Vier menatap langit-langit kamarnya dan terus mengingat ucapan ibunya yang mengejutkan. Semudah itukah perubahan pikiran ibunya tentang Violet? Vier bukannya tidak percaya dengan semua yang baru saja didengar, tapi dia masih ragu. Bagaimana kalau tiba-tiba ibunya tidak sungguh-sungguh dengan perubahan yang ditunjukkan? Namun semua hal itu harus dibuktikan dengan kedatangan Violet ke rumahnya. Tapi untuk sekarang, dia tak bisa meminta Violet untuk datang sampai satu minggu ke depan karena kesepakatan sudah disetujui. Keesokan harinya ketika dia baru saja sampai di ruangannya, hembusan nafasnya berat. Biasanya, saat pagi hari seperti ini dia akan bertemu dengan Violet sebelum mereka bekerja. “Pagi, Pak.” Sekretarisnya masuk dengan membawa tumpukan map. “Ini dokumen dari Ibu Violet yang harus Bapak periksa.” Vier merasa semakin lelah melihat dokumen-dokumen itu di atas mejanya. “Apa ada meeting hari ini?” tanya Vier setelahnya. “Kalau ada, tolong kamu cancel dulu untuk dua hari ke d
Violet sedang berjalan dengan langkah pasti ketika memasuki gedung kantornya. Kantor dalam keadaan hening karena semua orang tengah bekerja. Alih-alih pergi ke ruangannya, Violet memilih ke ruangan Vier. Namun saat dia baru saja sampai di depan meja sekretaris, dia berhenti. “Bapak ada di dalam?” tanyanya. Sekretaris itu berdiri dan menjawab dengan sopan, “Ada, Bu. Tapi ada seorang tamu,” katanya.“Siapa?” “Dia seorang lelaki. Ini pertama kalinya saya melihatnya.” Violet mencoba mencerna dan bertanya pada dirinya sendiri siapa kira-kira orang tersebut. Karena ruangan Vier yang besar, dia tak bisa mendengarkan apa pun yang dibicarakan dari dalam sana. “Apa menurut kamu mereka sedang membicarakan pekerjaan?” “Tidak, Bu. Orang itu datang tanpa membuat janji terlebih dulu. Dia bernama Devan.” ‘Kenapa tidak mengatakannya dari tadi?’ batin Violet, namun dia hanya mengangguk dengan santai sebelum membuka pintu Vier dan mengejutkan dua orang di dalamnya. Vier dan Devan menoleh bersama
Violet sedang berjalan dengan langkah pasti ketika memasuki gedung kantornya. Kantor dalam keadaan hening karena semua orang tengah bekerja. Alih-alih pergi ke ruangannya, Violet memilih ke ruangan Vier. Namun saat dia baru saja sampai di depan meja sekretaris, dia berhenti. “Bapak ada di dalam?” tanyanya. Sekretaris itu berdiri dan menjawab dengan sopan, “Ada, Bu. Tapi ada seorang tamu,” katanya. “Siapa?” “Dia seorang lelaki. Ini pertama kalinya saya melihatnya.” Violet mencoba mencerna dan bertanya pada dirinya sendiri siapa kira-kira orang tersebut. Karena ruangan Vier yang besar, dia tak bisa mendengarkan apa pun yang dibicarakan dari dalam sana. “Apa menurut kamu mereka sedang membicarakan pekerjaan?” “Tidak, Bu. Orang itu datang tanpa membuat janji terlebih dulu. Dia bernama Devan.” ‘Kenapa tidak mengatakannya dari tadi?’ batin Violet, namun dia hanya mengangguk dengan santai sebelum membuka pintu Vier dan mengejutkan dua orang di dalamnya. Vier dan Devan menoleh
Suasana di dalam mobil Vier terasa hening. Tidak ada dari dua orang yang ada di dalamnya membuka mulutnya untuk berbicara. Violet menikmati pemandangan di luar mobil sedangkan Vier sedang fokus menyetir. Lampu merah menyala dan Vier menghentikan mobilnya. Lelaki itu menoleh ke arah Violet dan kemudian bertanya, “Kamu masih capek?” Tangan Vier mengelus puncak kepala Violet dengan lembut membuat Violet menoleh ke arah Vier. Perempuan itu menggeleng. “Nggak.” Jawaban itu cukup singkat. Setelah mereka menghabiskan waktu di ruangan Vier, Vier mengatakan tentang permintaan ibunya yang ingin bertemu dengan Violet. Namun dia sama sekali tak menjelaskan apa pun tentang hal tersebut. Maka Violet tidak menolak ketika Vier memintanya untuk pergi ke rumahnya. Gugupkah Violet? Tentu saja ada sedikit perasaan seperti itu. Tapi itu tak banyak. Hanya sedikit yang dirasakan di dalam hatinya. Setengah jam kemudian, mereka sampai dan keduanya keluar dari mobil untuk masuk ke dalam rumah Vier. “
Habis gelap terbitlah terang. Itulah kata pepatah. Setelah semua hal buruk yang terus menyerang hubungan Vier dan Violet, maka kini mereka mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara. Setelah pertemuan itu, Vier mengantarkan Violet ke apartemen dan senyumnya tidak luntur dari bibirnya. Dia bahagia dengan perubahan ibunya yang tidak tanggung-tanggung. Meskipun belum ada interaksi yang begitu besar antara keduanya, tapi tentu saja, dengan mereka saling berbicara tanpa ada ucapan sinis satu sama lain adalah awal yang baik. “Aku kalau nikah sama Abang, aku nggak mau ada acara besar-besaran. Cukup dengan orang-orang khusus seperti keluarga dan teman baik.” Vier yang sedang meminum kopi yang baru saja dibuatkan oleh Violet itu tersedak mendengar ucapan Violet. Namun si pelaku hanya menoleh dengan ekspresi aneh sebelum menepuk punggung Vier dengan lembut.“Kenapa nggak hati-hati?” katanya dengan lembut. “Sakit nggak?” Butuh waktu beberapa waktu untuk meredam batuknya dan panas yang menjalar
Tidak ada yang lebih melegakan ketika sebelumnya kamu diperlakukan kurang baik oleh calon mertuamu, dan sekarang justru hubungan itu sangat baik dari sebelumnya. Violet merasa lega karena kesabarannya membuahkan hasil yang baik. Dia tak pernah menyangka dia akan berada di posisi seperti sekarang. Bu Sarah tidak pernah lagi mengatakan hal-hal yang berbau sarkasme dan bahkan mereka bisa keluar bersama sekedar untuk berbelanja bulanan. Meskipun hubungan itu sudah baik, bukan berarti tidak ada perdebatan antara mereka. Bahkan karena memilih sayur saja, keduanya tak ingin mengalah satu sama lain.“Mama berharap dan berdoa semoga ini adalah pernikahan kamu yang terakhir.” Hari ini adalah hari pernikahan Violet dan Vier. Seperti yang diinginkan oleh Violet sebelumnya, pernikahan itu adalah pernikahan sederhana yang hanya mengundang sahabat dan keluarga yang jumlahnya bahkan tidak ada seratus orang. Setelah lamaran yang dilakukan sebulan lalu, pernikahan itu dipercepat. Alih-alih Violet at
Violet meringkuk di dalam dekapan Vier saat malam sudah hampir pagi. Mereka benar-benar bekerja keras malam ini. Keduanya tidak ada yang berbicara bahkan Violet sudah tidak bisa menggerakkan tubuhnya saking lelahnya. Vier yang merasakan nafas teratur istrinya di kulitnya hanya tersenyum kecil. Violet mengatakan tidak akan menunda untuk memiliki anak, sehingga mengharapkan memiliki malaikat kecil datang ke kehidupan mereka secepatnya. “Jangan gerak, Bang.” Violet bergumam ketika Vier mengubah tubuhnya berbaring miring. “Kenapa?” tanya Vier. “Abang ganggu istirahatku. Abang ini lah. Aku nggak bisa tidur kalau nggak mandi.” “Kalau gitu, ayo mandi.” “Badanku rasanya remuk.” Violet membuka matanya kesal, namun alih-alih tatapan sinis yang dikeluarkan, itu hanya tatapan sayu yang menggelikan. Vier terkekeh-kekeh sebelum kembali memeluk Violet. Dan itu membuat Violet melingkarkan tangannya di pinggang sang suami. “Aku mau tanya sama Abang,” kata Violet dengan parau. “Ini benar-benar pe
“Kapan balik?” Violet bertanya pada Candy ketika mereka menunggu pesanan makan malam datang. Candy datang sendirian alih-alih bersama dengan Raka. Menurut Candy, hubungannya dengan Raka sedang kurang baik setelah kejadian pertemuan dengan orang tua Raka. Violet tidak memberikan tanggapan yang lebih melihat Candy tampaknya kurang suka membahas masalah kisah asmaranya. “Aku akan balik lusa. Aku hanya memiliki waktu satu minggu dan harus segera kembali.” “Kenapa kamu pulang kalau memang nggak punya cukup waktu?” tanya Violet. Bukannya dia tak suka Candy datang jauh-jauh untuk menemuinya, tapi dia merasa kasihan kepada temannya yang harus bolak-balik dan itu pasti melelahkan.“Sebenarnya udah terlanjur. Tadinya aku minta waktu sebelum itu, tapi jadwal di hari pernikahanmu itu sangat padat. Akhirnya aku tetap mengambil libur satu minggu itu setelahnya. Hitung-hitung aku akan punya waktu untuk pulang. Setelah ini waktunya akan panjang di sana.” “Jadi, kamu beneran akan lama di luar nege