"Iya, Bu," sahut Bella dengan singkat kepada Laura. Sambil memaksakan senyumnya. Padahal hatinya sedang tak nyaman oleh kehadiran Ronald."Kenapa, Ma?" tanya Ronald pada Laura."Ban mobilku bocor, Yah. Padahal tadinya kita mau ke cafe depan situ buat sarapan," jawab Laura."Ya udah. Aku anterin aja. Nanti setelah bannya diganti biar supir kamu nyusul ke cafe buat jemput kalian," ucap Ronald.Firasat buruk Bella ternyata benar terjadi. Yang tadinya dicemaskan benar. Bahwa Ronald akan menawari mengantar mereka sampai cafe. Ini semua benar-benar kebetulan yang menyebalkan.Berbeda dengan Laura. Dia senang bukan kepalang. Dan menganggap suaminya sebagai seorang pahlawan bagi dirinya. Kemudian ia memeluk suaminya."Yeay! Untung ada kamu, Yah," ucap Laura. "Makasih, ya. Sayang."Ronald terkekeh. "Iya. Sama-sama sayang," sahutnya. Sambil mengelus punggung istrinya. Namun saat melihat Bella seketika senyumnya menjadi luntur. Kemudian Ronald memalingkan muka.Laura kemudian mengurai pelukannya
Bella menghapus air matanya. Kemudian menoleh ke arah Laura. "Saya tidak kenapa-kenapa kok, Bu," jawab Bella berbohong."Kalau nggak kenapa-kenapa kok nangis?" tanya Laura. "Apa kamu kecapekan?" tebak Laura."Mungkin, Bu. Sedikit," kilahnya. Lebih baik beralibi seperti itu kan, daripada terus menerus ditanyai oleh Laura."Kalau begitu ke tempat Enzinya kita tunda aja, gimana?" tanya Laura. Ia lebih mementingkan kesehatan Bella daripada urusan pekerjaannya. Karena tak mau jika Bella sampai kenapa-kenapa."Tidak usah, Bu. Saya tidak kenapa-kenapa kok," jawab Bella."Kamu yakin?" tanya Laura memastikan."Saya yakin, Bu. Sangat yakin," jawab Bella. Ia tersenyum untuk meyakinkan Laura."Yasudah kalau begitu," ucap Laura. "Yang penting kamu jangan memaksakan diri ya. Aku nggak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama kamu," lanjut Laura."Iya, Bu Laura. Terima kasih atas perhatiannya," ucap Bella."Nggak perlu ngucapin makasih Bel. Udah seharusnya saya gitu. Kamu kan juga udah berusaha semaks
Alih-alih iba, Jona malah bersikap acuh Bella. "Bel. Kamu tidur ya?" tanyanya dengan santai. Kemudian ia mencebikkan bibir. Dia melewati Bella dan berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Tak peduli jika pingsan sekalipun.Selesai Jona mengambil minum, Bella masih pingsan. Hanya saja Jona tetap tidak menghiraukannya. Dan kembali ke kamar. Bukan menolong, Jona malah berpikir bahwa nanti juga Bella akan siuman sendiri.Saat Bella masih pingsan, ponselnya berdering berkali-kali. "Angkat Bella, angkat. Berisik tau!" teriak Jona dari dalam. Dia merasa terganggu.Karena ponsel Bella tak kunjung berhenti berdering akhirnya Jona menutup telinganya dengan bantal. Dan tak lama berhenti. Jona lega. Tetapi kini malah ponselnya yang berdering. Jona meraih ponselnya. Dan hendak mengangkat telepon. Namun ia terperanjat ketika melihat nama Laura tertera di layar. Firasatnya mulai tak enak. Jona takut Laura menanyakan soal Bella. Namun jika dihindari Jona pasti akan terkena masalah. Oleh sebab itu m
"Jona buka pintunya!" suruh Laura. "Sebentar, Bu," sahut Jona. Kemudian ia berlari secepat kilat menuju ke kamar Bella. "Bel. Bangun cepet Bel!" panggil Jona sambil mengetuk pintu. Sudah 2 kali mengetuk pintu, namun tak kunjung Bella membukanya. Sahutan dari pemilik kamar pun tak ada. Terpaksa Jona mengambil kunci cadangan yang ia simpan di lemari kamarnya. Lelaki itu kembali ke kamar Bella dan berhasil membuka pintu wanita itu. Matanya membelalak ketika menyaksikan kaos Bella tersingkap. Menampilkan perutnya yang rata, putih dan mulus.Jona menelan salivanya dengan susah payah ketika melihat keseksian tubuh Bella. Sebab dia adalah laki-laki yang masih normal. Munafik rasanya jika mengatakan dirinya tak tergoda sama sekali. Padahal baru sedikit yang terekspos. Tetapi ia segera menghilangkan pikiran tersebut. Mengingat pernikahannya dan Bella hanyalah pura-pura. Dia tak boleh punya perasaan apa-apa terhadap Bella."Tidur udah kayak kebo, nggak bangun-bangun," umpat Jona."Bella ban
"Udah, biar aku yang jelasin. " ucap Bella pada Jona. Dan lelaki itu menjawabnya dengan anggukan."Saya pucat mungkin karena kedinginan, Bu. Saya pas hamil ini paling tidak tahan dengan hawa dingin," jelas Bella. Pernyataannya memang ada benarnya. Namun saat ini pucat yang dimaksud bukan karena itu."Oh, iya benar. Kan habis hujan. Maka dari itu kamu jadi kedinginan." Jona menambahkan. "Berarti kamu sekarang harus lebih sering pakai baju hangat ya Bel," lanjutnya sambil manggut-manggut. "Nanti akan aku belikan kamu baju baru." Jona sampai harus membual untuk menutupi kebohongan.Bella memaksakan senyumnya. Setelah kebohongan Jona soal memberinya makan. Bahkan kini Jona harus berbohong soal membelikan baju."Pasangan muda kalau baru jadi pengantin baru gitu ya. Sweet banget. Kalian nikmati dulu deh masa-masa ini. Sebelum nanti repot punya anak," ujar Laura yang mengira Jona dan Bella seperti pasangan pada umumnya."Iya, Bu," sahut Bella yang kemudian terkekeh.Kemudian hujan turun begi
“Bu Laura,” ucap Jona dan Bella serentak. Kemudian mereka berlari ke pintu kamar. Bella hendak membukanya, namun Jona mencegahnya.“Tunggu dulu.”“Kenapa sih?” tanya Bella dengan nada sewot.“Bu Laura nanti pasti bakal nanyain penyebab kamu berteriak. Kamu memangnya mau jawab apa?” Jona bertanya balik.Bella menghela napas dengan kasar. “Udah itu biar aku yang pikirin. Minggir,” jawab Bella sambil menggeser tubuh Jona dari balik pintu.Kemudian Bella membuka pintu. Rasa penasaran Laura tak terbendung lagi. Ingin mengetahui penyebab teriakan tadi.“Bella kenapa tadi teriak sampai kenceng banget gitu?” “Itu, Bu Laura. Tadi ada kecoa. Saya jadi kelepasan teriak karena takut, hehe,” jawab Bella dengan gugup.“Astaga. Jadi karena kecoa?” Laura geleng-geleng kepala. “Sama sih. Aku juga bakal teriak kalau ketemu sama mahluk itu,” lanjut Laura. Badannya sampai menggeliat karena geli.“Maafkan kami karena sudah mengganggu tidurnya, Bu Laura,” ucap Jona dengan ekspresi wajah takut.“Ya udah, n
“Baju kamu kok kayak lecek. Padahal habis mandi. Kamu biasanya selalu rapi,” jawab Laura.“Oh. Itu karena saya belum sempat menggosok baju, Bu Laura. Jadi pakai seadanya saja,” jelas Bella. “Bu Laura tadi bilangnya mau masak. Mari, Bu,” ajak Bella. Bella berjalan mendekat. Sementara Laura bangkit dari tempat duduknya. Sebelum memasak, Laura meminta izin kepada Jona.“Jona. Aku pinjam dapurmu untuk aku acak-acak ya,” ucap Laura. Jona terkekeh. “Iya, Bu Laura. Silakan saja,” sahutnya. Setelah itu Laura dan Bella berjalan menuju ke dapur untuk memasak. Sebuah keterpaksaan, karena Jona tak suka keramaian di rumahnya.“Kita mau masak apa, Bu Laura?” tanya Bella. Saat mereka sudah di dapur.“Sup ayam aja. Aku paling suka sup ayam buatanmu,” jawab Laura.Bella tersenyum. “Terima kasih atas pujiannya, Bu Laura,” ucapnya.“Sama-sama,” sahut Laura. Kemudian Bella berjalan menuju kulkas. Ia mengambil bahan makanan yang dibutuhkan. Kemudian setelah itu memotong ayam, sayur dan lainnya.**Beber
“Saya menaruh barang-barang dan baju saya di kamar itu karena lemari di kamar kami sudah tidak muat, Bu Laura,” jawab Bella akhirnya.“Betul Bu Laura. Bella tak menyukai jika kamarnya terlalu sempit oleh lemari dan barang-barang,” sahut Jona.Padahal dulu Laura tinggal di kost yang kecil juga tidak masalah. Kenapa sekarang menjadi masalah. Pikir Laura. Tetapi tak diutarakan, karena itu toh urusan rumah tangga mereka.Laura hanya ber’o’ hingga bibirnya membentuk lingkaran. “Ya sudah kalau begitu. Aku pulang ya,” pamit Laura untuk kedua kalinya. Bella dan Jona kembali mempersilakan. Mengantar Laura sampai masuk mobil kembali. Kemudian menunggu hingga mobil Laura menghilang dari pandangan. Setelah itu mereka berdua masuk lagi ke dalam rumah. Kemudian menutup pintu agar bisa bebas dari drama yang mereka ciptakan.**Pasca Laura dibuatkan lagu oleh Enzi, ia menjadi sibuk. Mulai dari pembuatan video klip dan juga album. Seperti pagi ini. Laura dan teamnya harus berangkat ke pantai pagi-pagi