Candy tidak tahu mengapa Robert meminta data sebanyak itu, satu hal yang pasti adalah Candy tidak bisa berikan apa pun karena teman yang ia sebutkan tidak nyata dan tidak lebih dari alasan demi menghindari masalah. “Untuk apa?” tanya Candy pelan.“Untuk apa?” Robert marah, dia mengambil nafas panjang sebelum mengoceh, “Orang itu meninggalkan kau di dalam bar seorang diri dan dalam keadaan mabuk. Apa yang akan terjadi jika aku tidak datang?”Candy tidak yakin. Tempat yang disinggung mengingatnya pada hari-hari kemarin di mana Robert pun pernah membawanya ke tempat seperti itu. Kalau Candy ingat-ingat, Robert bahkan membuatnya menggenakan setelan minim dan dia hanya diam saat Candy dalam masalah. Candy binggung mengira-gira alasan Robert yang tampak begitu marah sekarang.Meski begitu, Candy punya nol persen kemungkinan tidak menjawab pertanyaan Robert, juga tidak bisa terus berbohong karena pastinya akan sangat mencurigakan. Oleh sebab itu Candy berpura-pura menyentuh kepalanya dan mem
Ini gila. Bagaimana mungkin Robert tidak dapat berhenti memikirkan Candy sepanjang hari hanya karena dia ingin mencicip brownies leleh yang—tak sengaja—ia makan semalam? Robert ingin menuduh Candy telah memasukkan suatu ramuan pemikat di dalam makanan itu tapi apakah mungkin? Tidak, Robert yakin hal itu tidak benar karena Candy bukan manusia seperti itu.“Hmmm …” Robert bergumam jengkel, matanya tidak mau lepas dari Candy yang sedang bermain hp di bawah ranjang. Duduk menyandar dan tampak asyik sendiri, gadis itu menoleh dan meninggikan pandangan saat menyadari aura gelap memancar dari tubuh Robert.Gadis itu menatap penuh tanya dan mengerjapkan mata beberapa kali sebelum bertanya, “Ada apa? Mengapa kau tatap aku seperti itu?” Candy menyakini tidak ada kesalahan yang ia buat hari ini, jadi Robert seharusnya tidak punya alasan untuk memarahinya lagi.Namun, Candy tidak tahu bahwa memberikan brownies leleh semalam adalah kesalahan. Robert memasang harga dirinya terlalu tinggi, oleh seba
Robert menutup pintu kamar menunggunakan punggung dan bergerak menuju ranjang. Alih-alih meletak Candy dengan hati-hati agar tidak menyakiti, dia malah melemparinya. “Aduh!” Candy merintih. Kakinya tidak membentur empuknya kasur, hanya saja tubuhnya memental dan menyebabkan rambutnya berserakkan.Candy bergegas menyapu helaian hitam yang menutupi wajah dan menatap Robert yang lagi-lagi melempar tatapan jengkel. Candy menyadari Robert terlihat sangat membencinya hari ini entah mengapa tapi di sisi lain, kebenciannya tidak terasa sama dan tidak dapat Candy artikan.“Kau tak bisa berjalan?” tanya Robert, sama sekali tidak menunjukkan perhatian apalagi cemas.“Aku tidak apa-apa. Besok juga akan sembuh,” jawab Candy seadanya. Robert harap begitu, ia tidak mau disusahkan oleh Candy hanya karena perihal kaki yang terkilir.“Terserah,” balas Robert tak acuh, dia menuju lemari TV dan menyambar dompetnya sebelum pergi meninggalkan ruangan. Itu sangat dingin, Candy berpikir. Sang suami bahkan ti
Serius atau tidak? Sebenarnya, Candy pun tidak tahu. Dia tidak merasa seperti serius mengusir Putra tapi semua kalimat penuh amarah itu keluar tanpa mau dikontrol dan sekarang Candy berdiri di pinggir balkon, menatap ke arah Putra pergi dengan membawa koper hitam.Tiga jam berlalu sampai akhirnya Candy dapat mengalihkan pandangan. Dia berbalik dan berjongkok, mengusap wajah secara gusar dan mengetuk kepalanya menggunakan ruas jari. “Aku merasa bodoh,” kata gadis itu tapi sejujurnya dia sendiri pun tidak yakin dengan apa yang ada di dalam hatinya. Semua perasaan bercampur aduk sampai-sampai Candy tidak tahu sebenarnya apa yang sedang dia rasakan.Mengusir anak dari pemilik rumah dan anak tirinya, Candy tidak pernah merasa sejahat ini seumur hidup. “Apa yang harus aku katakan pada Robert?” Pertanyaan itu sekarang berputar di kepala Candy, menuntutnya untuk menjawab karena Candy takut sang suami akan marah saat tahu apa yang telah terjadi.Namun, pemikiran mencemaskan itu ternyata melese
Candy menghela nafas panjang, mencoba untuk bersabar. Benaknya bertanya, “Haruskah aku kejar dia?” Candy tidak yakin karena mengapa Robert bersikap seperti itu? Candy senang Robert tidak mengamuk dan menghinanya tapi tidakkah sikapnya berbeda dari biasanya?Seperti pasangan yang sedang cemburu, Robert baru saja menyadarinya saat dia menjauh dari dapur dan berhenti melangkah. Robert mengerjapkan mata, tampak kebinggungan mempertanyakan sikapnya sekarang. “Mengapa aku bersikap seperti itu?” Robert yakin bahwa sikap seperti itu tidak seperti dirinya yang biasanya di mana ia seharusnya mencaci Candy tapi semua yang ia lakukan adalah diam dengan ekpresi wajah jengkel.“Bagaimana mungkin aku cemburu?” Robert menatap ke arah yang dia lewati sebelumnya, satu menit terdiam menunggu istrinya yang tak kunjung menyusul. “Aku cemburu? Yang benar saja!” Lelaki itu tersenyum geli dan juga tersinggung, menghapus semua pemikiran yang dianggap aneh dan mustahil. “Aku tidak cemburu! Untuk apa juga aku m
Ada berbagai macam perasaan tidak menyenangkan hadir di dalam hati Robert. Ada jengkel, penasaran, kepo, marah tapi semua yang dia lontarkan adalah, “Oh ….” Bersikap seolah-olah tidak peduli meski hati merontak untuk mempertanyakan lebih banyak hal dan apalagi yang mereka bicarakan setelah itu.Namun, Robert ditahan oleh harga diri tapi Mandu tidak berhenti sampai di sana. “Mungkin Candy akan bertemu dengannya pada jam makan siang,” kata Mandu. “Aku bilang aku tidak tahu dan aku memberitahu dia untuk menghubungi Putra dan uhm begitu katanya.”“Hm …” Lagi-lagi Robert merespon singkat tapi semua ungkapan Mandu belum meninggalkan kepalanya. Tiga puluh menit sebelum jam makan siang dan Robert belum berhenti menatap pintu ruangan yang masih tertutup. Robert yakin Candy tidak akan datang mengingat ia telah melarangnya tapi entah bagaimana dirinya tidak berhenti mengharapkannya untuk datang.Perasaan yang sangat menjengkelkan dan tidak dapat Robert tahan. Tanpa aba-aba tangannya menyambar po
Candy menopang dagu sembari berpikir, ‘Sebaiknya aku diam daripada membuatnya marah lagi.’ Pilihan yang bijak untuk kedua belah pihak. Lagipula Robert pun tidak terlihat seperti tertarik lagi padanya, lelaki itu mulai memperhatikan brownies yang masih dibungkus rapi di dalam kotak putih di dalam plastik.Namun, tentunya Candy tidak akan membiarkan masalah tadi berakhir begitu saja. Dikarenakan tidak mungkin bertanya pada Robert, Candy bertanya langsung pada sang penyebab masalah, Mandu. Mereka duduk bersebelahan di dalam mobil dengan Mandu sebagai sang pembawa setir.Pukul tiga siang saat Candy diminta untuk pulang karena Robert punya kepentingan mendadak. Candy berharap untuk menolak tapi dia menahan diri karena satu alasan, dia bertanya, “Apa yang telah kau katakan pada Robert?” Mandu sebaiknya tidak mengelak atau berpura-pura bodoh karena Candy tahu dia telah membual di depan Robert.“Apa yang aku katakan pada Robert?” Bukan menjawab, Mandu malah mengulang pertanyaan Candy dan ters
“Membela Candy?” Reaksi Robert syok. Dia tidak tahu apa maksud dari ucapannya sendiri tapi ia menolak kalimat yang Bianca keluarkan. “Kau sudah gila!” hardiknya. “Tentu saja aku tidak.”Melihat reaksi marah Robert tidak menghadirkan keraguan, Bianca percaya padanya meski masih merasa jengkel. Bianca mengembungkan pipi dan melipat kedua tangan di depan dada sebelum berkata, “Yasudahlah kalau begitu, aku tidak ingin ribut denganmu.” Itu adalah hal membosankan yang tidak ingin Bianca lakukan, oleh sebab itu dia memutuskan untuk mengakhiri perdebatan. “Tapi sebagai ganti, aku ingin makan malam bersamamu, besok.”“Tidak bisa,” tolak Robert segera, dia bahkan tidak mencoba mempertimbangkan tawaran Bianca. “Aku sibuk,” ungkapnya.“Kau sibuk?!” Bianca tidak bisa terima alasan itu, berkata, “Biasanya kau tidak sibuk untukku! Lagipula besok sabtu, kau tidak harus pergi bekerja. Jadi, apa salahnya menghabiskan dua jam untuk makan bersamaku?” Bianca tidak berpikir permintaannya sangat sulit, ia c