Bella mengerutkan keningnya saat Jona memanggilnya sayang. Ia paham maksudnya karena ada Ronald di sana. Mau bagaimana lagi. Bella hanya bisa menjawabnya dengan anggukan. “Kalian bisa langsung pergi. Nanti biar aku yang pamitkan kalian sama Laura,” ucap Ronald. Niatnya memang mengusir Bella dan Jona.“Baik, Pak Ronald. Terima kasih,” sahut Jona. “Kalau begitu kami pergi dulu,” pamitnya.Ronald hanya mengangguk. Setelah itu Bella dan Jona meninggalkan ruang perawatan Laura. Tak ada percakapan selama perjalanan menuju ke parkiran. Sejujurnya Bella masih penasaran dengan mengapa Jona pergi ke Psikiater. Namun karena malas berbicara dengan lelaki itu jadi Bella mengurungkan niatnya.Sampai tiba saatnya mereka sampai di depan lift yang menuju ke parkiran rumah sakit. Namun Bella berjalan ke arah yang berlawanan. Wanita itu menuju pintu keluar Jona menyusul langkah Bella kemudian mencegahnya. “Kamu mau ke mana?” tanyanya penasaran.“Mau pulang, ke mana lagi memangnya?” jawab Bella dengan
Bella menelan salivanya dengan susah payah, setelah melihat Jona mengigau karena mimpi buruk. Awalnya dia hanya diam dan menyaksikan. Namun karena kasihan akhirnya Bella berusaha membangunkan. Sebab Jona terlihat menderita dan dalam waktu yang lama.Bella bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian menghampiri Jona dan menepuk pundaknya. Namun lelaki itu tak kunjung bangun. “Jona, bangun! Jona!”Bella mengusap rambutnya sendiri ke belakang dengan resah. “Aduh… ini anak kenapa tiba-tiba kayak gini sih?” Kemudian Bella menepuk lengan Jona lebih keras lagi. Kali ini berhasil, lelaki itu geragapan terbangun dari tidurnya. Ia terduduk dengan mata yang masih merah dia melihat ke arah Bella dengan napas yang masih berantakan.“Kamu mimpi apa sampai kayak orang kesurupan gitu?” tanya Bella penasaran. “Bikin kaget aja!” omelnya.Jona kemudian menundukkan kepalanya. Ia enggan berkata jujur kepada Bella mengenai mimpinya. “Enggak. Nggak apa-apa,” sahutnya. Setelah itu ia kembali merebahkan tubuhnya
Bukan hanya Jona yang kaget. Mita tak kalah kaget. Lelaki itu merasa bersalah. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya dan ingin membereskan kekacauan yang dibuatnya.“Maafkan Jona, Bu. Jona benar-benar tidak sengaja menjatuhkan gelasnya,” ucap Jona dengan tulus.Mita menggelengkan kepalanya. Serta berusaha menormalkan detak jantungnya yang berdetak lebih kencang dari biasanya. “Nggak apa-apa. Ibu tau kamu nggak sengaja melakukannya kok,” sahutnya berusaha menenangkan Jona.“Jona akan membereskannya, Bu,” ucap Jona.“Nggak, usah-usah. Biar Ibu yang membereskannya nanti. Kamu berangkat aja sana,” tolak Mita. Dia memaksa dengan mendorong Jona untuk menyingkir dari pecahan gelas kaca tersebut. Dengan cepat Mita juga meraih tas kerja Jona. Lalu menuntunnya ke pintu keluar.“Nggak ada barang yang ketinggalan kan?” tanya Mita memastikan.“Tidak ada sih, Bu. Cuma tadi bagaimana dengan pecahan gelasnya?” tanya Jona sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia sungguh merasa tak e
Tanpa menunggu waktu lama, Jona sampai di rumah sakit. Ia kemudian mencari informasi mengenai keberadaan Bella. Dan ternyata wanita tersebut masih ada di ruang pemeriksaan dokter. Ekspresi wajah Jona terlihat cemas saat bertemu dengan Bella. Padahal wanita itu sudah tidak kenapa-kenapa. “Kamu tadi kenapa? Perutmu sakit apa penyebabnya?” tanya Jona penasaran.“Kamu bisa nggak sih, nanyanya lebih pelan?” Bella protes.Kemudian seorang perawat mendatangi Jona. Dia meminta Jona untuk menemui dokter, setelah menanyai tentang siapa dirinya.“Permisi, Pak,” ucap perawat mula-mula.Jona kemudian membalikkan badannya. “Iya, Suster. Ada apa?” tanya Jona.“Maaf, Pak. Apa Anda suaminya, Bu Bella?” tanya balik perawat di hadapan Jona tersebut.“Iya benar. Ada apa ya, Sus?” Jona tentu membenarkan. Lalu menanyakan maksud dan tujuan sang perawat.“Dokter meminta, Anda untuk ke ruangannya sekarang, Pak,” jawab perawat.Jona mengangguk. “Baik, Suster. Terima kasih,” ucapnya. Kemudian ia pergi begitu s
Karena tak tega melihat Bella menjadi sorotan banyak orang akhirnya Jona turun tangan untuk membantunya. Dia bangkit dari tempat duduknya dan datang menghampiri Bella. Dengan membungkukkan badannya sedikit dan membereskan masalah Bella dengan cara meminta maaf kepada semua orang.“Tolong maafkan kegaduhan yang ditimbulkan istri saya. Mohon dimaklumi karena istri saya sedang hamil,” ucap Jona.Bella menatap ke sekeliling. Perasaan takut sekaligus bersalah campur aduk. Karena itulah kemudian ia ikut meminta maaf kepada semua orang yang ada di sana. “Maafkan, saya,” ucapnya.Jona menembus barisan orang-orang dengan berbagai reaksi. Dia menggenggam pergelangan tangan Bella, kemudian membawanya ke tempat duduknya yang tadi. Namun tak disangka seorang bapak-bapak ingin menggantikan menempati kursinya. Sebenarnya Jona emosi. Wajahnya sudah berubah memerah seperti kepiting rebus dan bersiap memakinya. Namun dia mengurungkan niatnya. Sudah cukup bagi Jona, drama-drama untuk hari ini. Ia menar
“Benar, Mbak. Saya tadi sengaja menghubungi deretan nama dari daftar panggilan paling atas untuk memberikan kabar,” jelas laki-laki di ujung telepon. Yang tak lain orang yang menjadi saksi atas kecelakaan yang dialami Mita.“Iya, tapi Anda ini siapa?” tanya Bella penasaran.“Saya tadi kebetulan lewat di jalan A, Mbak. Lalu saya lihat Ibu Anda kecelakaan. Kemudian Ibu, Anda menyuruh saya menghubungi Anda sebelum beliau pingsan,” jawab lelaki di ujung telepon.“Sebelumnya saya ucapkan terima kasih, Pak karena sudah menolong Ibu saya. Tapi Ibu saya akan dibawa ke rumah sakit mana ya, Pak?” tanya Bella yang berusaha tenang. Padahal aslinya panik. Jemari tangannya kini terasa dingin seperti mayat.“Sama-sama, Mbak. Ibu, Anda akan dibawa ke rumah sakit Harapan, Mbak,” jawab laki-laki itu.“Baiklah kalau begitu saya tunggu di UGD, karena kebetulan saya juga ada di rumah sakit yang sama,” ucap Bella.“Baik, Mbak,” sahut lelaki di ujung telepon tersebut.Setelah itu sambungan telepon mereka be
Lebih tepatnya Jona saat ini sedang menghubungi Rendy. Yang tak lain adalah ayahnya Bella. Sambungan telepon dapat terhubung setelah Jona mencoba menghubungi Rendy 3 kali.“Maaf baru angkat telepon dari kamu. Soalnya Ayah baru aja selesai meeting sama klien,” ucap Rendy di ujung telepon.“Iya, Ayah. Tidak apa-apa. Jona bisa mengerti,” sahut Jona.“Kamu hubungi, Ayah sampai berkali-kali. Ada apa memangnya?” tanya Rendy penasaran.“Ibu kecelakaan, Yah,” jawab Jona langsung ke pokok masalah.Rendy sontak shock. “Apa?!” “Kecelakaan di mana. Dengan apa. Lalu sekarang Ibumu dibawa ke mana?” Rendy memberondong Jona dengan pertanyaan. Sampai lelaki itu bingung bagaimana harus menjawabnya.“Ibu sekarang ada di rumah sakit Harapan, Ayah.” Hanya jawaban itu yang dapat diberikan oleh Jona. Karena selebihnya dia lupa dengan banyaknya pertanyaan yang mertuanya ajukan. “Ayah di mana sekarang? Maaf, Ayah lebih baik segera ke sini saja,” lanjutnya.“Kamu benar. Ya sudah. Ayah akan menyusul kamu sekar
“Ya sudah. Nggak apa-apa yang penting Ibumu cepat sembuh,” jawab Rendy.“Mari ya. Kita temui, Ibu,” ajak Jona.Rendy mengangguk. Kemudian Jona dan Bella menuntun Rendy menuju ke ruang pemeriksaan. Sesampainya di sana seorang perawat menghampiri mereka bertiga dengan membawa peralatan medis.“Bapak dan Ibu, ini keluarga dari Ibu Mita?” tanya perawat yang hendak masuk ke ruangan Mita.“Iya benar, Suster. Saya suaminya,” jawab Rendy.“Mohon maaf. Perlu saya sampaikan bahwa saat ini, Ibu Mita akan dijahit lukanya. Jadi Bapak dan Ibu mohon tunggu di luar,” ucap perawat.“Baik, Suster. Saya mengerti,” sahut Rendy. Ia berusaha tenang. Meskipun sebenarnya cemas memikirkan istrinya yang ada di dalam. Membayangkan betapa sakitnya saat kulitnya ditembus oleh jarum jahit medis. Namun tak ada jalan lain selain hal tersebut. Daripada istrinya akan terus menerus menderita.Kemudian perawat masuk ke dalam ruangan. Saat itulah Rendy tak dapat menyembunyikan lagi kecemasannya. Bella yang mengetahui hal
Waktu telah lama berlalu, Norma mulai menunjukkan tanda tanda perubahan. Dia terlibat dalam program program rehabilitasi di dalam penjara dan mulai memperdalam pemahamannya tentang dirinya sendiri. Dia belajar mengelola emosi dan membuat keputusan yang lebih bijaksana, serta merencanakan langkah langkah untuk masa depannya setelah keluar dari penjara.Ketika hari pembebasannya semakin dekat, Norma merasa campur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Dia tahu bahwa kehidupannya akan berubah lagi ketika dia kembali ke dunia luar, dan dia berharap bahwa dia siap untuk menghadapinya. Dengan dukungan dari keluarga dan tekad yang baru ditemukannya, Norma bersumpah untuk menjalani hidup yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab setelah dia dibebaskan.*** Norma duduk di sebuah kafe, mencerna sensasi kebebasan yang baru ia rasakan. Setelah beberapa tahun di penjara, setiap momen di luar terasa seperti anugerah yang tak terhingga baginya. Namun, di antara kegembiraannya, ada perasaan cemas
Nyonya Evelyn merasa prihatin dengan kondisi ibu kandung Jona yang sudah lumpuh bertahun tahun. Dia merasa perlu untuk mencari bantuan profesional yang terbaik untuk membantu kesembuhan ibu Jona. Setelah melakukan penelitian dan mencari referensi, Nyonya Evelyn menemukan seorang dokter ahli terkenal dalam rehabilitasi medis dan pemulihan kondisi fisik yang serius.Dokter tersebut dikenal karena keahliannya dalam merancang program rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kemampuan mereka. Dia memiliki pengalaman luas dalam merawat pasien dengan berbagai kondisi fisik, termasuk lumpuh, dan memiliki reputasi yang baik dalam membantu pasien mencapai kemajuan signifikan dalam pemulihan mereka.Dengan harapan untuk membantu ibu kandung Jona mendapatkan perawatan terbaik, Nyonya Evelyn mengatur pertemuan dengan dokter tersebut. Mereka bertemu di kantor dokter, di mana dokter tersebut melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi ibu Jona dan merencanakan program rehabilit
Kehadiran ibu kandung Jona, Nyonya Margaret, bersama dengan perawatnya, menyebabkan gemuruh di rumah Bella dan Jona. Meskipun Bella merasa sedikit tegang dengan kedatangan mendadak itu, dia menyambut ibu Jona dengan senyum hangat, memperkenalkan cucu cucunya dengan penuh kebanggaan.Nyonya Margaret, dengan wajah yang dipenuhi dengan campuran antara senyum dan raut penyesalan, mengamati Aurora dan Rafael dengan penuh kasih sayang. Meskipun ada ketegangan yang tersisa di udara, Bella berusaha untuk menciptakan suasana yang hangat dan ramah.Namun, ketegangan di rumah semakin bertambah ketika ayah Jona dan ibu tiri Jona tiba tak lama setelah itu. Kecanggungan yang luar biasa melanda ruangan saat ketiga orang itu bertemu di hadapan yang lainnya.Ayah Jona, seorang pria yang serius dan berwibawa, menyambut Bella dan anak anaknya dengan sapaan yang sopan, tetapi tetap menjaga jarak yang terasa tegang. Sementara itu, Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona, mencoba untuk menjaga ketenangan dengan senyu
Sembilan bulan kemudian…Sembari berbaring di ranjang rumah sakit, Bella menahan rasa sakit yang melanda tubuhnya dengan erat. Wajahnya terhuyung huyung di antara ekspresi keteguhan dan kelelahan yang tak terelakkan. Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona yang setia, berdiri di sampingnya dengan tatapan penuh perhatian dan kekhawatiran yang dalam.“Ibu akan di sini untuk menemani perjuanganmu, sayang,” ucap Ibu tiri Jona.“Berjuanglah, Sayang,” kata Bella ikut memberikan dukungan. Sementara Bella sibuk berkonsentrasi memperjuangkan kelahiran anaknya.Bunyi detak mesin yang mengawasi detak jantung bayi yang belum lahir terdengar di ruangan itu, menciptakan ketegangan yang mendalam. Dokter dan perawat bergerak dengan cepat dan cermat, siap untuk membantu Bella melalui proses yang mengharukan ini.Bella menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang luar biasa saat kontraksi mengguncang tubuhnya. Dia merasakan tubuhnya bergetar dengan kekuatan alam yang menggerakkan proses kelahiran. Tatapan mat
Bella, meskipun Norma telah dipenjara, masih merasakan dampak traumatis dari peristiwa yang telah terjadi. Dia merasa takut dan tidak aman, bahkan di lingkungan yang seharusnya memberinya perlindungan. Trust issue yang dia alami membuatnya sulit untuk mempercayai siapa pun, termasuk asisten pribadi yang diberikan oleh Jona untuk membantunya.Jona, yang sangat peduli dengan kesehatan mental Bella, berusaha keras untuk memberikan dukungan dan bantuan yang dia butuhkan. Dia berharap bahwa dengan hadirnya asisten pribadi, Bella akan merasa lebih terbantu dan didukung dalam mengatasi trauma yang dia alami.Namun, rencana Jona tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Bella tetap waspada dan tidak bisa membuka diri bahkan kepada asisten pribadi yang telah ditunjuk khusus untuknya. Setiap upaya yang dilakukan untuk mendekatinya bertemu dengan tembok percaya diri yang kokoh yang telah dibangun oleh pengalaman traumatisnya.“Aku tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghilangkan rasa traumatisnya
Setelah berjanji untuk berubah menjadi lebih baik, Norma tampaknya mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. Ketika dia mengetahui bahwa Bella sedang hamil anak Jona, gelombang kemarahan dan kecemburuan kembali memenuhi pikirannya. Meskipun dia telah berusaha untuk menahan diri, namun dorongan untuk membalas dendam terhadap Bella dan Jona kembali menghantui dirinya.“Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan. Seharusnya aku yang mengandung anak, Jona. Bukan kamu, Bella!” Norma mengamuk sambil menyapu semua yang ada di meja riasnya. Akibatnya semua peralatan make-up nya berserakan di lantai.“Kamu nggak boleh bahagia di atas penderitaanku, Bella. Tidak boleh. Aku harus lakukan sesuatu!”Tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya, Norma merencanakan sesuatu yang gelap. Dalam kegelapan malam, dia merayap ke rumah Bella dan Jona dengan niat yang tidak baik. Dengan hati yang penuh dendam, dia mencoba untuk menyakiti Bella, dan mungkin juga calon bayi mereka.Namun, sebelum dia dapat melaksanakan
Langkah Norma untuk memviralkan informasi tentang Zhe ke media sosial, menyebabkan kehebohan besar di antara para pengguna media sosial. Berita tersebut menyebar dengan cepat, mengguncang dunia hiburan dan industri musik di mana Laura, ibu Zhe, adalah figur terkenal.Tidak butuh waktu lama bagi berita tersebut untuk mencapai telinga Ronald, yang segera menyadari bahwa rencana Norma telah berbuah pahit bagi keluarganya. Dia merasa putus asa dan marah, meratapi kerugian besar yang dideritanya, baik secara pribadi maupun profesional.“Sial! Beritanya sudah menyebar,” umpat Ronald dengan penuh emosi. Laura, meskipun terguncang dengan paparan publik tentang masalah pribadi keluarganya, tetap tenang dan tegar. Dia memilih untuk fokus pada kesembuhan Zhe, meskipun hal tersebut berarti harus menghadapi konsekuensi dari tindakan Norma.Sementara itu, Bella dan Jona tidak terhindar dari dampak dari berita tersebut. Mereka mengalami tekanan tambahan dari publik dan media, yang menempatkan merek
Norma, yang telah lama menunggu aksi Ronald selanjutnya dalam menganggu bella dan Jona, merasa resah dengan keheningan yang terjadi belakangan ini. Dia memutuskan untuk mengambil inisiatif dan menemui Ronald, mencoba mencari tahu apakah dia benar benar telah berhenti mengganggu Bella dan Jona.Dengan hati yang berdebar, Norma mengetuk pintu rumah Ronald. Saat Ronald membukakan pintu, Norma langsung melontarkan pertanyaannya dengan penuh kekhawatiran."Ronald, aku harus tahu apa yang terjadi," ucap Norma dengan suara gemetar. "Langkah apa lagi yang akan kamu ambil terhadap Bella dan Jona? Mereka sudah cukup lama hidup tenang."Ronald menatap Norma dengan serius, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Norma, aku harus jujur padamu. Aku sudah berhenti," ujarnya dengan tegas.Norma merasa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. "Bagaimana mungkin aku percaya padamu setelah semua yang sudah terjadi?" kata Norma dengan nada yang tajam.Ronal
Keesokan harinya, suasana di rumah Zhe terasa hening. Zhe masih tertidur, terpapar oleh kelelahan dan ketidakpastian. Namun, keheningan itu tiba tiba terputus oleh suara keras dari pintu depan.Kedatangan polisi yang tak terduga membuat Ronald. Laura yang pagi itu datang untuk menemui Zhe tak kalah terkejut. Mereka bingung dan khawatir, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, kekhawatiran mereka mencapai puncaknya saat polisi meminta izin untuk memeriksa kamar Zhe.Dengan hati yang berdebar, Ronald dan Laura mengizinkan polisi masuk. Mereka menyaksikan dengan mata terbelalak ketika polisi menemukan paket kecil yang berisi narkotika di dalam laci meja Zhe.Ronald merasa dunianya hancur saat itu. Dia merasa bersalah karena telah menyia nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Zhe. Laura, sementara itu, hancur karena melihat anaknya yang terperangkap dalam lingkaran kejahatan yang gelap.Tanpa berkata sepatah kata pun, polisi membawa Zhe pergi untuk diperiksa lebih lanj