Bella tak menyerah. Mengulurkan segelas teh yang dibawanya lebih dekat dengan wajah Jona. Namun Jona masih enggan.“Anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah boleh menumpang di rumahmu,” bujuk Bella.Jona akhirnya luluh. Meski dengan tatapan yang dingin ia meraih secangkir teh chamomile yang diulurkan Bella. Aroma harum menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Jona. Kemudian Jona menyeruputnya selagi hangat.Setelah menghabiskan setengah dari cangkirnya, Jona menjadi lebih tenang. Kemudian ia meletakkannya di atas lantai dengan perlahan. Bella masih ada di sana.“Kalau kamu mau, kamu bisa cerita ke aku tentang masalahmu. Aku nggak bisa jamin bisa bantu kamu. Cuma mungkin itu bisa sedikit mengurangi bebanmu,” ucap Bella. Berharap Jona mau berbagi cerita. Karena Bella merasa kasihan.“Kamu nggak perlu tau,” tolak Jona masih dengan nadanya yang dingin.Jona sudah berkata seperti itu. Bella merasa tak punya hak untuk memaksa. Ia kemudian mengangguk pelan. “Okey. Kalau gitu aku ngg
“Iya, Bu Laura. Saya ke sini untuk mengambil minum,” jawab Bella.“Kenapa nggak nyuruh pembantu?” tanya Laura.“Tadinya waktu Si Mbak menawarkan saya minum, saya belum haus, Bu,” jawab Bella.“Mungkin dia kelamaan nunggu kamu bersiap-siap, Sayang,” sambar Ronald.Laura manggut-manggut mengerti. Benar apa yang dikatakan oleh suaminya. Laura menyesalinya. Kemudian meminta maaf kepada Bella.“Iya juga ya. Kalau gitu maafin, aku ya, Bel,” ucap Laura dengan tulus.“Iya, Bu. Tidak apa-apa kok,” sahut Bella.“Kamu lagi mau buat apa, Yah?” tanya Laura. Sambil melihat cangkir kosong di tangan Ronald.“Aku ke sini untuk membuat kopi,” jawab Ronald.Laura hanya ber'oh’. Dan tak curiga kepada suaminya. Padahal awalnya dia ke sana niatnya hanya untuk mengejek wajah Bella yang terlihat mengenaskan. Hanya untuk meluapkan rasa sakit hatinya kemarin. Karena Bella telah bersikap tidak baik kepadanya. Namun karena takut kepada Laura. Ronald mengurungkan niatnya lalu membuat kopi sesuai alibinya tadi.K
Hasil dari tawar menawar yang berjalan alot tersebut menghasilkan keputusan Bella yang menang. Laura mengalah karena itu merupakan hak Bella menentukan keputusan untuk hidupnya.“Baiklah kalau itu keputusanmu. Aku nggak mungkin maksa-maksa kamu. Tapi kalau kamu butuh bantuan apapun jangan segan untuk hubungi aku, ya,” ucap Laura.Bella tersenyum. Dia lega karena akhirnya Laura tak marah atas keputusannya. Ia kemudian mengangguk. “Pasti, Bu Laura,” sahutnya. “Terima kasih, Bu Laura,” ucap Bella dengan tulus.Laura memundurkan kepalanya. “Terima kasih untuk apa?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Karena Bu Laura sudah baik kepada saya. Banyak membantu saya. Dan satu lagi. Terima kasih juga atas perhatian Bu Laura,” jawab Bella panjang lebar.Laura tertawa. “Kita kayak baru kenal aja sih, Bel. Aku kayak gitu karena kamu juga banyak bantu aku. Aku nggak akan jadi sebesar sekarang tanpa kamu.”“Pasti, Bu Laura,” sahut Bella.“Udah jam 9 lebih. Kita sarapan, yuk,” ajak Laura. Setelah meliha
“Mulai sekarang aku akan kasih kamu uang buat kamu belanja bahan makanan. Tapi patungan. Jadi bisa dimakan berdua masakannya,” jawab Jona.“Bukannya kamu bilang masakanku nggak enak. Dan lagi hubungan kita kan bukan kayak suami istri pada mestinya. Ngapain kamu tiba-tiba nyuruh aku masak buat kamu?” Bella memberondong Jona dengan banyak pertanyaan. Membuat lelaki itu bingung bagaimana harus menjawabnya.“Apa salahnya sih masak buat aku. Kenapa harus banyak pertanyaan kayak wartawan gitu?” hardik Jona dengan wajah kesal. “Setidaknya kamu balas budi karena udah numpang di sini,” lanjutnya.Bella melenguh. Tak ada gunanya berdebat dengan orang seperti Jona. Hanya akan membuang energi percuma saja. Biarkan saja, yang penting tak menganggu urusan pribadinya. Dan selama itu tak menyakiti dirinya dan bayinya. “Baik, Tuan. Saya akan lakukan,” ledek Bella dengan ekspresi mengejek.Akan tetapi Jona tak menghiraukannya. Dia berlalu meninggalkan Bella. Baginya saat ini yang penting keinginannya t
Bella memutuskan untuk tidak mengangkat telepon di ponsel Jona. Karena ini privasi. Ia melanjutkan kegiatannya lagi. Namun ponselnya tak henti berdering. Akan tetapi Bella akhirnya mengangkatnya karena sudah 5 kali berdering. Bella khawatir ada sesuatu yang sangat darurat.“Jona, jangan salahin aku ya. Aku nggak akan mencampuri urusan kamu, kok,” gumam Bella sebelum menggeser tombol hijau pada layar.“Halo Jojo. Kamu di mana sekarang?” tanya seorang wanita berusia lanjut.“Jo–Jojo? Jojo siapa?” Bella berbalik tanya. Karena tak mengerti nama yang dimaksud. Padahal Jojo adalah panggilan Jona juga.“Iya Jojo. Kamu siapa? Kenapa menjawab telepon dari ponsel Jojo?” tanya wanita di ujung telepon tersebut.Sebelumnya tak ada yang memanggil nama Jona dengan panggilan Jojo. Namun akhirnya Bella paham. Mau tak mau dia harus menjelaskan jika dirinya adalah istri Jona.“Saya adalah istri Jona. Maksud saya istrinya Jojo,” jawab Bella. “Bilang ke Jojo. Suruh pulang!” suruh wanita di ujung telepon
“Kami saling berbagi tugas sebenarnya, Bu Laura. Hanya saja saya kemarin terlampau rajin saja. Karena Jona sedang sibuk,” jawab Bella berbohong.“Kamu kayaknya harus punya asisten rumah tangga deh biar nggak terlalu capek kalau Jona lagi sibuk gini,” ucap Laura yang percaya dengan penjelasan Bella.Bella merasa asisten rumah tangga hanya akan memberatkan dirinya saja. Sementara Bella ingin berhemat. Karena sebentar lagi kebutuhannya akan semakin banyak dengan kelahiran anaknya. Bella harus menabung lebih banyak.“Saya rasa belum waktunya memiliki asisten rumah tangga, Bu. Saya dan Jona masih bisa mengurus semuanya sendiri,” sahut Bella.Laura mengangguk. Dia tak mungkin memaksakan kehendaknya pada Bella. Karena itu adalah urusan rumah tangga Bella dan Jona. “Ya sudah kalau begitu.”Tak lama mobil mereka berdua sampai di rumah klien. Kemudian Bella dan Laura turun dari mobil, dan masuk ke dalam rumahnya. Lalu memulai meeting.**Pukul tujuh malam meeting selesai. Laura mengajak Bella u
Apa yang dilakukan oleh Bella berhasil. Perlahan Jona tak lagi memeluk Bella dengan erat. Kemudian perlahan Bella mulai mengurai pelukan Jona. Namun gagal karena saat Jona menyadari gerakannya dia kembali mengeratkan pelukannya. Bibir lelaki itu juga menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang, entah disengaja atau tidak. “Aku sudah bilang jangan pergi dariku. Aku membutuhkanmu malam ini,” pinta Jona.Kalimat itu membuat jantung Bella seketika berdesir. Wajahnya juga memerah karena malu. Suatu hal yang tak pernah Bella rasakan sebelumnya. Seharusnya Bella melakukan perlawanan. Atau paling tidak protes bukan terhadap perlakuan Jona. Namun anehnya Bella malah menikmatinya. Dia merasa nyaman dalam dekapan Jona. Sebagai wanita biasa ia terenyuh dengan sikap Jona. Wanita yang biasanya bersikap keras kepala lelaki dalam pelukannya tersebut langsung melunak dalam sekejap.“Kenapa aku nggak bisa menolak dia.Kenapa aku harus ngerasa nyaman?” tanya Bella pada dirinya sendiri.Sementara itu
Jona mendengus kesal. Lalu memukul pintu kamarnya dengan keras. Dia benar-benar tak mengerti kenapa Bella sampai menguncinya. Akan tetapi ketika melihat potongan kaos Bella, Jona merasa harus mengetahui apa yang terjadi.Kemudian Jona baru ingat jika kamarnya dipasang cctv. Dan rekamannya bisa dilihat lewat ponselnya. Segera Jona mencari ponselnya, lalu mencari tahu masalahnya.Sambil duduk di tepian ranjang, Jona mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Kemudian melihat rekaman cctv nya. Kaget luar biasa Jona. Menyaksikan kebejatan yang ia lakukan kepada Bella.“Pantas dia sampai mengunciku di dalam kamar. Astaga, apa yang telah aku lakuin sama dia?!” Dengan frustrasi Jona mengacak rambutnya dengan kasar.Jona merasa bersalah kepada Bella. Tak seharusnya dia melakukan hal tak senonoh itu kepada Bella. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu terhadap janin yang dikandung oleh Bella.Kemudian Jona bangkit dari duduknya. Sambil mengambil kunci pintu
Waktu telah lama berlalu, Norma mulai menunjukkan tanda tanda perubahan. Dia terlibat dalam program program rehabilitasi di dalam penjara dan mulai memperdalam pemahamannya tentang dirinya sendiri. Dia belajar mengelola emosi dan membuat keputusan yang lebih bijaksana, serta merencanakan langkah langkah untuk masa depannya setelah keluar dari penjara.Ketika hari pembebasannya semakin dekat, Norma merasa campur aduk antara kegembiraan dan ketakutan. Dia tahu bahwa kehidupannya akan berubah lagi ketika dia kembali ke dunia luar, dan dia berharap bahwa dia siap untuk menghadapinya. Dengan dukungan dari keluarga dan tekad yang baru ditemukannya, Norma bersumpah untuk menjalani hidup yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab setelah dia dibebaskan.*** Norma duduk di sebuah kafe, mencerna sensasi kebebasan yang baru ia rasakan. Setelah beberapa tahun di penjara, setiap momen di luar terasa seperti anugerah yang tak terhingga baginya. Namun, di antara kegembiraannya, ada perasaan cemas
Nyonya Evelyn merasa prihatin dengan kondisi ibu kandung Jona yang sudah lumpuh bertahun tahun. Dia merasa perlu untuk mencari bantuan profesional yang terbaik untuk membantu kesembuhan ibu Jona. Setelah melakukan penelitian dan mencari referensi, Nyonya Evelyn menemukan seorang dokter ahli terkenal dalam rehabilitasi medis dan pemulihan kondisi fisik yang serius.Dokter tersebut dikenal karena keahliannya dalam merancang program rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kemampuan mereka. Dia memiliki pengalaman luas dalam merawat pasien dengan berbagai kondisi fisik, termasuk lumpuh, dan memiliki reputasi yang baik dalam membantu pasien mencapai kemajuan signifikan dalam pemulihan mereka.Dengan harapan untuk membantu ibu kandung Jona mendapatkan perawatan terbaik, Nyonya Evelyn mengatur pertemuan dengan dokter tersebut. Mereka bertemu di kantor dokter, di mana dokter tersebut melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi ibu Jona dan merencanakan program rehabilit
Kehadiran ibu kandung Jona, Nyonya Margaret, bersama dengan perawatnya, menyebabkan gemuruh di rumah Bella dan Jona. Meskipun Bella merasa sedikit tegang dengan kedatangan mendadak itu, dia menyambut ibu Jona dengan senyum hangat, memperkenalkan cucu cucunya dengan penuh kebanggaan.Nyonya Margaret, dengan wajah yang dipenuhi dengan campuran antara senyum dan raut penyesalan, mengamati Aurora dan Rafael dengan penuh kasih sayang. Meskipun ada ketegangan yang tersisa di udara, Bella berusaha untuk menciptakan suasana yang hangat dan ramah.Namun, ketegangan di rumah semakin bertambah ketika ayah Jona dan ibu tiri Jona tiba tak lama setelah itu. Kecanggungan yang luar biasa melanda ruangan saat ketiga orang itu bertemu di hadapan yang lainnya.Ayah Jona, seorang pria yang serius dan berwibawa, menyambut Bella dan anak anaknya dengan sapaan yang sopan, tetapi tetap menjaga jarak yang terasa tegang. Sementara itu, Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona, mencoba untuk menjaga ketenangan dengan senyu
Sembilan bulan kemudian…Sembari berbaring di ranjang rumah sakit, Bella menahan rasa sakit yang melanda tubuhnya dengan erat. Wajahnya terhuyung huyung di antara ekspresi keteguhan dan kelelahan yang tak terelakkan. Nyonya Evelyn, ibu tiri Jona yang setia, berdiri di sampingnya dengan tatapan penuh perhatian dan kekhawatiran yang dalam.“Ibu akan di sini untuk menemani perjuanganmu, sayang,” ucap Ibu tiri Jona.“Berjuanglah, Sayang,” kata Bella ikut memberikan dukungan. Sementara Bella sibuk berkonsentrasi memperjuangkan kelahiran anaknya.Bunyi detak mesin yang mengawasi detak jantung bayi yang belum lahir terdengar di ruangan itu, menciptakan ketegangan yang mendalam. Dokter dan perawat bergerak dengan cepat dan cermat, siap untuk membantu Bella melalui proses yang mengharukan ini.Bella menggigit bibirnya untuk menahan rasa sakit yang luar biasa saat kontraksi mengguncang tubuhnya. Dia merasakan tubuhnya bergetar dengan kekuatan alam yang menggerakkan proses kelahiran. Tatapan mat
Bella, meskipun Norma telah dipenjara, masih merasakan dampak traumatis dari peristiwa yang telah terjadi. Dia merasa takut dan tidak aman, bahkan di lingkungan yang seharusnya memberinya perlindungan. Trust issue yang dia alami membuatnya sulit untuk mempercayai siapa pun, termasuk asisten pribadi yang diberikan oleh Jona untuk membantunya.Jona, yang sangat peduli dengan kesehatan mental Bella, berusaha keras untuk memberikan dukungan dan bantuan yang dia butuhkan. Dia berharap bahwa dengan hadirnya asisten pribadi, Bella akan merasa lebih terbantu dan didukung dalam mengatasi trauma yang dia alami.Namun, rencana Jona tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Bella tetap waspada dan tidak bisa membuka diri bahkan kepada asisten pribadi yang telah ditunjuk khusus untuknya. Setiap upaya yang dilakukan untuk mendekatinya bertemu dengan tembok percaya diri yang kokoh yang telah dibangun oleh pengalaman traumatisnya.“Aku tidak tau lagi harus bagaimana untuk menghilangkan rasa traumatisnya
Setelah berjanji untuk berubah menjadi lebih baik, Norma tampaknya mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. Ketika dia mengetahui bahwa Bella sedang hamil anak Jona, gelombang kemarahan dan kecemburuan kembali memenuhi pikirannya. Meskipun dia telah berusaha untuk menahan diri, namun dorongan untuk membalas dendam terhadap Bella dan Jona kembali menghantui dirinya.“Nggak! Ini nggak bisa dibiarkan. Seharusnya aku yang mengandung anak, Jona. Bukan kamu, Bella!” Norma mengamuk sambil menyapu semua yang ada di meja riasnya. Akibatnya semua peralatan make-up nya berserakan di lantai.“Kamu nggak boleh bahagia di atas penderitaanku, Bella. Tidak boleh. Aku harus lakukan sesuatu!”Tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya, Norma merencanakan sesuatu yang gelap. Dalam kegelapan malam, dia merayap ke rumah Bella dan Jona dengan niat yang tidak baik. Dengan hati yang penuh dendam, dia mencoba untuk menyakiti Bella, dan mungkin juga calon bayi mereka.Namun, sebelum dia dapat melaksanakan
Langkah Norma untuk memviralkan informasi tentang Zhe ke media sosial, menyebabkan kehebohan besar di antara para pengguna media sosial. Berita tersebut menyebar dengan cepat, mengguncang dunia hiburan dan industri musik di mana Laura, ibu Zhe, adalah figur terkenal.Tidak butuh waktu lama bagi berita tersebut untuk mencapai telinga Ronald, yang segera menyadari bahwa rencana Norma telah berbuah pahit bagi keluarganya. Dia merasa putus asa dan marah, meratapi kerugian besar yang dideritanya, baik secara pribadi maupun profesional.“Sial! Beritanya sudah menyebar,” umpat Ronald dengan penuh emosi. Laura, meskipun terguncang dengan paparan publik tentang masalah pribadi keluarganya, tetap tenang dan tegar. Dia memilih untuk fokus pada kesembuhan Zhe, meskipun hal tersebut berarti harus menghadapi konsekuensi dari tindakan Norma.Sementara itu, Bella dan Jona tidak terhindar dari dampak dari berita tersebut. Mereka mengalami tekanan tambahan dari publik dan media, yang menempatkan merek
Norma, yang telah lama menunggu aksi Ronald selanjutnya dalam menganggu bella dan Jona, merasa resah dengan keheningan yang terjadi belakangan ini. Dia memutuskan untuk mengambil inisiatif dan menemui Ronald, mencoba mencari tahu apakah dia benar benar telah berhenti mengganggu Bella dan Jona.Dengan hati yang berdebar, Norma mengetuk pintu rumah Ronald. Saat Ronald membukakan pintu, Norma langsung melontarkan pertanyaannya dengan penuh kekhawatiran."Ronald, aku harus tahu apa yang terjadi," ucap Norma dengan suara gemetar. "Langkah apa lagi yang akan kamu ambil terhadap Bella dan Jona? Mereka sudah cukup lama hidup tenang."Ronald menatap Norma dengan serius, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Norma, aku harus jujur padamu. Aku sudah berhenti," ujarnya dengan tegas.Norma merasa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. "Bagaimana mungkin aku percaya padamu setelah semua yang sudah terjadi?" kata Norma dengan nada yang tajam.Ronal
Keesokan harinya, suasana di rumah Zhe terasa hening. Zhe masih tertidur, terpapar oleh kelelahan dan ketidakpastian. Namun, keheningan itu tiba tiba terputus oleh suara keras dari pintu depan.Kedatangan polisi yang tak terduga membuat Ronald. Laura yang pagi itu datang untuk menemui Zhe tak kalah terkejut. Mereka bingung dan khawatir, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun, kekhawatiran mereka mencapai puncaknya saat polisi meminta izin untuk memeriksa kamar Zhe.Dengan hati yang berdebar, Ronald dan Laura mengizinkan polisi masuk. Mereka menyaksikan dengan mata terbelalak ketika polisi menemukan paket kecil yang berisi narkotika di dalam laci meja Zhe.Ronald merasa dunianya hancur saat itu. Dia merasa bersalah karena telah menyia nyiakan kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Zhe. Laura, sementara itu, hancur karena melihat anaknya yang terperangkap dalam lingkaran kejahatan yang gelap.Tanpa berkata sepatah kata pun, polisi membawa Zhe pergi untuk diperiksa lebih lanj