Melody menjauhkan tubuhnya dari Samudra ketika mendengar ucapan lelaki itu yang begitu menggelitik telinganya. Dengan bersentuhan seperti ini saja, jantung Melody sudah tak karuan. Bagaimana bisa harus membuat bayi bersama dengan Samudra? Itu hanya akan membuat nyawanya hilang seketika. Bukannya dia tak mau, dia hanya belum siap. Setidaknya, harus ada ucapan cinta di antara mereka. Itupun kalau Samudra bisa mencintainya. “Mau ke mana sih, Bu? Udah di sini aja. Enggak-enggak kalau saya mau perkosa Ibu.” Begitu kata Samudra dengan nada menggoda. Yang membuat Melody semakin bergidik ngeri. Perempuan itu segera saja bangkit dan duduk. “Bapak ini kenapa jadi ganjen gini, sih?” Melody tampak sedikit aneh saat menatap Samudra yang memeluk guling. Posisi mereka bahkan berhadapan sekarang. “Ngeri tahu nggak, Pak?” “Kan saya ganjen sama Ibu aja. Nggak-nggak kalau ganjen sama perempuan lain.” Sungguh, Samudra tampak kekanakan. Itu tidak terlihat kalau dia adalah Samudra. Sosok cuek dan dingi
“Mengejar sampai dapat.”Entah bagaimana, kata-kata itu terdengar begitu manis di telinga Melody. Dia bahkan tidak bisa bergerak dari tempatnya dan tatapannya mengarah lekat pada wajah Samudra. Entah kebaikan apa yang sudah dia lakukan di masa lalu sehingga bisa menikah dengan lelaki yang begitu hebat seperti Samudra. Dia masuk ke dalam sebuah keluarga kaya raya tapi dengan segala kerendahan hati yang luar biasa. “Menurut Bapak, apa suatu saat nanti saat saya sudah terlihat tua dan keriput, Bapak akan terpikat dengan perempuan lain?” “Aku rasa tidak.” Jawaban itu terdengar penuh dengan keyakinan. “Dalam garis keturunan orang tuaku, nggak ada yang namanya selingkuh.” Entah Samudra pernah mendengar cerita tentang kehidupan rumah tangga orang tuanya atau tidak, tapi dia mengatakan itu seolah keluarganya benar-benar bersih. Meskipun di masa lalu Vier tidak bisa dikategorikan selingkuh, tapi Violet mengambil Vier dari seorang perempuan yang jelas-jelas masih berhubungan dengan Vier.Mel
Melody diam-diam tersenyum ketika mengingat dua kata yang dilontarkan oleh sang suami kepadanya. ‘Istri Idaman’ benarkan dia cocok menyandang sebagai istri idaman? Toh dia bahkan belum melakukan banyak hal yang menunjukkan tentang itu. Hanya karena dia bisa memasak, apakah lantas dia bisa dikategorikan menjadi yang dikatakan oleh Samudra? “Mel, kamu lagi mikirin apa sih?” Bulatan kertas dilempar di meja Melody membuat perempuan itu tersadar dari lamunannya. Senyum yang tadi menghiasi bibir Melody itu kini hilang seketika. “Kenapa, Bang?”“Kamu dari tadi aku lihat senyam-senyum sendiri. Kerasukan ya? Atau lagi seneng?” Sepertinya, jiwa kekepoan Bian sedang menguasai dirinya. Bahkan lelaki itu tak lupa mengangkat kedua alisnya menggoda. Melody menggeleng, tapi wajahnya tampak sudah memerah. Dia malu karena godaan Bian. “Nggak ada apa-apa.” Begitulah jawaban yang diberikan setelahnya. Meskipun Bian masih menggodanya, tapi Melody sudah tidak lagi memedulikan lelaki itu. Kalau Melody
Setelah menikah dengan Samudra, Melody kini melihat sisi lain dari diri lelaki itu. Sering mengatakan kata-kata ‘manis’ yang tiba-tiba kepadanya. Sikapnya yang dingin selama ini pun terasa mencair dan memberikan rasa nyaman tapi mengejutkan. Seperti malam ini, lelaki itu mengelus kepala istrinya sebelum berlalu dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. “Good girl. Kamu memang pantas menjadi ibu dari anak-anakku.”Kata-kata itu seharusnya menjadi kalimat yang biasa saja. Tapi entah kenapa menjadi luar biasa jika Samudra yang mengatakannya. Samudra akan membuat Melody jantungan kalau dia terus-menerus seperti itu. Melody kini menyadari, jika laki-laki yang tampak tidak peduli itu justru menyimpan banyak kejutan yang luar biasa. “Melody, sampai kapan kamu akan di sana. Cepat tidur, besok pagi aku ingin ke kebun teh dan kamu harus menunjukkannya mana yang milikmu.” Melody sedikit cemberut sebelum menuruti suaminya. Naik ke atas ranjang, dan dia segera memejamkan matanya. Tidak memerluka
Kedatangan Samudra dan Melody di desa itu benar-benar menarik perhatian warga. Orang-orang yang bekerja dengan orang tua Melody tentu saja berada di pihak Melody dan mengucap syukur karena Melody mendapatkan suami lebih dari Tama. Sebagian orang tentu sudah mengenal Tama dan keluarganya adalah orang-orang yang manipulative. Tapi tentu saja banyak orang yang masih membela keluarga tersebut.“Mbak Mel, Bibi beneran bersyukur deh kalau memang begitu ceritanya. Orang-orang di sini banyak yang ngomongin Mbak Mel.” Melody kini sedang bersama dengan para pekerja sang ayah, ada salah satu yang bertanya tentang kejadian penggerebakan yang terjadi kepada Melody. Tentu mereka ingin tahu kebenarannya. Namun ada juga yang ingin membandingkan cerita versi orang tua Tama yang kini sudah menyebar di desa, yang kebanyakan menjelek-jelekkan Melody. “Aku sih nggak peduli kalau orang nggak percaya ya, Bik. Tapi memang itulah yang sebenarnya. Pak Samudra itu sebenarnya bosnya aku. Tapi gara-gara masalah
Semua orang yang mendengar penuturan Samudra seketika terkejut. Pun, orang tua Tama. Mereka pucat pasi tak karuan. Selama ini, Tama dan orang tuanya membangun kepercayaan kepada orang-orang di sekitarnya dengan melakukan hal-hal yang baik. Tapi ternyata kini kedoknya terbongkar dan Tama melakukan kecurangan yang luar biasa. Korupsi bukan perkara ringan. Pantas kalau dia mendapatkan balasan dengan kurungan penjara. “Kamu jangan memfitnah ya.” Begitu ibu Tama mengelak. “Mana mungkin Tama melakukan hal tercela seperti itu? Dia adalah anak baik-baik.” “Jadi maksud Ibu saya yang mengambil data yang salah?” Samudra menanggapi dengan santai. “Asal Ibu tahu, orang-orang yang menyelidiki tentang permasalahan Tama adalah orang-orang yang profesional. Jadi itu tidak mungkin keliru.” Kedua orang tua Tama tak bisa berkutik karena ucapan Samudra. Riak wajah mereka semakin keruh luar biasa. Mereka terdiam tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Kesombongan yang tadinya tampak jelas di depan ora
Samudra menggigit bibirnya gemas saat mendengar panggilan ‘Mas Samudra’ keluar dari bibir Melody. Demi Dewa Neptunus yang sedang terombang-ambing di atas laut, Samudra sekarang merasa bahagia luar biasa. Terlebih lagi ketika dia melihat wajah Melody yang seperti kepiting rebus. Merah luar biasa, menambah rasa gemasnya berkali-kali lipat. “Ulangi lagi!” Samudra kembali memasang ekspresi serius saat mengatakan itu. “Aku nggak denger.” Melody tak ingin membuat masalah dengan Samudra dan memilih untuk melakukan permintaan sang suami. “Mas Samudra. Udah puas sekarang?” Melody cemberut karena merasa dikerjai oleh lelaki yang sudah menikahinya selama beberapa hari ini. Samudra bahkan menunjukkan seringaian menggoda. Melody berdiri dari duduknya. “Ayo keluar, sebentar lagi makan siang.” Samudra mencekal tangan Melody sampai perempuan itu mendarat di pangkuannya. “Bapak mau ngapain?” Kembali lagi panggilan itu. “Maksudku, Mas Samudra mau ngapain?” ucapnya mengoreksi. “Kamu sudah mencoba
Dua hari berada di kampung halaman terasa begitu cepat. Pada akhirnya, Melody dan Samudra harus kembali bekerja saat senin kembali datang. Namun yang menjadi sebuah hal special adalah Melody hari ini memasak dan membawa bekal untuk makan siang. Tentu saja untuk dua porsi. Dirinya dan Samudra. “Masak?” Begitu tanya Bian kepada Melody. “Iya,” jawab Melody.“Dan kamu nggak bawakan juga buat aku?” Melody berkedip pelan. Senyumnya kecil tersemata indah di bibirnya. “Sorry, Bang. Aku beneran cuma buat dua porsi aja.” Dan dengusan pelan terdengar di telinga Melody, membuat Melody tak enak hati. Untuk merayu rekan kerjanya tersebut, dia lantas menawarkan sesuatu.“Aku akan membuatkan untuk Abang besok. Sekarang, Abang boleh memesan apa pun dan aku yang akan membayarnya.” Siapa yang akan menolak penawaran menyenangkan seperti itu. Tentu saja tanpa menawarkan dua kali, Bian segera mengangguk. Senyum lebarnya tampak jelas di bibirnya. Bian dengan tak tahu malunya mengulurkan tangannya untuk