"Mendukungmu untuk apa? Merebut suami orang lain?" tuduh Tania. Selama menjadi manager dari Claudia, dia telah mengenal perempuan itu dengan baik. Kegilaannya saat menggunakan tubuhnya untuk menaikkan karirnya sudah dilarang oleh Tania. Akan tetapi, Claudia tetap melancarkan aksinya hingga dia sendiri terpuruk sendirian. Karier hancur dan keluarga tidak mempedulikan dirinya sama sekali. Tania masih setia mendampingi Claudia hanya karena mereka sahabat dari kecil. Jika tidak, dapat dipastikan dirinya juga meninggalkan Claudia. Emosi Claudia yang selalu meledak-ledak terkadang membuat Tania kesal, tetapi Claudia selalu dapat membujuknya untuk tetap tinggal di sisinya. "Kalau aku kembali pada Alex, hidup kita akan terjamin kembali. Mungkin aku dapat menjadi Brand Ambasador untuk perusahaan Alex. Walau perusahaannya bergerak di bidang properti, pasti tetap membutuhkan aktris untuk mengiklankannya, bukan?" ucap Claudia. "Apa belum cukup semua kejadian yang menimpamu setelah kejadian it
"Maaf, Nyonya. Tuan Alex tidak memberitahukan alasan kepergianya,. Jadi, saya tidak tahu ke mana beliau pergi," kata Felix dengan pelan. Felix melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Pria itu berkali-kali melirik ke arah Freya yang selalu memeriksa ponselnya. Kekecewaan tercetak dengan jelas di wajah Freya. Tidak ada yang dapat Felix lakukan, dia sudah beberapa kali mencoba menghubungi Alex, tetapi tidak dijawab. "Sudahlah, kamu tidak perlu memandangi ponsel terus menerus. Aku rasa Alex memang memiliki suatu hal penting karena itu dia tidak dapat menghubungimu," tutur Renata yang bosan melihat tingkah laku Freya. Freya menatap ke arah sahabatnya yang menampilkan muka masam. Wanita itu mengetikkan pesan untuk Alex terlebih dahulu karena sejauh ini Freya hanya menghubunginya tanpa meninggalkan pesan. Freya: Al, kamu ke mana? Hubungi aku ketika urusanmu sudah selesai! Aku menunggu pesanmu. I Love You! "Maafkan aku, Ren. Aku hanya cemas, beberapa kali menghubunginya, tetapi tidak d
Setelah keluar dari ruang rawat Claudia, Alex berhenti sejenak. Pria itu bingung menentukan harus kembali ke resort atau langsung pulang menuju apartemen. Dia memang sudah memberitahukan pada Felix untuk menyiapkan supir, jika Freya ingin kembali ke resort mereka. Akan tetapi, Alex khawatir Freya masih menunggunya karena kepergiannya tanpa pamit.Alex merogoh ponselnya yang dia letakkan dalam jasnya. Sambil berjalan menuju mobilnya, Alex mengaktifkan kembali ponselnya. Beberapa panggilan masuk terlihat dalam notifikasi ponselnya. Di antaranya dari Freya. Ketika Alex ingin menghubungi Freya ponselnya mati. "Sial! Mengapa ponselku mati di saat penting seperti ini?" rutuk Alex. Setelah berpikir sejenak, hari pun sudah larut malam akhirnya Alex memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Pria itu berharap Freya sudah kembali pulang ke apartemen mereka. "Pasti dia sangat kesal padaku yang pergi tanpa pamit! Aku sedikit menyesal karena harus berlama-lama menjenguk Claudia," gumam Alex, lalu
Freya menatap malas pada Alex. Dia masih kesal karena pria itu tidak memberi kabar tentang kepergiannya. "Buat saja sarapanmu sendiri!" seru Freya kemudian bangkit dari tempat duduknya. Alex menatap heran Freya yang terkesan menghindari dirinya. Dia bertanya-tanya alasan dari sikap istrinya itu. Freya menuju ruang tengah, lalu menonton serial favoritnya. Alex mengekori Freya hingga ruang tengah. Pria bertubuh sixpack itu belum mengenakan kaosnya. Freya menatap sekilas Alex yang seolah memamerkan otot abdomen padanya. "Bisakah kamu mengenakan bajumu?" tanya Freya dengan kesal. "Hmm... Apa kamu tergoda dengan tubuh sixpackku, Frey?" goda Alex sambil mendekat ke arah Freya. Wanita itu segera berdiri dan menghindari Alex, dia tidak boleh cepat luluh seperti sebelumnya. Alex harus mengetahui kesalahan yang diperbuat olehnya. Perasaan Freya telah dibuat campur aduk oleh pria angkuh itu seharian. Akan tetapi, dia menampilkan wajah tidak bersalah di depan Freya. Alex mencegah kepergian
"Ada apa, Frey?" tanya Alex yang melihat kepanikan di wajah istrinya."Kita harus segera ke rumah sakit, Kakek Brian harus melakukan operasi saat ini juga," jawab Freya mengambil tas tangannya. Alex mengambil kunci mobilnya, dia segera menyusul Freya yang telah lebih dulu pergi meninggalkan apartemen mereka. Kesibukan mereka dengan proyek pembangunan resort membuat lupa akan kondisi Kakek Brian. Beberapa hari, Alex tidak mengunjungi atau sekadar menanyakan keadaan kakeknya pada dokter. Rasa bersalah melanda hatinya, dia takut kondisi jantung kakeknya bertambah parah. Alex melihat Freya yang hendak menaiki mobilnya. Pria itu segera mencegah istrinya dengan kembali menutup pintu mobil Freya. "Apa yang kamu lakukan? Kita harus segera ke rumah sakit!" Freya menatap Alex dengan tajam melihat kelakuan suaminya."Kita pergi menggunakan mobilku. Bukankah kita sudah berbaikan? Tenanglah, Sayang! Jangan panik, oke?" ujar Alex sambil menggandeng istrinya menuju mobil Alex. Freya berusaha unt
"Operasi telah berjalan dengan lancar, kami akan melakukan observasi kemudian memindahkannya ke ruang rawat," ucap dokter memberitahukan keadaan Brian. Alex, Freya, dan Irene tersenyum lega. Setelah menunggu sekitar satu jam, Brian dipindahkan ke kamar rawat inap. "Apakah itu kamu, Irene?" tanya Brian dengan pelan. Bryan terperangah melihat Irene, dia tidak menyangka putrinya akan menjenguknya. Selama ini, Brian selalu menantikan kehadiran Irene. Dia tidak akan lagi mengatur hidup putrinya. Asalkan, Irene berjanji kembali pada keluarganya. "Iya, Ayah! Ini aku, Irene," ucap wanita yang masih terlihat cantik walau sudah memasuki kepala empat. Mata Brian memerah, pria tua itu tidak bisa membendung air matanya. Kerinduan pada putrinya begitu mendalam. Sepuluh tahun sudah Irene meninggalkannya, baru kali ini dia dapat bertemu dengan Irene. "Jangan meninggalkan Ayah lagi, Irene. Ayah takut tidak bisa melihatmu lagi! Maafkan Ayah, aku tidak akan menekanmu untuk menikah dengan pria pili
"Bukan dari siapa-siapa." Alex mematikan ponselnya. Pria itu menggandeng Freya menuju mobil untuk mencari makan malam mereka. Hari ini, mereka bahkan melewatkan makan siang karena rasa tenang menunggu operasi Brian."Apa kamu selalu bersikap seperti itu, Al?" tanya Freya pada suaminya.Alex mengeryitkan dahinya, heran dengan pertanyaan Freya. "Siap seperti apa maksudmu?" jawab Alex dengan sebuah pertanyaan."Mematikan ponsel ketika seseorang menghubungimu! Bagaimana bila panggilan itu adalah hal penting? Seharian kemarin kamu tidak menjawab panggilanku, pesanku pun tidak kamu balas!" ucap Freya dengan kesal.Hatinya masih dipenuhi dengan perasaan curiga karena sikap Alex yang tidak dapat dia prediksi. Kelakuan Alex yang seenaknya mematikan ponsel tidak luput dari perhatian Freya. "Apa kita masih harus membahasnya? Kemarin ponselku mati seharian, sehingga aku tidak bisa mengubungimu. Panggilan tadi memang tidak penting untukku, jadi aku tidak mengangkatnya," gumam Alex dengan sedikit
"Tidak! Aku hanya..." Ucapan Irene dipotong oleh Brian."Jangan menyembunyikan apa pun dariku, Irene. Beberapa tahun kamu telah hidup seorang diri tanpa keluarga mendampingi. Kamu bisa menceritakannya padaku, aku masih Ayahmu, bukan?" tanya Brian. "Aku pernah parah hati karena pria yang kucintai hanya mengincar harta kita. Itu salah satu penyebab aku tidak ingin dijodohkan dengan siapa pun," jawab Irene. Wanita itu mengenang masa lalunya, tidak ada yang dapat mengerti kegelisahan hatinya. Keluarga besar mereka menganggap wajar perjodohan. Akan tetapi, Irene tidak ingin terjebak dengan pernikahan seperti itu."Calon yang aku siapkan untukmu adalah pria yang mapan, tidak mungkin mereka mengincar harta kita, Irene!" tukas Brian."Sudahlah, Ayah. Tidak perlu repot untuk mengurusi hidupku. Saat ini yang terpenting adalah kesehatanmu. Ayah tidak ingin aku kembali pergi ke Prancis, bukan?" ucap Irene dengan nada mengancam. Brian terdiam mendengar ancaman Irene. Dia memilih untuk tidak mem