..." Aliesha tak kuasa menjawab atau menyanggah. Karena itu adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan lagi. Semua tahu kalau selama ini Noah terlalu mencampuri kehidupan Aliesha terlebih setelah mereka bercerai. "Tak seharusnya kalian yang sudah bercerai masih menjalin hubungan. Entah itu kamu dalam keadaan terpaksa atau kamu juga masih meni
"Apa yang pernah terjadi pada Anda Mister Cheng?" Tanya Noah masih dengan dirundung rasa penasaran. Dia tak menyangka akan mendapatkan sebuah pelajaran hidup dari klien besarnya ini. Selama ini dia sangat tertutup. "Ya, kamu tahu sendirilah. Untuk para businessman, semua hanya soal uang dan uang. Profit di sana, investasi di sini... hanya soal itu. Bahkan aku melupakan sesungguhnya dalam hidup ini ada hal selain uang yang kita butuhkan, yaitu sebuah cinta!" Ungkapnya dengan mata bersungguh-sungguh. Seakan penyesalan itu bukan sekedar omongan yang ia jadikan untuk memikat hati Noah mendengarkan apa yang dia sampaikan. "Hmmm... berat, Mister." Noah membuat sebuah kesimpulan singkat setelah mendapatkan berbagai cobaan dalam urusan percintaan. "Kalau kamu sudah dihadapkan pada soal urusan cinta dan keluargamu, mana yang kamu pilih dan dahulukan?" Tanya lelaki tua itu lagi. Ini adalah hal yang sama persis terjadi pada Noah sekitar setahun lalu. Saat dia mengorbankan hatinya untuk kelu
Noah tentu saja merasa sakit hati. Apalagi perkataan itu disampaikan oleh sepupu terdekatnya sendiri."Apa maksud kamu mengatakan kalau aku tak seberarti itu di kehidupan Aliesha!? Ingat, aku adalah ayah dari dua anak yang sekarang hidup bersamanya." Noah masih saja membandel dengan pendapatnya sendiri. Ricky hanya terdiam saja menyaksikan sepupunya mengeluarkan uneg-unegnya.Sejak dulu ia memang sangat keras kepala dan semua juga tahu watak spesialnya ini. "Noah... aku tahu. Kamu memang pernah menjadi sosok yang berharga bagi hidupnya. Tapi, itu dulu... saat kamu belum memutuskan untuk menceraikan dia!" Kata Ricky lagi. "Menceraikan? Siapa yang menerorku untuk menceraikan Aliesha, itu semuanya adalah ulah kalian!!!" Noah menuding dan menyalahkan Ricky sebagai perwakilan keluarganya. Selama ini dia telah menjadi 'wayang' yang harus menurut pada lakon skenario keluarga besar, itu semata dia lakukan demi membalas dendam. "Noah, itu sudah lama berlalu. Sebaiknya kamu tidak mengungki
"Apa yang dilakukan oleh Martin... bagaimana bisa dia melumpuhkan bisnis sekaligus kerajaan yang sudah dibangun olehnya selama berpuluh tahun?" Noah bertanya-tanya pada dirinya sendiri.Ini jelas adalah hal yang mustahil dilakukan.Sejak tadi dia berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya karena merasa terusik dengan kabar ini.Terlebih lagi dia melihat sendiri tadi di siaran televisi kalau Eros sudah ditangkap dan terancam akan dimiskinkan.Semua asetnya disita. Yang lebih mengejutkan lagi, ayah Aliesha tampil di sana sebagai sosok seorang pahlawan yang telah menyelamatkan aset negara.Tidak tanggung-tanggung, Eros terbukti telah melakukan tindakan korupsi triliunan rupiah dan melalukan bisnis ilegal. Apapun kasus yang sekarang sedang terbongkar, Noah berpikir ini kelak juga bisa terjadi pada keluarganya lagi.Noah dibuat semakin tak percaya apalagi seharusnya korupsi triliunan tentu dilakukan oleh orang-orang yang profesional dan dilakukan dengan rapi.Jelas mustahil bisa terungkap ka
"Ben?" Sapa Noah pada sepupu yang sudah lama menjadi musuhnya itu."Jika Ricky masih sibuk, aku akan kembali nanti saja kalau begitu." Ucapnya sambil membalikkan arah badannya.Dia tak menduga akan bertemu dengan sepupu yang telah menjadi mantan sahabatnya itu secepat ini."Oh, tidak masalah. Ricky hanya sedang menelpon seseorang sebentar. Masuklah." Noah membukakan pintu kamar Ricky lebar-lebar sehingga Ben tidak sungkan untuk bergabung masuk.Lalu setelah sepupunya itu masuk, kaki Noah segera menutup pintu dengan kakinya.Keduanya nampak kikuk dan terasa awkward saat berhadapan secara langsung.Ben merasa tidak nyaman karena dia juga belum siap jika harus bertemu Noah tanpa persiapan. Dia yakin sepupunya itu sudah siap untuk melibasnya dengan kata-kata paling menyakitkan. Telinganya harus siap untuk menyaring dan pura-pura tuli.Typical Noah!Ben tak bisa menatapnya secara langsung. Dia mulai gelisah karena Ricky tak juga selesai menelpon untuk menemuinya. Kedua kakinya sudah dia ge
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan