“Kami saling berbagi tugas sebenarnya, Bu Laura. Hanya saja saya kemarin terlampau rajin saja. Karena Jona sedang sibuk,” jawab Bella berbohong.“Kamu kayaknya harus punya asisten rumah tangga deh biar nggak terlalu capek kalau Jona lagi sibuk gini,” ucap Laura yang percaya dengan penjelasan Bella.Bella merasa asisten rumah tangga hanya akan memberatkan dirinya saja. Sementara Bella ingin berhemat. Karena sebentar lagi kebutuhannya akan semakin banyak dengan kelahiran anaknya. Bella harus menabung lebih banyak.“Saya rasa belum waktunya memiliki asisten rumah tangga, Bu. Saya dan Jona masih bisa mengurus semuanya sendiri,” sahut Bella.Laura mengangguk. Dia tak mungkin memaksakan kehendaknya pada Bella. Karena itu adalah urusan rumah tangga Bella dan Jona. “Ya sudah kalau begitu.”Tak lama mobil mereka berdua sampai di rumah klien. Kemudian Bella dan Laura turun dari mobil, dan masuk ke dalam rumahnya. Lalu memulai meeting.**Pukul tujuh malam meeting selesai. Laura mengajak Bella u
Apa yang dilakukan oleh Bella berhasil. Perlahan Jona tak lagi memeluk Bella dengan erat. Kemudian perlahan Bella mulai mengurai pelukan Jona. Namun gagal karena saat Jona menyadari gerakannya dia kembali mengeratkan pelukannya. Bibir lelaki itu juga menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang, entah disengaja atau tidak. “Aku sudah bilang jangan pergi dariku. Aku membutuhkanmu malam ini,” pinta Jona.Kalimat itu membuat jantung Bella seketika berdesir. Wajahnya juga memerah karena malu. Suatu hal yang tak pernah Bella rasakan sebelumnya. Seharusnya Bella melakukan perlawanan. Atau paling tidak protes bukan terhadap perlakuan Jona. Namun anehnya Bella malah menikmatinya. Dia merasa nyaman dalam dekapan Jona. Sebagai wanita biasa ia terenyuh dengan sikap Jona. Wanita yang biasanya bersikap keras kepala lelaki dalam pelukannya tersebut langsung melunak dalam sekejap.“Kenapa aku nggak bisa menolak dia.Kenapa aku harus ngerasa nyaman?” tanya Bella pada dirinya sendiri.Sementara itu
Jona mendengus kesal. Lalu memukul pintu kamarnya dengan keras. Dia benar-benar tak mengerti kenapa Bella sampai menguncinya. Akan tetapi ketika melihat potongan kaos Bella, Jona merasa harus mengetahui apa yang terjadi.Kemudian Jona baru ingat jika kamarnya dipasang cctv. Dan rekamannya bisa dilihat lewat ponselnya. Segera Jona mencari ponselnya, lalu mencari tahu masalahnya.Sambil duduk di tepian ranjang, Jona mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Kemudian melihat rekaman cctv nya. Kaget luar biasa Jona. Menyaksikan kebejatan yang ia lakukan kepada Bella.“Pantas dia sampai mengunciku di dalam kamar. Astaga, apa yang telah aku lakuin sama dia?!” Dengan frustrasi Jona mengacak rambutnya dengan kasar.Jona merasa bersalah kepada Bella. Tak seharusnya dia melakukan hal tak senonoh itu kepada Bella. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu terhadap janin yang dikandung oleh Bella.Kemudian Jona bangkit dari duduknya. Sambil mengambil kunci pintu
Mendengar pernyataan dari Jona membuat Bella melebarkan matanya. “Soal!” umpatnya dalam hati. Lalu menetap tajam ke arah Jona.“Ibu nggak perlu tau, Bu,” ucap Bella.“Kalau nggak perlu tau, ya jangan pergi dari rumah gitu dong. Selesaikan sendiri jangan telepon, Ibu,” sahut ibunya Bella.“Yang telepon bukan, Bella, Bu. Tapi Jona,” ucap Bella. Yang tak terima disalahkan oleh ibunya.“Dia telepon, Ibu. Pasti karena kepepet,” sahut ibunya Bella.Bella mendengus, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. Kemudian membuang muka karena kesal. Sementara itu Jona diam-diam merasa senang karena secara tidak langsung dibela oleh ibunya Bella. Dia merasa di atas angin.“Sudah, Bu. Tolong jangan marahi Bella. Mungkin memang Jona yang salah, karena terlalu sibuk. Jadi Bella merasa tak diperhatikan lagi,” ucap Jona mengarang cerita. Semua itu dia lakukan juga demi menyelamatkan dirinya sendiri.Saking terkejutnya mulut ibunya Bella sampai lupa dikabulkan. Kemudian setelah sadar ia menutup mulutny
Jona membalikkan badannya. Kemudian bergerak cepat menghampiri Bella dan membungkam mulutnya. “Jangan keras-keras. Nanti Ibu denger,” cegah Jona.Bella menyingkirkan telapak tangan Jona dari mulutnya. “Kamu apa-apaan sih?!” protesnya.“Kamu yang apa-apaan. Aku buka kaos aja kamu heboh,” ucap Jona. Wajahnya melengos ke arah pintu. Memastikan ibunya Bella tak ada di balik sana. Namun wajahnya yang teramat dekat dengan Bella. Hanya berjarak 2 cm saja. Membuat jantung Bella berdebar lebih kencang dari biasanya. Entah mengapa suhu badannya, khususnya wajahnya menjadi memanas. Bella sesaat terpaku menatap wajah Jona yang ternyata tampan. Namun setelah tersadar dari lamunannya Bella segera mendorong dada Jona. Hingga lelaki itu memundurkan langkahnya beberapa langkah. “Aku trauma kamu lecehin aku lagi,” sahutnya.“Aku udah bilang itu semua nggak aku sengaja. Apa kamu tadi nggak denger aku ngomong gitu?” tanya Jona.“Nggak!” sengit Bella.“Kalau gitu akan aku ulangi lagi,” ucap Jona. Kem
Perasaan Mita campur aduk, saat melihat anak semata wayangnya tak akur dengan suaminya. Apalagi sampai tak menghormatinya dengan tidak berpamitan dan malah menghindarinya. Dia sampai tak punya muka di depan menantunya saat ini.Matanya mulai mengambang basah. “Maafkan atas sikap, Bella ya, Nak. Ibu nanti akan nasehati dia kalau pulang,” ucap Mita dengan tulus. “Tidak apa-apa, Bu,” sahut Jona.Dia tampak murung, karena tak bisa hidup dengan dianggap sebagai lelaki yang melecehkan wanita. Itu sangat melukai prinsipnya. Jona tak akan berhenti meminta maaf kepada Bella. Sampai wanita itu paham dia bukanlah laki-laki yang seperti apa yang dipikirkannya. “Ibu masih akan menginap di sini lagi kan?” tanya Jona dengan penuh harapan.Jona berpikir ada baiknya memang, kalau ibunya Bella mau menginap satu hari lagi di rumahnya. Awalnya Mita menolak. Namun Jona berusaha membujuk. “Sepertinya nggak bisa, Jona. Ayahmu nanti protes kalau Ibu tiba-tiba menginap tanpa izin terlebih dahulu,” tolak Mi
Mendengar hal itu Bella membulatkan matanya. Ia segera bangkit dari tempat duduknya. Dia lupa kalau sedang hamil saking paniknya, sehingga menyebabkan perutnya kram. Ia lalu kembali terduduk.“Arghh!” keluh Bella sambil meringis dan memegangi perutnya.Kru stasiun televisi yang melihatnya menjadi ikut cemas. “Astaga, Bella. Hati-hati. Kamu kan lagi hamil,” ucapnya.“Bel, kalau kamu sakit. Kamu diem aja mending. Biar kami yang mengurus Laura,” sahut kru yang lain.“Iya. Mending kamu pergi ke rumah sakit aja. Biar diantar sama kru sini,” timpal yang lainnya.Bella menggelengkan kepalanya. Biar bagaimanapun kondisinya dia harus bertanggung jawab soal keadaan Laura. Toh istirahat sebentar sudah cukup. “Udah, udah. Aku udah nggak kenapa-kenapa kok,” sahutnya. Kemudian ia bangkit lagi dari tempat duduknya.“Kamu yakin, Bel?” tanya kru wanita mencemaskan.“Sungguh. Aku hanya perlu lebih berhati-hati saja,” jawabannya diikuti senyuman untuk meyakinkan semua orang.Seorang lelaki berkacamata,
Bella sesaat terpaku di sana. Membaca tulisan di atas pintu bertuliskan ‘Spesialis Kejiwaan’ “Kenapa Jona pergi ke dokter kejiwaan?” Lagi-lagi Bella bertanya pada dirinya sendiri.Sedang asyik dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba Bella dikejutkan dengan keluarnya Jona dari dalam ruangan. Membuat jantung Bella hampir terlepas dari tempatnya. “Kamu ngapain ke sini. Kamu buntuti aku ya?!” Bella yang tersentak kemudian mengelus dadanya sendiri. Setelah itu menghela napas lelah. “Aku nggak ngikutin kamu. Aku cuma kebetulan aja ke sini. Nganterin Bu Laura yang lagi sakit,” jelas Bella panjang lebar. Sebenarnya dia juga tak ingin menjelaskan semua ini. Hanya saja Bella lebih tak ingin Jona salah paham padanya.Setelah itu dia pergi meninggalkan Jona. Lelaki itu sepertinya masih belum puas dengan penjelasan Bella. “Hey! Aku berhenti. Aku belum selesai ngomong!” Namun saat ingin memanggilnya seorang perawat dari dalam ruangan poli kejiwaan meminta Jona untuk segera masuk. “Maaf, Pak. Anda s
Waktu telah lama berlalu, Norma mulai menunjukkan tanda tanda perubahan. Dia terlibat dalam program program rehabilitasi di dalam penjara dan mulai memperdalam pemahamannya tentang dirinya sendiri. Dia belajar mengelola emosi dan membuat keputusan yang lebih bijaksana, serta merencanakan langkah langkah untuk masa depannya setelah keluar dari penjara.Ketika hari pembebasannya semakin dekat, Norma merasa campur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Dia tahu bahwa kehidupannya akan berubah lagi ketika dia kembali ke dunia luar, dan dia berharap bahwa dia siap untuk menghadapinya. Dengan dukungan dari keluarga dan tekad yang baru ditemukannya, Norma bersumpah untuk menjalani hidup yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab setelah dia dibebaskan.*** Norma duduk di sebuah kafe, mencerna sensasi kebebasan yang baru ia rasakan. Setelah beberapa tahun di penjara, setiap momen di luar terasa seperti anugerah yang tak terhingga baginya. Namun, di antara kegembiraannya, ada perasaan cemas
Nyonya Evelyn merasa prihatin dengan kondisi ibu kandung Jona yang sudah lumpuh bertahun tahun. Dia merasa perlu untuk mencari bantuan profesional yang terbaik untuk membantu kesembuhan ibu Jona. Setelah melakukan penelitian dan mencari referensi, Nyonya Evelyn menemukan seorang dokter ahli terkenal dalam rehabilitasi medis dan pemulihan kondisi fisik yang serius.Dokter tersebut dikenal karena keahliannya dalam merancang program rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kemampuan mereka. Dia memiliki pengalaman luas dalam merawat pasien dengan berbagai kondisi fisik, termasuk lumpuh, dan memiliki reputasi yang baik dalam membantu pasien mencapai kemajuan signifikan dalam pemulihan mereka.Dengan harapan untuk membantu ibu kandung Jona mendapatkan perawatan terbaik, Nyonya Evelyn mengatur pertemuan dengan dokter tersebut. Mereka bertemu di kantor dokter, di mana dokter tersebut melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi ibu Jona dan merencanakan program rehabilit
Kehadiran ibu kandung Jona, Nyonya Margaret, bersama dengan perawatnya, menyebabkan gemuruh di rumah Bella dan Jona. Meskipun Bella merasa sedikit tegang dengan kedatangan mendadak itu, dia menyambut ibu Jona dengan senyum hangat, memperkenalkan cucu cucunya dengan penuh kebanggaan.Nyonya Margaret, dengan wajah yang dipenuhi dengan campuran antara senyum dan raut penyesalan, mengamati Aurora dan Rafael dengan penuh kasih sayang. Meskipun ada ketegangan yang tersisa di udara, Bella berusaha untuk menciptakan suasana yang hangat dan ramah.Namun, ketegangan di rumah semakin bertambah ketika ayah Jona dan ibu tiri Jona tiba tak lama setelah itu. Kecanggungan yang luar biasa melanda ruangan saat ketiga orang itu bertemu di hadapan yang lainnya.Ayah Jona, seorang pria yang serius dan berwibawa, menyambut Bella dan anak anaknya dengan sapaan yang sopan, tetapi tetap menjaga jarak yang terasa tegang. Sementara itu, Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona, mencoba untuk menjaga ketenangan dengan senyu
Sembilan bulan kemudian…Sembari berbaring di ranjang rumah sakit, Bella menahan rasa sakit yang melanda tubuhnya dengan erat. Wajahnya terhuyung huyung di antara ekspresi keteguhan dan kelelahan yang tak terelakkan. Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona yang setia, berdiri di sampingnya dengan tatapan penuh perhatian dan kekhawatiran yang dalam.“Ibu akan di sini untuk menemani perjuanganmu, sayang,” ucap Ibu tiri Jona.“Berjuanglah, Sayang,” kata Bella ikut memberikan dukungan. Sementara Bella sibuk berkonsentrasi memperjuangkan kelahiran anaknya.Bunyi detak mesin yang mengawasi detak jantung bayi yang belum lahir terdengar di ruangan itu, menciptakan ketegangan yang mendalam. Dokter dan perawat bergerak dengan cepat dan cermat, siap untuk membantu Bella melalui proses yang mengharukan ini.Bella menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang luar biasa saat kontraksi mengguncang tubuhnya. Dia merasakan tubuhnya bergetar dengan kekuatan alam yang menggerakkan proses kelahiran. Tatapan mat
Bella, meskipun Norma telah dipenjara, masih merasakan dampak traumatis dari peristiwa yang telah terjadi. Dia merasa takut dan tidak aman, bahkan di lingkungan yang seharusnya memberinya perlindungan. Trust issue yang dia alami membuatnya sulit untuk mempercayai siapa pun, termasuk asisten pribadi yang diberikan oleh Jona untuk membantunya.Jona, yang sangat peduli dengan kesehatan mental Bella, berusaha keras untuk memberikan dukungan dan bantuan yang dia butuhkan. Dia berharap bahwa dengan hadirnya asisten pribadi, Bella akan merasa lebih terbantu dan didukung dalam mengatasi trauma yang dia alami.Namun, rencana Jona tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Bella tetap waspada dan tidak bisa membuka diri bahkan kepada asisten pribadi yang telah ditunjuk khusus untuknya. Setiap upaya yang dilakukan untuk mendekatinya bertemu dengan tembok percaya diri yang kokoh yang telah dibangun oleh pengalaman traumatisnya.“Aku tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghilangkan rasa traumatisnya
Setelah berjanji untuk berubah menjadi lebih baik, Norma tampaknya mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. Ketika dia mengetahui bahwa Bella sedang hamil anak Jona, gelombang kemarahan dan kecemburuan kembali memenuhi pikirannya. Meskipun dia telah berusaha untuk menahan diri, namun dorongan untuk membalas dendam terhadap Bella dan Jona kembali menghantui dirinya.“Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan. Seharusnya aku yang mengandung anak, Jona. Bukan kamu, Bella!” Norma mengamuk sambil menyapu semua yang ada di meja riasnya. Akibatnya semua peralatan make-up nya berserakan di lantai.“Kamu nggak boleh bahagia di atas penderitaanku, Bella. Tidak boleh. Aku harus lakukan sesuatu!”Tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya, Norma merencanakan sesuatu yang gelap. Dalam kegelapan malam, dia merayap ke rumah Bella dan Jona dengan niat yang tidak baik. Dengan hati yang penuh dendam, dia mencoba untuk menyakiti Bella, dan mungkin juga calon bayi mereka.Namun, sebelum dia dapat melaksanakan
Langkah Norma untuk memviralkan informasi tentang Zhe ke media sosial, menyebabkan kehebohan besar di antara para pengguna media sosial. Berita tersebut menyebar dengan cepat, mengguncang dunia hiburan dan industri musik di mana Laura, ibu Zhe, adalah figur terkenal.Tidak butuh waktu lama bagi berita tersebut untuk mencapai telinga Ronald, yang segera menyadari bahwa rencana Norma telah berbuah pahit bagi keluarganya. Dia merasa putus asa dan marah, meratapi kerugian besar yang dideritanya, baik secara pribadi maupun profesional.“Sial! Beritanya sudah menyebar,” umpat Ronald dengan penuh emosi. Laura, meskipun terguncang dengan paparan publik tentang masalah pribadi keluarganya, tetap tenang dan tegar. Dia memilih untuk fokus pada kesembuhan Zhe, meskipun hal tersebut berarti harus menghadapi konsekuensi dari tindakan Norma.Sementara itu, Bella dan Jona tidak terhindar dari dampak dari berita tersebut. Mereka mengalami tekanan tambahan dari publik dan media, yang menempatkan merek
Norma, yang telah lama menunggu aksi Ronald selanjutnya dalam menganggu bella dan Jona, merasa resah dengan keheningan yang terjadi belakangan ini. Dia memutuskan untuk mengambil inisiatif dan menemui Ronald, mencoba mencari tahu apakah dia benar benar telah berhenti mengganggu Bella dan Jona.Dengan hati yang berdebar, Norma mengetuk pintu rumah Ronald. Saat Ronald membukakan pintu, Norma langsung melontarkan pertanyaannya dengan penuh kekhawatiran."Ronald, aku harus tahu apa yang terjadi," ucap Norma dengan suara gemetar. "Langkah apa lagi yang akan kamu ambil terhadap Bella dan Jona? Mereka sudah cukup lama hidup tenang."Ronald menatap Norma dengan serius, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Norma, aku harus jujur padamu. Aku sudah berhenti," ujarnya dengan tegas.Norma merasa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. "Bagaimana mungkin aku percaya padamu setelah semua yang sudah terjadi?" kata Norma dengan nada yang tajam.Ronal
Keesokan harinya, suasana di rumah Zhe terasa hening. Zhe masih tertidur, terpapar oleh kelelahan dan ketidakpastian. Namun, keheningan itu tiba tiba terputus oleh suara keras dari pintu depan.Kedatangan polisi yang tak terduga membuat Ronald. Laura yang pagi itu datang untuk menemui Zhe tak kalah terkejut. Mereka bingung dan khawatir, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, kekhawatiran mereka mencapai puncaknya saat polisi meminta izin untuk memeriksa kamar Zhe.Dengan hati yang berdebar, Ronald dan Laura mengizinkan polisi masuk. Mereka menyaksikan dengan mata terbelalak ketika polisi menemukan paket kecil yang berisi narkotika di dalam laci meja Zhe.Ronald merasa dunianya hancur saat itu. Dia merasa bersalah karena telah menyia nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Zhe. Laura, sementara itu, hancur karena melihat anaknya yang terperangkap dalam lingkaran kejahatan yang gelap.Tanpa berkata sepatah kata pun, polisi membawa Zhe pergi untuk diperiksa lebih lanj