Haloo, berhubung updatenya kali ini molor banget. Supaya ga lupa sama alur ceritanya, disarankan untuk membaca dulu part sebelumnya 😁Terima kasih 💚----Someone says, you can run from love, but love will find you and make you fall into it.Mungkin pepatah inilah yang tengah Zora rasakan sekarang. Sebab, bila diingat lagi ke belakang, siapa yang menyangka kalau skenario hidup gadis itu akan berjalan seperti ini. Maksudnya, jatuh cinta atau mungkin situasi yang lebih tepat adalah, membalas cinta Nevano merupakan suatu hal yang tak pernah ada dalam rencana maupun ekspektasi seorang Zora Kaureen.Jika dulu nama Nevano Abraham secara magis mampu mengaktifkan seluruh sensor-sensor kebencian yang ada dalam tubuh Zora. Maka sekarang, nama tersebut justru mampu membuat hatinya berdebar dan dipenuhi kupu-kupu beterbangan. Konyol sekali, bukan?Barangkali takdir memang sedang melakukan lelucon atas hidupnya. Namun yang jelas, pada hari ini, detik ini, dan di titik ini, Zora tak bisa lagi mem
"Levi!"Seruan itu berhasil menarik atensi Levi yang baru saja keluar dari gedung rumah sakit. Dilihatnya Evelina bersama Kinanti berdiri di sebelah mobil sedan warna silver metalik tak jauh dari pelataran parkir.Pemuda itu menghela napas, lantas mematri langkah menuju kedua wanita yang masih menatapnya dengan senyuman di wajah."Ada apa? Kenapa bisa tiba-tiba kemari?" Levi serta-merta bertanya begitu sampai. Ada keengganan yang terselip dalam nada suaranya."Kan Mamah sudah bilang tadi pagi mau ke sini sama Evelina untuk lihat apartemen baru kamu, sekaligus cek gaun buat hari Sabtu nanti," sahut Kinanti sambil berdecak. "Kamu nggak lupa 'kan sama anniversary hotel keluarga Evelina hari Sabtu ini?"Levi sekali lagi mengembuskan napas pelan. Ia memang sudah mendapatkan apartemen baru yang berlokasi tak jauh dari rumah sakit dan pemuda itu baru teringat kalau Kinanti memang sempat mengirim pesan padanya saat ia sedang memeriksa pasien. Pemuda itu terlupa untuk membalas dan akhirnya sek
"Zia, semua barang-barang kamu udah dimasukin ke dalam tas?" tanya Zora pada adiknya seraya memeriksa tas ransel yang entah sudah berapa kali Zora periksa."Iya udah, Kak. Lagian 'kan Kakak yang beresin tas aku dari tadi," jawab Zia, memandang sang kakak dari atas brankar sambil geleng-geleng.Zora meringis. Apa yang diucapkan adik perempuannya itu benar adanya. Sejak tadi ia sibuk beres-beres perlengkapan Zia karena hari ini adalah hari kepulangan Zia ke rumah. Sebenarnya besok pagi jadwal Zia keluar rumah sakit. Namun, Zia terus-terusan merengek meminta pulangnya dipercepat lantaran takut perintilan Boygroup kesayangan yang dipesannya waktu itu keburu sampai di rumah sebelum ia pulang. Jadi, setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat Zia serta bagaimana pengarahan Discharge Planning* (Kesiapan Pulang Pasien) berjalan sesuai petunjuk mereka, maka keinginan Zia untuk pulang lebih awal dari ketentuan pun dikabulkan. Lagipula tes-tes kesehatan yang dilakukan Zia juga menunjukan h
"Ada apa? Kita mau ke mana?" tanya Nevano heran.Zora tak menjawab. Ia terus menarik Nevano menyusuri lorong. Gadis itu tidak ingin Nevano sampai bertemu dengan Levi. Rasanya sudah cukup melihat kedua kakak beradik itu selalu bertengkar tiap kali bertatap muka. Jadi jelas membawa Nevano menjauh adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan saat ini.Zora mengajak Nevano berbelok ke arah kanan. Kemudian, gadis itu membuka salah satu pintu yang ternyata membawa mereka ke tangga darurat rumah sakit."Kenapa kita ke sini?" tanya Nevano yang tentu saja masih kebingungan. Dipandanginya gadis itu dengan alis bertautan.Yang ditanya cuma berdiri mematung seraya memasang raut tegang. Saat ini posisi keduanya saling berhadap-hadapan, sementara tangan Zora masih saja memegangi lengan Nevano erat. Tiba-tiba senyum smirk Nevano mencuat. "Kamu sengaja ke sini mau ajak aku mojok? Masih pagi loh, Sayang."Kalimat itu segera menyadarkan Zora. Gadis itu buru-buru melepas lengan Nevano yang masih ia pegang,
Setelah selesai mengantar Zia pulang ke rumah. Zora bersiap-siap untuk pergi ke kantor lantaran waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat.Gadis itu bergegas keluar kamar begitu telah rapi mengenakan setelan kemeja serta rok span hitam pendek yang sedikit di atas lutut. Ada belahan juga di sisi samping yang sebenarnya membuat Zora agak risih.Rok ini adalah rok lama yang dulu pernah Zora pakai sewaktu menjadi SPG untuk sebuah produk kosmetik. Ia tak menyangka rok ini masih muat, meski agak sempit di bagian pinggul. Zora terpaksa harus memakainya lantaran pakaian kerjanya sedang berada di laundry dan ia belum sempat pergi mengambil."Zia, Kakak pergi kerja dulu, ya?" pamit Zora kepada Zia yang saat ini tengah berada di dalam kamar.Walau sudah dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang, Zia masih harus banyak istirahat sampai beberapa waktu ke depan. Luka bekas operasinya pun belum sepenuhnya kering."Iya, Kak," sahut Zia, menoleh sejenak dari kegiatannya menulis sesuatu di buku.Zor
Sepanjang perjalanan Zora dan Nevano tak saling berbicara. Zora lebih memilih untuk membuang pandang ke jendela daripada menatap pemuda yang duduk di sampingnya itu.Ketika di pertengahan jalan, tiba-tiba Nevano membawa mobilnya berbelok ke sebuah Departemen Store. Lalu memarkirnya di basement. Ia melepas seatbelt dan kembali menatap Zora yang cuma bergeming sejak tadi."Itu dompet kamu." Sekonyong-konyong, Nevano melemparkan sesuatu ke atas pangkuan Zora.Zora tersentak dan menoleh. Dipandanginya sebuah dompet berwarna merah burgundy di atas pangkuan dengan alis bertautan. "Kenapa bisa ada sama kamu?""Nanti aja ngebahasnya." Nevano menyahut dingin. "Aku udah isi kartu kredit dan uang tunai ke dalam dompet kamu. Pake uang itu untuk beli pakaian yang bagus. Beli rok dan celana panjang sebanyak mungkin supaya kamu nggak perlu lagi pamer-pamer aurat di depan laki-laki lain."Semula, Zora hanya tertegun mendengar penuturan itu. Ia lantas buru-buru memeriksa dompet. Benar saja. Banyak se
Dentingan lembut piano adalah hal pertama yang menyambut kedatangan Nevano ke dalam restoran bintang 5 bergaya Prancis di bilangan pusat kota Jakarta tersebut. Pemuda itu berjalan tegap mengikuti sang manager restoran yang sedang memandunya menuju meja yang telah dipesan oleh papanya.Sepanjang perjalanan kemari, Nevano menebak-nebak apa yang sedang papanya rencanakan. Tidak mungkin ini cuma sekedar makan malam biasa. Mengingat ia sampai dijemput oleh Pak Hendris agar tidak bisa lagi menghindar. Padahal, Nevano sudah berjanji ingin menemui Zora malam ini dan terpaksa harus tertunda.Pemuda itu tertegun ketika telah sampai di salah satu meja yang terletak agak privat dari meja lain kala melihat sosok Lexa sudah duduk manis di salah satu kursi."Lexa?" gumam Nevano serta-merta. Ia mengelilingkan pandang. Tak ada papanya. Tak ada Adi Nugraha. Tak ada siapa-siapa selain mereka berdua.Apa-apaan ini?Lexa mengangkat wajah dan menatap Nevano datar. Ia menyunggingkan senyum tipis sebagai bent
"Tuan, Nevano! Tuan Muda!" panggil Pak Hendris ketika Nevano berjalan cepat menuju mobil sedannya yang terparkir di pelataran parkir dengan wajah kelam menahan emosi."Tuan!" panggil pria itu lagi lantaran Nevano tak menggubris. "Tu—""Mana kunci mobil?" Nevano tiba-tiba berbalik seraya mendelikkan mata. Satu tangannya menengadah di hadapan pria yang merupakan sekretaris pribadi papanya itu."Tuan Muda mau ke mana? Bukannya acara makan malamnya belum selesai?""Gue mau ketemu papa. Minta kunci mobilnya.""Tapi, Tuan—""Minta kunci mobilnya!" bentak Nevano habis kesabaran. Dicengkeramnya kerah kemeja Pak Hendris dengan kasar.Pria itu spontan mengerjap kaget, lalu dengan gugup merogoh saku celana panjangnya dan memberikan kunci mobil yang Nevano minta.Nevano dengan sigap mengambil benda itu dari tangan Pak Hendris seraya melepas cengkramannya. Sebelum masuk ke dalam mobil, pemuda itu kembali bertanya, "Di mana papa sekarang? Apa dia ada di rumah?""Ya, Tuan. Papa Tuan saat ini sedang