Ervin Aditya POV Malam hari aku dan Luna berdebat sebelum kami pergi tidur. Aku ingin Luna menggunakan lingerie yang aku belikan untuknya, namun Luna lebih memilih menggunakan celana hitam dan sweeter hitamnya. Aku tetap kekeh jika Luna harus memakainya. Aku sengaja membelikannya karena aku ingin melihat Luna memakainya ketika kami akan pergi tidur. Terserah mau bercinta atau tidak, aku ingin Luna menggunakannya. Aku tau, jika Luna memakainya pasti jatuhnya akan terlihat seksi sekali apalagi jika dilihat di kondisi kamar yang remang remang. Aku tidak tau jika aku berbakat juga membuat Luna mengalah dalam perdebatan kami dan akhirnya Luna lebih memilih mengganti bajunya dan menggunakan lingerie yang aku belikan untuknya. Sesuai ekspektasiku ketika aku melihat Luna memakainya. Dan aku tidak akan pernah berhenti membelikannya lingerie walau aku harus memaksa Luna memakainya. "Sudah aku pakai, sekarang aku mau tidur, besok kita pulang kan?" "Nggak, kita undur hari Senin pulangnya?" "
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi hari setelah kami sarapan dengan menu seadanya di apartemen, kami pulang menuju rumah ibu. Selama di perjalanan aku hanya duduk diam dan memperhatikan lalu lintas Jakarta. Sepertinya Ervin juga nyaman-nyaman saja dengan kesunyian yang terjadi di antara kami hingga kami sampai di rumah ibu. Aku masuk dengan Ervin yang berjalan di sampingku. Suasana rumah cukup gelap karena gorden yang ditutup sepenuhnya. Hingga akhirnya tiba tiba semua lampu menyala dan teriakan dari tiga orang orang yang aku kenal menghiasi rumah ini. "Surprise," teriak Hilda, Caramel dan Vanilla yang kini muncul di hadapanku. "Happy birthday, Luna." "Happy birthday, Mbak Luna." Aku mendapatkan ucapan selamat dari mereka bertiga dan aku langsung memeluk mereka bertiga bergantian. Tanpa sadar aku menitikkan air mataku. Papa Mamaku yang notabennya adalah orangtuaku saja tidak memberikan ucapan selamat ulang tahun padaku, mungkin mereka sudah lupa karena kesibukannya selama ini,
Ervin Aditya POV Sejak sampai di Jogja dua hari lalu, aku dan Luna sama-sama disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Bahkan setelah sholat subuh Luna langsung menuju meja kerjanya, sedangkan aku langsung membuka laptopku mengecek laporan kedai, dari mulai tagihan sampai stok disana. Biasanya kami akan makan bersama, namun sudah dua hari ini Luna lebih memilih untuk sarapan di kantornya. Ia bahkan berangkat ke kantor lebih pagi daripada biasanya. Malam hari pun ketika aku pulang ke rumah, Luna telah tidur lebih dulu daripada diriku. Baru dua hari saja rasanya aku sudah jauh dari Luna, padahal ketika kami di Jakarta kami bisa bersama sama dan merasakan kehadiran satu sama lain. Di hari Kamis, aku harus pergi ke Bali karena ada jadwal pemotretan selama dua hari disana. Aku berharap Luna bisa mengantarku ke Bandara. Namun ketika aku mengutarakan kepadanya, ternyata harapanku harus pupus. Aku harus membawa mobil sendiri dan aku parkirkan di parkiran mobil bandara. Ingin rasanya setia
Ervin Aditya POV Sabtu siang aku dan Luna berangkat bersama menuju rumah sakit dimana Robert membuka praktek. Untuk pertama kalinya aku melihat wajah cemas Luna. Tidak biasanya Luna seperti ini. Bahkan ia saja bisa santai ketika akan menikah denganku dulu. "Lun, kamu kenapa?" "Nggak kenapa-kenapa, Vin." "Kamu takut?" Luna hanya memaparkan senyumannya kepadaku tanpa menjawab. Aku menyadari ketakutan seorang wanita ketika ia harus mengecek kesuburannya, ketakutan bila dirinya tidak subur atau memiliki masalah di rahimnya yang menghambatnya untuk bisa hamil. Setelah perjalanan 30 menit, kami memasuki kawasan salah satu rumah sakit bertaraf internasional di Jogja. Dan sejujurnya aku ingin mengumpat, karena sulitnya mencari lahan parkir mobil di tempat ini. Bahkan kami harus parkir di sisi sisi jalan sepanjang halaman rumah sakit ini. Sudah sulit mencari lahan parkir, kami harus berjalan cukup jauh hingga kami memasuki gedung klinik khusus infertilitas.Bukan hanya poli Spesialis Obs
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Hati wanita mana yang tidak hancur mengetahui dirinya memiliki sedikit kekurangan di organ reproduksinya hingga membuatnya sulit untuk hamil. Bahkan untuk sekedar ingin hamil saja kami harus berkonsultasi dengan ahlinya. Sejujurnya jika aku boleh berkata jujur, hatiku hancur mendengar penjelasan Robert tadi. Bahkan Robert saja tidak bisa menjawab dengan pasti apakah aku akan memiliki peluang besar untuk hamil. Ya Tuhan, di usiaku yang sudah 33 tahun dan sedang berjalan menuju 34 tahun, aku harus di hadapkan pada kenyataan bahwa saat aku ingin hamil sel telurku saja bahkan berukuran lebih kecil daripada seharusnya dan tidak matang, yang menghambatnya untuk bisa di buahi. Selama perjalanan ke rumah, Ervin terus memberikanku semangat dan berkata bahwa kami bisa melaluinya dan kelak akan memiliki anak tapi dia tidak bisa menjawab ketika aku bertanya apakah dia akan menceraikanku ketika aku tidak bisa memberikan anak kepadanya. Dan ternyata laki laki dima
Ervin Aditya POV Aku tidak tau apa yang ada di pikiran Luna hingga dia bisa kembali menjadi Luna yang dulu aku kenal. Jika ini karena hasil pemeriksaan yang Robert lakukan tadi, aku lebih memilih untuk tidak melakukan pemeriksaan itu. Karena ketika aku menyatukan diriku kembali dengannya walau aku mendapatkan klimaksku, namun aku tau Luna tidak mendapatkannya malam ini. Sungguh aku merasa gagal menjadi seorang suami ketika istriku sendiri tidak merasa nyaman hingga tidak mendapatkan klimaksnya. Lebih dari hanya sebuah penyatuan diri, bagiku setiap kegiatan intimku dengan Luna adalah bentuk pengungkapan rasa sayang, cinta dan wujud syukurku karena memilikinya. Dengan dirinya aku tau, bahwa after sex dan pillow talk begitu berharga lebih dari saat kami melakukan penyatuan diri. "Lun...," aku memanggilnya setelah kami menyatukan diri selama dua jam dan berbagai gaya kami lakukan. Terutama gaya yang memungkinkan Luna bisa lebih cepat hamil seperti doggy style, gaya V, bahkan misionaris
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Setelah menunggu 30 menit dan Ervin tidak kunjung keluar dari kamar mandi pagi ini setelah aktivitas morning sex kami, aku jadi penasaran dengan apa yang dilakukannya. Karena bila ia sedang buang hajat, aku tau Ervin tidak akan selama ini. Dengan rasa penasaran itu aku sengaja masuk ke kamar mandi kamar kami. Ceklek.... Aku buka pintu kamar mandi dan aku melihat Ervin sudah ada di depan wastefel kamar kami dengan kedua tangan yang ia sandarkan di sisi sisi wastafel. "Kamu sudah selesai Vin mandinya?" Tanyaku sambil mulai masuk ke dalam karena aku melihat Ervin sudah menutupi area pinggul ke bawahnya dengan handuk putih polosnya dan aku segera menutup pintu kamar mandi. "Sudah." "Terus kenapa kok kamu kaya capek gitu ?" Kini aku sudah berdiri di dekat pintu sambil menyedekapkan tanganku di depan dada memandang Ervin yang masih di dekat wastafel yang masih tidak merubah posisinya sejak tadi. Oh Tuhan, punggung Ervin saja sudah bisa membuatku sesak
Ervin Aditya POV Aku tau Luna kurang nyaman ketika kami berkumpul bersama keluarganya di butik milik Ero tadi. Semua hanya karena pertanyaan yang aku tau itu adalah beban bagi Luna. Aku bahkan berusaha untuk menjaga perasaannya walau kami tetap melakukan promil sesuai instruksi dari Robert, tapi aku sebisa mungkin tidak menyinggung soal anak jika Luna tidak memulainya lebih dulu. Demi promil kami, bahkan Luna telah mengurangi jadwal pekerjaannya, beberapa job bahkan ia delegasikan kepada staf-nya. Kini ia hanya menangani event-event wedding yang benar-benar membutuhkan dirinya terjun langsung, misalnya seperti rencana pernikahan Juna dan Nada yang di gelar hampir seminggu penuh rencananya. Mulai dari pasang tarub, meminta ijin melangkahi Adam, siraman, lamaran, midodareni, ijab qobul bahkan resepsi dan ngunduh mantu. Aku bahkan sempat shock ketika melihat rancangan dekorasi dan menu yang Nada dan Juna mau. Namun sebagai WO Luna hanya bisa mengikuti semua keinginan klien terlebih l