“Baju kamu kok kayak lecek. Padahal habis mandi. Kamu biasanya selalu rapi,” jawab Laura.“Oh. Itu karena saya belum sempat menggosok baju, Bu Laura. Jadi pakai seadanya saja,” jelas Bella. “Bu Laura tadi bilangnya mau masak. Mari, Bu,” ajak Bella. Bella berjalan mendekat. Sementara Laura bangkit dari tempat duduknya. Sebelum memasak, Laura meminta izin kepada Jona.“Jona. Aku pinjam dapurmu untuk aku acak-acak ya,” ucap Laura. Jona terkekeh. “Iya, Bu Laura. Silakan saja,” sahutnya. Setelah itu Laura dan Bella berjalan menuju ke dapur untuk memasak. Sebuah keterpaksaan, karena Jona tak suka keramaian di rumahnya.“Kita mau masak apa, Bu Laura?” tanya Bella. Saat mereka sudah di dapur.“Sup ayam aja. Aku paling suka sup ayam buatanmu,” jawab Laura.Bella tersenyum. “Terima kasih atas pujiannya, Bu Laura,” ucapnya.“Sama-sama,” sahut Laura. Kemudian Bella berjalan menuju kulkas. Ia mengambil bahan makanan yang dibutuhkan. Kemudian setelah itu memotong ayam, sayur dan lainnya.**Beber
“Saya menaruh barang-barang dan baju saya di kamar itu karena lemari di kamar kami sudah tidak muat, Bu Laura,” jawab Bella akhirnya.“Betul Bu Laura. Bella tak menyukai jika kamarnya terlalu sempit oleh lemari dan barang-barang,” sahut Jona.Padahal dulu Laura tinggal di kost yang kecil juga tidak masalah. Kenapa sekarang menjadi masalah. Pikir Laura. Tetapi tak diutarakan, karena itu toh urusan rumah tangga mereka.Laura hanya ber’o’ hingga bibirnya membentuk lingkaran. “Ya sudah kalau begitu. Aku pulang ya,” pamit Laura untuk kedua kalinya. Bella dan Jona kembali mempersilakan. Mengantar Laura sampai masuk mobil kembali. Kemudian menunggu hingga mobil Laura menghilang dari pandangan. Setelah itu mereka berdua masuk lagi ke dalam rumah. Kemudian menutup pintu agar bisa bebas dari drama yang mereka ciptakan.**Pasca Laura dibuatkan lagu oleh Enzi, ia menjadi sibuk. Mulai dari pembuatan video klip dan juga album. Seperti pagi ini. Laura dan teamnya harus berangkat ke pantai pagi-pagi
Bella menggelengkan kepalanya. “Saya, juga tidak tau, Bu,” jawabnya. Ia menjadi tak enak hati.Namun setelah Laura mengecek ponselnya. Ternyata mati karena baterainya lowbat. “Oh, pantas aja suamiku nelpon kamu, Bel. Ternyata ponselku mati kehabisan baterai,” benernya.“Iya, Bu,” sahut Bella. “Ini, Bu. Silakan dijawab,” ucapnya sambil mengulurkan ponselnya kepada Laura.Laura meraihnya. Kemudian sambil berjalan masuk ke dalam restoran, dia menerima telepon dari Ronald. Saat mereka sudah menemukan meja besar yang masih kosong. Semua duduk, kecuali Laura. Ia masih sibuk menerima telepon dari suaminya. Kemudian ia menutup mikrofon ponsel Bella sejenak. “Kalian pesan yang kalian suka ya,” suruhnya. Dan semuanya mengiyakan. “Jangan lupa charge ponselku, ya,” suruh Laura. Pada salah satu karyawannya. Kemudian salah satu karyawannya mengerjakan apa yang Laura suruh.Beberapa menit kemudian makanan tersaji di meja. Saat Laura masih menerima telepon dan berada tak jauh dari meja mereka. Lalu
“Maaf, Bu. Tetapi saya rasa tidak bisa. Karena mempunyai resiko yang tinggi untuk janin yang Anda kandung,” jawab bidan. Bella merasakan sesak menghimpit dadanya, mendengar jawaban dari bidan tersebut. Rasa panas bercampur dengan gatal membuat tanpa sadar meneteskan air mata. “Lalu saya harus bagaimana supaya bisa sembuh, Bu Bidan?” tanya Bella penasaran. Saat ini dia masih bisa berpikir positif bahwa dia bisa sembuh.“Saat ini yang bisa dilakukan hanyalah menghindari makanan atau sesuatu yang memicu alergi untuk tubuh, Ibu,” jawab Bidan. Kali ini Bella putus asa sudah. Seketika bahunya merosot. Namun akhirnya tak ada yang bisa Bella lakukan selain mengikuti ucapan bidan di depannya. Yaitu menghindari makanan yang berbau seafood.“Dalam keadaan sedang hamil seperti ini, memang harus banyak bersabar, Bu. Dan sementara saya hanya bisa memberikan resep vitamin untuk, Ibu,” jelas Sang bidan.Bella memutuskan untuk berlapang dada menerima semua ini. Dia rela berkorban demi anaknya. Meski
Lagi-lagi Bella harus dipusingkan dengan ulah ajaib Jona. Makanya menjadi pucat karena bingung harus menjawab apa. Kemudian ia mendekat ke arah Jona. Sambil menunjukkan bahwa dirinya sedang terhubung dengan sambungan video call dengan Laura.“Ada apa sayang? Bu Laura sampai kaget lho denger kamu teriak panggil aku,” tanya Bella dengan ekspresi wajah yang dibuat sabar dan senyuman yang manis.Mendengar nama Laura disebut matanya langsung mendelik. Kemudian ia berpura-pura bersikap manis kepada Bella, setelah Bella menunjukkan layar ponselnya kepada Jona. “Itu, Bu Laura. Saya tadi mencari obat demam. Karena saya sedang tidak enak badan. Dan karena tidak ketemu saya sedikit emosi,” jelas Jona panjang lebar. Dan berbohong tentunya. Karena bukan itu alasan utama Jona berteriak seperti itu tadi kepada Bella.Selain berupaya menjelaskan. Jona juga meminta maaf kepada Laura. “Maafkan saya ya, Bu. Kalau suara saya tadi sampai mengagetkan Ibu.”“Nggak kaget gimana. Kamu panggil istri kayak pang
Bella tak menyerah. Mengulurkan segelas teh yang dibawanya lebih dekat dengan wajah Jona. Namun Jona masih enggan.“Anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah boleh menumpang di rumahmu,” bujuk Bella.Jona akhirnya luluh. Meski dengan tatapan yang dingin ia meraih secangkir teh chamomile yang diulurkan Bella. Aroma harum menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Jona. Kemudian Jona menyeruputnya selagi hangat.Setelah menghabiskan setengah dari cangkirnya, Jona menjadi lebih tenang. Kemudian ia meletakkannya di atas lantai dengan perlahan. Bella masih ada di sana.“Kalau kamu mau, kamu bisa cerita ke aku tentang masalahmu. Aku nggak bisa jamin bisa bantu kamu. Cuma mungkin itu bisa sedikit mengurangi bebanmu,” ucap Bella. Berharap Jona mau berbagi cerita. Karena Bella merasa kasihan.“Kamu nggak perlu tau,” tolak Jona masih dengan nadanya yang dingin.Jona sudah berkata seperti itu. Bella merasa tak punya hak untuk memaksa. Ia kemudian mengangguk pelan. “Okey. Kalau gitu aku ngg
“Iya, Bu Laura. Saya ke sini untuk mengambil minum,” jawab Bella.“Kenapa nggak nyuruh pembantu?” tanya Laura.“Tadinya waktu Si Mbak menawarkan saya minum, saya belum haus, Bu,” jawab Bella.“Mungkin dia kelamaan nunggu kamu bersiap-siap, Sayang,” sambar Ronald.Laura manggut-manggut mengerti. Benar apa yang dikatakan oleh suaminya. Laura menyesalinya. Kemudian meminta maaf kepada Bella.“Iya juga ya. Kalau gitu maafin, aku ya, Bel,” ucap Laura dengan tulus.“Iya, Bu. Tidak apa-apa kok,” sahut Bella.“Kamu lagi mau buat apa, Yah?” tanya Laura. Sambil melihat cangkir kosong di tangan Ronald.“Aku ke sini untuk membuat kopi,” jawab Ronald.Laura hanya ber'oh’. Dan tak curiga kepada suaminya. Padahal awalnya dia ke sana niatnya hanya untuk mengejek wajah Bella yang terlihat mengenaskan. Hanya untuk meluapkan rasa sakit hatinya kemarin. Karena Bella telah bersikap tidak baik kepadanya. Namun karena takut kepada Laura. Ronald mengurungkan niatnya lalu membuat kopi sesuai alibinya tadi.K
Hasil dari tawar menawar yang berjalan alot tersebut menghasilkan keputusan Bella yang menang. Laura mengalah karena itu merupakan hak Bella menentukan keputusan untuk hidupnya.“Baiklah kalau itu keputusanmu. Aku nggak mungkin maksa-maksa kamu. Tapi kalau kamu butuh bantuan apapun jangan segan untuk hubungi aku, ya,” ucap Laura.Bella tersenyum. Dia lega karena akhirnya Laura tak marah atas keputusannya. Ia kemudian mengangguk. “Pasti, Bu Laura,” sahutnya. “Terima kasih, Bu Laura,” ucap Bella dengan tulus.Laura memundurkan kepalanya. “Terima kasih untuk apa?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Karena Bu Laura sudah baik kepada saya. Banyak membantu saya. Dan satu lagi. Terima kasih juga atas perhatian Bu Laura,” jawab Bella panjang lebar.Laura tertawa. “Kita kayak baru kenal aja sih, Bel. Aku kayak gitu karena kamu juga banyak bantu aku. Aku nggak akan jadi sebesar sekarang tanpa kamu.”“Pasti, Bu Laura,” sahut Bella.“Udah jam 9 lebih. Kita sarapan, yuk,” ajak Laura. Setelah meliha