Kaluna Maharani Atmaji Putri POVMalam ini aku merasakan nyeri di perutku setelah aku dan Ervin baru selesai berhubungan badan. Walau Ervin menggempur diriku dengan pelan dan tidak membabi buta, tapi aku tetap saja merasakan semua ini. Bahkan kini aku harus berdiam diri di dalam kamar mandi untuk waktu yang tidak sebentar. Tok....Tok ...Tok...."Lun, Luna...," Suara panggilan yang datangnya dari arah luar kamar mandi membuatku mengangkat pandanganku. "Ya?""Kamu lagi ngapain, lama banget di dalam?"Aku masih menahan rasa sakit di perut dan pelan-pelan aku berdiri dari posisiku yang sedang duduk di atas closet. Tanpa menjawab pertanyaan dari Ervin, pelan-pelan aku berjalan keluar dari kamar mandi.Ceklek....Aku membuka pintu kamar mandi dan aku berusaha untuk menyembunyikan apa yang aku rasakan saat ini. Aku tidak mau membuat Ervin panik lagi dengan kondisiku yang kembali drop seperti saat ini. "Lun, muka kamu pucat banget. Kamu sakit lagi?"Aku menggelengkan kepala pelan di had
Ervin Aditya POVMalam ini aku terpaksa menidurkan Eric di kursi tunggu pasien rumah sakit karena aku harus menghubungi orangtua Luna dan memberitahukan kondisi anak mereka saat ini yang akan segera menjalani tindakan kuretase secepatnya. Tutt... Tutt....Tutt....Aku masih terus mencoba menghubungi Mama Kartika namun sampai tiga kali aku menghubunginya, Mama tidak kunjung mengangkat teleponku. Mungkin karena ini tengah malam dan Mama sudah menyetel handphone miliknya menjadi silent. Kini aku mencoba beralih menghubungi Papa Risnawan. Semoga saja Papa belum pindah ke Surabaya seperti rencananya yang telah ia katakan kepadaku. Aku sedikit heran karena Papa sampai melarikan diri jauh-jauh dari keluarga hanya untuk menghindari Kimaya yang terus mencarinya namun juga tetap ingin mempertahankan prinsip bodohnya untuk tinggal bersama tanpa adanya ikatan pernikahan. Tutt....Tutt.....Tutt....Setiap suara nada sambung telepon terdengar, aku rasanya semakin tidak sabar. Aku bahkan harus
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVMalam ini aku tidak bisa tidur sama sekali. Rasa takut mulai muncul di dalam diriku. Apakah ini normal dirasakan para wanita yang akan menjalani proses kuretase? Malam ini aku sudah mulai dipuasakan sebelum besok pagi aku menjalani saat-saat mendebarkan itu. Aku belum memiliki pengalaman sama sekali dan aku harap ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya aku menjalaninya. Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri saat aku mendengar suara yang sudah aku dengar memanggil namaku. Saat aku menoleh, tampak sosok Papa yang sudah ada di dekat ranjangku dan kini ia menatapku dengan tatapan nanar. Aku bisa melihat Papa yang benar-benar menahan tanggul air matanya agar tidak jebol di hadapanku. "Papa." Aku mencoba tersenyum dan terlihat kuat di hadapannya. "Gimana keadaan kamu sekarang?""Alhamdulillah sudah lebih baik, Pa."Dan tidak lama berselang muncullah Mama bersama Ervin yang menggendong Eric. "Ma?" Panggilku pelan. Namun Mama yang terisak menahan
Ervin Aditya POVPagi ini aku menunggu Luna yang baru saja masuk di sebuah ruangan untuk menjalani prosedur kuretase. Aku sampai meminta kepada dokter untuk melakukan bius total pada Luna mengingat dirinya salah satu orang yang terlalu sering mengingat-ingat rasa sakit yang dialaminya. Dulu sebelum Eric lahir, ia sudah takut jika proses kelahiran anaknya akan lebih sakit dari tes-tes saat kami program hamil. Kini setelah Eric lahir dan Luna hamil kembali namun justru mengalami kejadian seperti ini, ia takut rasa sakitnya lebih parah daripada saat melahirkan Eric. "Vin," sebuah suara yang sudah aku kenal datang dari arah amping kiri. Saat aku menoleh tampak di sana Mama Kartika dan Tante Liz datang ke rumah sakit. Ya Tuhan....Aku lupa untuk memberitahukan kepada Mama agar tidak memberitahu kepada keluarga besarnya tentang semua kejadian ini. Dan kini sepertinya semua sudah terlambat karena Mama dan Tante Liz langsung menyerangku dengan berbagai pertanyaan tentang Luna. Aku hanya bis
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVCeklek....Aku menolehkan kepalaku saat mendengar ada orang yang membuka pintu ruanganku. Aku tersenyum saat melihat Ervin yang masuk ke ruanganku kembali. Sejak tadi kami belum memiliki waktu untuk berbicara berdua saja. Aku memilih diam hingga Ervin berhenti berjalan di dekat ranjang tempat tidurku dan ia langsung duduk di pinggiran ranjang. Kami masih sama-sama terdiam kali ini, tidak ada satupun dari kami yang bersuara hingga akhirnya aku menundukkan pandanganku saat merasakan Ervin yang sedang memegang tanganku dan ia taruh di atas pahanya yang berbalut celana jeans warna biru. "Better?" Hanya satu kata yang keluar dari bibir Ervin sore ini namun telah berhasil membuatku mengangkat pandanganku lagi untuk menatapnya. "Alhamdulillah," jawabku sambil menganggukkan kepala. "Setidaknya dengan kejadian ini membuat kita menjadi team yang lebih solid dalam menghadapi segala cobaan yang hadir di dalam rumah tangga kita. Semoga cukup sekali ini saja, Vi
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVSetelah beberapa hari di rumah sakit, akhirnya aku diijinkan pulang ke rumah. Walau sebenarnya aku tidak harus berlama-lama di sana, namun itu semua adalah kehendak Ervin dengan segala argumentasinya yang disetujui oleh rumah sakit. Saat kami tiba di rumah, suasana rumah cukup sepi. Eric tidak ada di rumah padahal yang aku rindukan adalah kehadirannya. "Vin, Eric dijemput dong. Aku kangen banget sama dia," kataku sambil mulai duduk di ranjang kamar tidur yang ada di kamar kami. Ervin yang baru saja meletakkan travel bag di atas meja yang ada di dekat walk in closet kamar kami, langsung membalikkan tubuhnya untuk menghadap diriku. Ia melipat tangannya di depan dada. "Eric lagi di rumah Omanya dan besok giliran Opanya sebelum pindah ke Surabaya. Aku rasa kalo aku ambil Eric sekarang Papa bakalan merasa diperlakukan tidak adil."Aku menghela napas panjang. "Tapi aku kangen sama dia.""Kondisi kamu masih belum stabil. Kalo kamu sudah sehat baru kamu aku
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Sejak siang hari, Ervin memilih meninggalkan aku untuk pergi ke tempat gym langganannya. Hingga sore ini pun dia belum pulang ke rumah. Aku tahu sebenarnya dia sedang menghindariku. Aku yang tetap teguh pada pendirianku untuk tidak memilih dari dua pilihan yang diberikan Ervin hanya bisa pasrah menerima konsekuensi atas kemarahan Ervin sambil berharap ia tidak akan lama kecewa dan marah atas tindakanku ini. Suara bel pintu rumah yang dibunyikan beberapa kali membuatku harus mengakhiri analisa laporan budget acara pernikahan salah satu klienku. Aku berdiri dari posisi dudukku dan keluar dari kamar. Sepanjang jalan aku turun ke lantai satu, bel tidak berhenti berbunyi. Entah siapa orang gila yang membuat gaduh dengan bermain bel itu. Aku semakin mempercepat langkahku untuk sampai di pintu depan dan membukanya. Ceklek....Saat pintu itu terbuka, sosok Hilda sudah ada di hadapanku dan kini ia membuka kacamata hitam keluaran rumah mode Dior yang membingka
Ervin Aditya POVAku tidak tau bagaimana bisa aku mengatakan hal segila itu kepada Luna tadi siang. Sejujurnya aku sendiri cukup shock dengan apa yang aku katakan kepadanya. Seketika muncul rasa takut di dalam hatiku jika pada akhirnya nanti Luna mengambil keputusan untuk memilih pekerjaannya daripada aku. Ah, aku bisa mati jika Luna memilih meninggalkanku dan membawa Eric bersamanya. Tolol. Lo bener-bener tolol, Vin. Aku terus mengatakan kata-kata itu di dalam kepalaku. Sepertinya kali ini aku benar-benar salah langkah. Tidak mau menjadi uring-uringan, aku memilih mengambil perlengkapan gym dan menuju ke tempat di mana aku menjadi member gym tersebut. Saat sampai di sana, aku langsung melakukan kegiatan yang biasa aku lakukan. Walau sudah lebih dari tiga tahun menjadi member di gym ini, namun terkadang masih saja ada orang yang berniat menggodaku. Shitt...Bukan aku sok percaya diri, namun aku adalah mantan laki-laki yang bisa di booking sehingga aku bisa membedakan mana perempuan