Ervin Aditya POVSetelah kami pulang dari pantai Seminyak, aku dan Luna mampir membeli bahan makanan di salah satu swalayan. Mengetahui kebiasaan buruk Luna yang lebih menyukai delivery order daripada memasaknya sendiri, pelan pelan aku ingin mengubahnya. Selain lebih hemat, masakan rumahan juga kemungkinan lebih sehat karena kita tau bahan apa saja yang digunakan untuk memasaknya. Apalagi ketika kita menginginkan sesuatu misal diet atau program kehamilan yang makanannya benar benar harus di jaga."Vin, kenapa beli minyak kelapa murni bukan minyak goreng biasa?""Biar lebih sehat dan kamu lebih cepat hamil."Luna memandangku dengan pandangan yang sulit aku artikan."Kamu kenapa lihatin aku gitu?""Kenapa kamu pengen punya anak, Vin?"Deg....!!!Apakah aku menikahi seorang childfree?"Karena biar hidup makin lebih berarti, Lun. Akan ada yang sayang sama kita tulus selain pasangan, bahkan kita cintai melebihi cinta ke diri kita sendiri. Buat penyemangat hidup juga, kalo capek kerja liha
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Aku tidak tau apa salahku ketika aku mencoba untuk jujur kepada Ervin. Bahkan Ervin sampai melabeli diriku sebagai childfree. Padahal sejatinya aku bukan seorang childfree, namun aku memang belum siap memiliki anak, apalagi itu dari Ervin. Pernikahanku dengannya saja diawali dengan sebuah kontrak, walau Ervin bilang ia ingin permanen denganku, aku belum bisa mempercayainya seratus persen. Apalagi kami belum mengenal lama satu sama lain. Ervin bilang dia tidak akan menyentuhku. Baiklah, aku tidak masalah, justru itu suatu keuntungan untukku, tapi kenapa hati kecilku merasa sakit mengingat kata kata Ervin itu? Hari ini kami tiba kembali di Jogja dan langsung menuju rumah orang tuaku. Sebentar lagi, kami akan bisa pindah ke rumahku. Aku tidak perlu sekamar kembali dengan Ervin. Toh dia bilang tidak akan menyentuhku, berarti lebih aman kami pisah kamar tidur. Kehidupan kami masih normal seperti biasanya walau sudah tidak ada sentuhan, belaian, apalagi
Ervin Aditya POV 2 Minggu, ya 2 Minggu ini aku merasakan kembali rasanya jadi seorang lajang, bujang dan mungkin pertama kalinya menjadi 'duda'. Karena aku dan Luna sudah pisah kamar sejak kami tinggal di rumah pribadinya. Sejak awal aku sudah menduga kalo ini akan terjadi oleh karena itu, aku mengusulkan agar kami menyewa apartemen saja, dengan begitu aku akan tetap sekamar dengannya, berbagi tempat tidur, lemari, kamar mandi dan semuanya. Tapi usulku itu di tolak mentah-mentah oleh Luna, menurut Luna lebih baik uangku ditabung, dan jika sudah mencukupi lebih baik langsung membeli sebuah rumah. Gara gara usulku ditolak olehnya, kini hubunganku dan Luna laksana teman satu kontrakan daripada suami istri. Hubungan kami masih baik, namun tidak ada pelukan, ciuman, apalagi hubungan suami istri. Aku akui aku memang lebih sibuk saat ini dengan kedai kopi yang sudah mulai berjalan, bahkan sesekali aku harus pulang pergi Jogja Bali karena kontrak kerja yang aku tanda tangani dengan agensi
Kaluna POV Malam ini aku mengajak Ervin untuk hadir di acara lamaran Nada dan Juna. Ketika aku sampai di rumah Om dan Tanteku ini, aku melihat Ervin begitu takjub melihat dekorasi lamaran Nada yang sudah seperti orang nikahan ini saking mewahnya. Jika bukan karena aku menikah dengan Ervin secara dadakan, aku yakin dari acara lamaran hingga pernikahan pasti 11-12 dengan Nada dan Juna, apalagi aku seorang Wedding organizer. "Kamu santai saja, Vin. Keluarga aku orangnya nggak kaku." "Aku cuma sedikit minder saja, Lun dan itu manusiawi kalo lihat gimana keluarga kamu yang old money dan ningrat ini." Aku hanya menghela nafas panjang, kemudian aku lingkarkan tanganku di lengan kokoh Ervin. Mau bagaimanapun hubunganku dengan Ervin di depan semua orang aku harus tetap mesra dengannya. Apalagi penampilan Ervin malam ini, aku yakin cukup membuat para wanita meliriknya walau hanya beberapa detik. Ervin malam ini tampil dengan gagahnya menggunakan setelan resminya. Bahkan aku yakin sebagian
Ervin Aditya POV Sejak pulang dari rumah Tante Gendis dan bertemu dengan pria bernama Handi itu, Luna menjadi lebih pendiam dan seperti ada beban yang aku lihat di wajahnya. Bahkan di dalam mobil jika aku tidak mengajaknya untuk mengobrol, Luna lebih memilih untuk pura pura tidur. Ketika kami sampai di rumah, Luna langsung masuk ke rumah dan menuju kamarnya. Dengan perasaan yang sedikit kesal aku mengetuk pintu kamar Luna. Tok.... Tok..... Tok .... "Lun...." Tidak ada jawaban dari Luna, ketika aku coba buka pintu kamarnya, pintu kamar itu terkunci. Shitt!! Aku yakin ada sesuatu tentang Luna dan Handi yang tidak aku ketahui di acara tadi, karena mereka sempat mengobrol berdua cukup lama ketika sesi ramah tamah. Aku kemudian mencoba untuk mengetuk pintu kamar Luna lagi, namun tidak ada jawaban darinya. Dengan berat hati, aku tinggalkan pintu kamar Luna dan kembali ke kamarku. Karena aku masih memiliki pekerjaan untuk mengecek penjualan kedai kopiku hari ini juga stock bahan bah
Kaluna Maharani Atmaji Putri POVAkhirnya aku memilih untuk jujur kepada Ervin malam ini. Karena aku merasa sudah tidak kuat menahan semuanya sendiri apalagi jika mengingat perkataan Handi kepadaku tadi ketika acara lamaran Nada dan Juna. Sebagai wanita yang pernah ia tinggalkan aku sudah memaafkannya, namun bila ia mencoba merendahkan harga diri suamiku yang aku tau pada kenyataannya memiliki kualitas diri lebih baik daripada dirinya sebagai seorang laki laki, aku tidak akan tinggal diam. Aku justru bersyukur karena aku tidak jadi menikahinya. Memang tak ada gading yang tak retak dan aku pun menyadari kekurangan Ervin itu hanya satu, masa lalunya. Masa lalu yang mungkin tidak semua orang bisa menerimanya dengan ikhlas, tanpa menghujat apalagi berpikiran miring tentang dirinya.Aku kira Ervin akan sakit hati dan memilih meninggalkan diriku yang jelas jelas tidak secantik Retno. Bahkan Retno mungkin akan rela membayarnya berapapun yang Ervin mau. Aku harus membuat diriku untuk tetap bi
Ervin Aditya POV Pukul sebelas aku dan Luna telah sampai di depan salah satu ruang ICU rumah sakit swasta besar di Jakarta. Di dalam ruangan itu, bisa aku lihat sudah banyak alat yang di pasang di badan ibuku yang aku tidak tau fungsinya untuk apa. Di depanku, duduk Jani yang sudah tertunduk lesu, sedangkan Ranu ia titipkan kepada tetangga, karena tidak mungkin mengajak Ranu ke rumah sakit. "Jan," sapaku ketika melihat Jani begitu tertunduk diam. "Iya, Mas," kini Jani menatapku dan mata Jani sudah merah bekas menangis sejak semalam. "Kamu pulang saja. Biar Mas sama Mbak Luna yang di sini." Jani menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "nggak, Mas. Aku mau nungguin ibu. Bayu sudah aku telepon dan dia baru bisa dapat cutinya besok." "Kasian Ranu kalo kamu tinggal kelamaan. Nanti kalo ada apa-apa Mas telepon kamu," Aku masih berupaya membujuk Jani agar ia mau pulang. Bagaimanapun, aku takut jika Ranu terlalu lama di titipkan apalagi Jani seorang ibu menyusui yang mungkin keadaann
Kaluna Maharani Atmaji Putri POV Pagi ini aku membuka mataku lebih dulu daripada Ervin yang tidur di sebelahku. Aku masih merasakan pelukan tangan Ervin di pinggangku dan dada Ervin yang menempel pada punggungku. Sungguh aku tidak tega membangunkannya, apalagi setelah hampir seminggu ini adalah hari yang berat baginya. Namun bila aku merubah posisiku aku yakin Ervin akan bangun seperti biasanya. Untuk kali ini aku akan diam di posisiku hingga Ervin bangun dari tidurnya. Cupp.... Aku merasakan sebuah ciuman mendarat di keningku, aku hanya tersenyum kecil ketika mengetahui Ervin telah bangun dari tidurnya. "Good morning sweet heart." "Morning," sapaku pada Ervin, kemudian aku membalikkan badanku menghadap Ervin dan aku pegang pipinya. "Kamu tumben bangun lebih dulu dari aku?" Aku hanya meringis mendengar kata kata Ervin barusan. Karena sejujurnya aku bangun karena aku merasa tidak enak badan setelah seminggu ini aku di gempur dengan aktivitas yang amat sangat padat. "Bangun, sho