“Jangan telat praktikum, sepupu,” ucapan itu adalah satu-satunya hal yang mereka dengar dari laki-laki berdarah dingin itu. Tidak ada nada perasaan, tidak ada emosi. Namun, kalimat akhir dari laki-laki itu mengejutkan mereka.
“Sepupu?” ucap Aybe dengan nada sedikit terkejut. Laki-laki itu meninggalkan mereka tanpa memberikan komentar yang lain, sementara Putri tampak membeku. Phaelus menatap bingung ke arah Putri dengan tatapan tidak percaya.
“Kakak... sepupu dengan masnya?” tanya Phaelus setelah laki-laki itu sudah menghilang dalam keramaian kantin mereka berada. Putri hanya mengangguk lemah. Ilham tampak tidak senang dengan perlakuan oleh laki-laki tadi kepada temannya itu, dan wajahnya tampak menahan emosi.
“Aku pernah telat asistensi praktikum semester pertama, dan dia juga asistenku. Dia langsung coret nilai praktikumku, alias dia nol kan,” Putri membuka suara setelah dia berhenti merasakan syok dari kehadiran Soul.
“Kejam sekali,” komentar Ryan tidak terima. Putri hanya menggelengkan kepala.
“Kesalahanku untuk telat Dik,” balas Putri dengan nada getir. Phaelus menatap ke arah seniornya, masih belum mendapatkan pertanyaan awalnya.
“Mba sepupuan dengan Mas Soul?” tanya Phaelus to the point. Hanya sebuah anggukan yang menjadi jawaban Putri. Sebelum Phaelus melempar pertanyaan selanjutnya, mereka mendengar teriakan yang membuat wajah Putri menjadi sangat pucat.
“Kak Putri!” teriakan seorang perempuan memasuki telinga mereka. Nuriya yang pertama menatap ke sumber suara, dan melihat seorang perempuan yang dia yakini lebih muda dari dirinya berlari ke arah mereka. Sekitar usia SMP akhir atau SMA awal jika diasumsikan. Di samping perempuan itu ada seorang laki-laki yang sepertinya seusia. Namun, yang mengejutkan bagi Nuriya adalah mereka memakai pakaian asisten, asisten lab.
“Rahima...,” nada itu keluar dengan pelan dari mulut Putri. Perempuan yang disebut Rahima itu datang ke arah Putri sementara teman-teman Putri tidak tahu harus berbuat apa, termasuk Nuriya, yang akhirnya hanya bisa menyaksikan.
“Senang bisa ketemu kakak lagi. Liburan kakak lama banget. Kak Putri sehat kan?” tanya Rahima dengan ceria. Putri mencoba membentuk senyum tipis sebelum dia menjawab pertanyaan Rahima. Dia lalu menganggukkan kepala.
“Syukurlah kak. Ini teman-teman kakak semua?” tanya Rahima yang mengedarkan pandangan ke hadapan Nuriya, Alisa, Phaelus, Ryan, Aybe dan juga Ilham. Nuriya hanya mengangguk dengan senyuman getir yang mencoba menutupi pikirannya.
“Wah! Kakak banyak temannya sekarang!” ucap Rahima dengan girang. Affa memposisikan dirinya di samping Rahima yang sekarang berdiri di depan Putri sebelum menundukkan dirinya dengan hormat.
“Permisi kak,” ucapnya dengan sopan. Nuriya mengangguk tersenyum.
“Kami boleh ikut ngobrol di sini kak?” tanya Rahima kepada Putri. Putri merasa pasokan udara di tubuhnya menipis mendengar pertanyaan itu, dan hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Yah,” balas Rahima dengan nada kecewa, sebelum dia kembali tersenyum. Affa masih dengan wajah datarnya mendampingi Rahima.
“Kami duluan ya Kak,” ucap Affa yang memotong Rahima yang ingin mengatakan sesuatu. Rahima tampak tidak terima dan tersenyum kecut kepada Affa. Affa hanya menoleh Rahima sekilas dengan senyuman yang tidak dapat diartikan.
“Hati-hati ya,” ucap mereka semua, yang bingung ingin mengatakan apa untuk dua asisten muda itu. Mereka pergi meninggalkan kelompok Nuriya. Setelah beberapa lama, akhirnya Alisa membuka kesunyian di antara mereka, yang membuat mereka tenggelam dalam hiruk pikuk kantin.
“Siapa mereka Mba?” tanya Alisa. Putri menghela nafas berat.
“Adik dari Mas Hamid. Mereka belum kuliah di kampus ini, atau lebih tepatnya mereka sepertinya tidak akan kuliah,” jawab Putri yang menimbulkan pertanyaan di kepala Nuriya dan teman-temannya.
“Maaf Mba jika saya lancang, tetapi, kenapa mereka bisa menjadi asisten?” tanya Nuriya dengan hati-hati. Putri menghela nafas berat.
“Itu cerita yang panjang Dik, nanti aku ceritakan di lain waktu,” jawab Putri sebelum menatap ke arah Ilham, “dan Ilham, ini kenapa aku nggak pernah mau ke kantin selama kita masih maba, bahkan hingga sekarang,” ucap Putri yang membuat Ilham merasa bersalah.
“Seharusnya aku tidak memaksamu ke kantin jurusan kita,” komentar Ilham pelan.
“Ryan, cepat kerjakan laporanmu, praktikumnya tinggal sebentar lagi,” ucap Alisa yang memecahkan suasana sedih itu. Ryan tersadar dan segera melihat jam sebelum dia panik mengambil laporannya dan menulis secepat yang dia bisa. Karena terlalu panik, Phaelus berhasil mengambil mie Ryan yang masih setengah porsi tersisa.
“Awas loe Lus, nanti tak colong mangan malammu,” komentar Ryan kesal karena Phaelus menikmati mie yang dia pesan tanpa rasa bersalah. Yang lain hanya bisa meringis melihat Ryan emosi dengan bahasa gado-gado dan Phaelus yang sengaja memakan mie dengan berisik untuk menambah emosi Ryan.
Praktikum akhirnya tiba, dan untuk praktikum pertama ini, mereka akan mendapatkan panduan langsung dari asisten. Para praktikan telah berkumpul di ruangan dan menyerahkan laporannya saat masuk sebelumnya, sementara para asisten telah menyebar di ruangan untuk menjaga praktikum.
“Baiklah, sebelum kita mulai, mari kita berdo’a terlebih dahulu.”
Semua menundukkan kepala.
“Berdo’a dapat dicukupkan. Perkenalkan, nama saya Akbar Hanafi selaku kepala asisten praktikum akan membimbing kalian di Praktikum perdana kalian. Saya harapkan jika ada masalah dalam mengikuti prosedur praktikum ada permasalahan, segera hubungi asisten. Baiklah, mari kita mulai mempersiapkan praktikum kalian.”
Dan Nuriya mengikuti setiap perintah dari Akbar Hanafi. Dia berhasil menyelesaikan praktikum dalam waktu yang cukup singkat, yaitu 25 menit. Setidaknya, untuk seseorang yang baru mencoba membuat program pertama kali, itu adalah pencapaian besar. Meski programnya cuma melakukan proses printf.
Setelah semua selesai, diadakan sesi evaluasi. Awalnya, Hanafi, panggilan akrab Akbar Hanafi, yang memegang kendali dari evaluasi sehingga kondusif. Namun, tiba-tiba, Hamid membuka pintu dengan lembaran yang banyak di tangannya dan wajahnya tampak kesal. Dia datang tepat saat giliran asisten mengevaluasi praktikan. Sebelum asisten lain mengeluarkan komentar, Hamid sudah di depan dan mengangkat tangannya.
“Saya izin masuk ke forum. Soul. Saya ingin mengeluhkan masalah laporan kalian,” ucapnya memulai evaluasi, “kalian paham yang namanya margin?” tanyanya dengan nada kesal. Sebagian menggelengkan kepala.
“Kalian waktu orientasi ngapain?” tanyanya lagi, masih kesal. Tidak ada yang menjawab.
“Oh, patung semua?” tanyanya lagi, menyindir. Saat itu pula, Rahima segera memegang tangan kanan Soul yang menghentikan evaluasi Soul. Laki-laki itu menghela nafas berat sebelum berkata, “saya serahkan ke Smile.”
“Maaf sebelumnya. Mas Soul sedang emosi karena laporan kalian banyak yang salah. Mohon di revisi dan jangan sampai terulang di praktikum selanjutnya ya. Saya jelaskan kembali format dasar teori yang salah ya. Untuk margin 4-3-3-3, untuk halaman belakang margin menjadi 3-4-3-3. 26 Baris, atau spacing 1.5 di Word. Selanjutnya cover memakai font Arial sesuai ketentuan di contoh cover yang diberikan, serta foto harus penuh di lingkaran foto. Sama semua print modul dibolak-balik ya. Terima kasih atas perhatian kakak-kakak semua,” ucap Smile alias Rahima. Nuriya serta praktikan lainnya yang melihat itu hanya terdiam dan mengangguk. Sebagian menangkap kata ‘kakak-kakak’ dari kalimat Rahima, namun mereka tidak berkomentar.
Selanjutnya ada sedikit evaluasi terkait praktikum dan setelahnya semua praktikan dibubarkan. Laporan tentunya di kembalikan. Saat Nuriya menerima laporannya, dia tidak menemukan spidol merah di laporannya, yang membuatnya sedikit terkejut. Dia melihat laporan teman-temannya nyaris semua memiliki spidol merah. Namun, dia menemukan keterangan yang ditulis dengan pensil di belakang cover praktikum.
‘Bagikan contohmu ke teman-temanmu. Di hapus teks ini setelah dibaca.’
Nuriya mengikuti saran itu dan menyebarkan contoh miliknya, serta menghapus teks itu. Dia masih tidak tahu siapa yang sebenarnya menulis teks itu, namun menurutnya, itu pasti asisten yang memeriksa laporan mereka. Smartphone miliknya bergetar.
Putri : Mas Mba Adik-adik, Mas Hamid katanya nggak bisa datang asistensi besok karena ada panggilan dari dosen untuk ikut presentasi ke salah satu stasiun TV nasional. Nanti asistensinya sama Mba Smile.Princess.
Reza : Dan orangnya sok ngatur jadwal.
Lesmana : Smile.Princess ya Dik Putri? Itu si Dik Rahima kan ya?
Putri : Iya, Mba Lesmana.
Ilham : Nggak apa ta? Aku liat wajahmu pucat tadi pas ketemu dia.
Putri : Itu masalah keluarga, nggak ada hubungannya sama asistensi.
Reza : Putri keluarga sama asisten yang ini?
Ilham : Lebih tepatnya sih asisten ini juga keluarga dengan Mas Hamid, Mas Reza.
Putri : Jangan dibahas lagi, Ilham.
Ilham : Iya iya.
Alisa : Waktunya tetap Mba?
Putri : Iya Dik Alisa, tapi lagi konfirmasi sama Smile.Princess dulu.
Lesmana : Ada informasi dari teman-temanku di lab.
(Foto) Hamsyah : Teman-teman, mohon do’a nya ya. Besok sebagian teman-teman dari Lab Pemrograman bakal ada lomba pemrograman di Jerman. Saat ini sudah berangkat sehingga saya mewakili mereka memohon do’a.
Putri : Itu termasuk Mba Smile.Princess nggak, Mba Lesmana?
Lesmana : Belum tahu Dik Putri. Aku coba tanya Hamsyah.
Putri : Baru dibalas sama Mba Smile.Princess.
(Foto) Smiley : Jangan dipanggil Mba dong Kak Putri, saya kan malu :(Untuk asistensinya tetap sesuai jadwal dari Kakak Hamid. Kak Affa nanti bantu asistensi juga. Dari Kak Hamid kasih soal pra-asistensi apa ya Kak Putri?
(Foto) Putri mengirim foto
(Foto) Smiley : Saya coba tanya kakak deh. Dia nggak ada titip soal asistensi sebelum terbang dua jam yang lalu. Sepertinya lupa memberi soalnya ke saya.
Reza : Anj*ng! Sok ngancam lagi!
Lesmana : Sabar Rez.
Reza : Maaf.
Putri : Sepertinya kita beruntung Mas Mba Adik-adik.
(Foto) Smiley : Kakak lupa membuat soal untuk asistensi praktikum pertama ini karena dipanggil dosen terus dari kemarin terkait presentasi alat, jadi soalnya nanti ikut soal saya saja kak katanya. Asistensi bareng dengan salah satu kelompok yang menghubungi saya kemarin ya Kak Putri :)
(Foto) (Foto) Kakak Hamid : Waduh, lupa bikin kakak :(Maaf ya Rahima, Affa. Pakai soal kalian aja dulu. Nanti kakak siapkan untuk praktikum selanjutnya.Jaga diri kalian ya! Titip salam buat anak lab lainnya juga.
(Foto) Putri : Terima kasih banyak Rahima. Kakak senang dengan bantuan Rahima. [Dihitamkan]
Reza : YES! NGGAK ADA SOAL KONYOL DAN SUSAH!
Lesmana : Alhamdulillah. Dik Rahima dan Dik Affa setahu saya selalu memberikan soal yang mudah-mudah dan dia lebih ngebimbing biar kita bisa, setidaknya dari pengalaman temanku.
Alisa : Terima kasih infonya, Mba Putri.
Nuriya : Terima kasih infonya, Mba Putri.
Putri : Sama-sama Dik Alisa, Dik Nuriya. Teman-teman yang lain jangan lupa hadir ya!
Dan Nuriya menghela nafas lega. Setidaknya awal praktikumnya tidak terlalu buruk.
“Ryan, kamu di mana? Sudah dekat waktunya lho!” teriak Alisa lewat teleponnya. Nuriya hanya tersenyum kecil melihat sikap Alisa yang emosi. Phaelus geleng-geleng kepala. Sudah 10 menit mereka menunggu dua asisten yang menggantikan Hamid.“Ryan sudah biasa telat,” komentar Aybe datar saat dia membuka laptop.“Tetap saja, nggak baik kalau telat,” tanggap Ilham. Terdengar kaki berlari ke tempat itu dan ternyata itu Ryan.“Akhirnya. Kamu kemana saja?” tanya Alisa ketus.“
Kamis sore, Mas Reza mengundangku dan anggota lainnya di kelompok praktikum untuk bertemu di sebuah cafe. Jujur saja, Mas Reza sekarang lebih terbuka dibanding saat kami pertama mulai praktikum. Memang, dia agak kasar, tetapi dia sangat baik.“Jadi, kemarin aku meminta informasi ke Mas Sadim, tetapi dia hanya memberikan petunjuk yang tidak jelas. Petunjuknya 5, Nikah, dan Pesawat.”Aku merenungkan kalimat dari Mas Reza. Apa yang terjadi?“
“Mas Affa ya?” gumamku saat aku menggosok gigiku. Setelah mempersiapkan diri untuk kuliah hari ini, aku bergegas ke kampus.Jam menunjukkan 10:25 saat aku tiba di kampus. Aku bergegas menuju ruangan kuliah Fisika 1. Untungnya aku kelas jam 10:30, sehingga punya waktu untuk mempersiapkan diri untuk kuliah perdana. Aku membuka diskusi grup yang aku tinggalkan setelah aku tertidur tadi malam saat aku tiba di rumah. Aku tidak sekelas dengan Alisa di Fisika 1. Dia kelas pagi.Reza : “Hei semuanya! Berita bagus! Si Soul bakal sibuk minggu depan!”Lesmana : “En
“Telah terjadi ...”Laki-laki itu mematikan suara dari berita televisi. Dia kembali menatap ke sekumpulan catatan miliknya yang berserakan di mejanya. Gambar sebuah pesawat, sekumpulan daftar nama dan beberapa coretan dengan berbagai gambar serta grafik di dalamnya.“Sepertinya kali ini tidak akan lama dengan lokasi demikian, apalagi dunia masih mengamati kita,” komentar laki-laki itu seraya membenarkan posisinya duduk di salah satu kursi di ruangan itu. Dia lalu menerima sebuah telepon dari seseorang.“Selamat sore?” tanya laki-laki itu seraya men
Aku menyimpan sekumpulan kertas yang berisi laporan tentang maintenance dari motorku. Katakan aku aneh, namun aku memiliki kebiasaan untuk mencatat setiap bagian rusak dan perbaikan dari motorku. Kebiasaan yang aku dapatkan dari terlalu banyak menonton kanal informasi tentang perawatan benda raksasa yang terbang di langit, pesawat terbang.“Mas Arrow, Sudah selesai dengan tugas kuliah Artificial Intelligence?” pertanyaan itu dilontark
“Terima kasih banyak Mas... Arrow,” ucapku sedikit ngelu. Aneh, meskipun aku sudah mengulangnya berkali-kali, nama itu tetap terdengar aneh bagi diriku. Mas Arrow tersenyum.“Kalau ada masalah lain, silahkan hubungi saya. Berlaku untuk semua praktikan. Saya lebih sering bebas daripada kuliah saat ini,” ucap Mas Arrow santai. Entahlah, rasanya aku menyusahkan Mas Arrow, karena dilihat dari pakaian lab yang dia pakai seadanya, ditambah dengan rambut kepalanya yang masih berantakan, dia sepertinya sangat sibuk. Jangan lupakan kantong mata yang jelas sekali terlihat. Namun, dia masih bisa tersenyum.“Baik mas,” ucapku seformal mungkin. Aku selanjutnya memin
“Bagaimana asistensinya?” pertanyaan basa-basi itu dilemparkan oleh Arrow yang sedang sibuk dengan game buatannya. Aku juga melihat beberapa aplikasi berjalan di latar laptop miliknya itu.“Biasa saja, cuma tanpa perlu ceramah karena lebih pintar,” komentarku sekenanya. Arrow tersenyum. Dia lalu mengambil smartphone miliknya dan mengetikkan sesuatu. Biar aku tebak, salah satu dari hobinya, menulis.
Pernahkah kamu merasa takut pada seseorang? Mungkin iya. Aku juga sering merasakannya. Namun, Mas Soul adalah orang pertama yang membuat nyaliku sangat ciut hingga berbicara saja seperti sebuah pisau akan lewat lehermu jika salah berkata. Hari itu, aku belajar ketakutan yang lebih menakutkan daripada saat dulu aku pernah di-bully.“Nuriya, sudah malam, ayo tidur,” ucap ibuku saat memasuki kamarku. Aku tersenyum sebelum menolehkan kepalaku kepada ibuku.“Nuriya masih mengerjakan tugas kuliah bu. Se
Kami semua kembali kala minggu pagi tiba. Upacara penutupan tidak memiliki banyak kesan. Semua sudah berlalu.Hanya saja. Rasa ini terus membuncah, dan aku memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Biarkan saja dia tenggelam dari hatiku, tidak pernah ada di sana.Dan tepat saat baru saja kami tiba di kampus, untuk pertama kalinya, aku melihat Mas Arrow yang langsung berlari seperti kesetanan. Dia segera mengambil motornya, dan aku lihat dia seg
Desa tempat kami berada dapat dibilang lumayan besar. 412 Kepala Keluarga. Penduduknya 2.029 orang seluruhnya. Anak-anaknya 1.035, itu dari usia 6-18 tahun. Tugas kelompokku, dan beberapa lainnya, adalah mengedukasi 5 anak setiap kelompok. Untuk yang diajarkan, kami diharapkan bisa mengajarkan keilmuan yang mereka ingin pelajari serta memberikan motivasi kepada anak-anak tersebut.Pagi itu, setelah makan pagi, kami pergi ke balai desa untuk mengajar anak-anak. Ada juga yang mengajar ibu-ibu, ada yang membantu bapak-bapak membersihkan desa dan seterusnya.Aku dan kelompokku bertemu dengan lima anak yang akan kami berikan ilmu. Tiga orang laki-laki, dan dua orang perempuan. Dari penampilannya, mereka sepertinya sekitar 11 hingga 13 tahun. Mereka tampak senang
“Soul masuk rumah sakit?” tanya Abraham kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepala. Malam di Enschede memang berbeda dengan malam di Indonesia. Salju berhamburan di seluruh kota ini. Kota yang berada dekat perbatasan dengan Jerman ini.“Kamu sudah mengerjakan tugas?” tanyanya lagi. Aku menganggukkan kepala.“Boleh pinjam? Aku mau cek aja,” tanyanya lagi. Aku serahkan satu kertas hasil pekerjaanku.“Terima kasih. Oh ya, mending kamu tidur aja. Ini dingin banget cuacanya,” komentar Abraham. Aku tetap memandang salju yang berjatuhan.“Tidak apa,&rdquo
Praktikum ke-4 akan dimulai minggu depan. Aku mencatat hal itu di buku catatanku. Tidak terasa aku mencapai minggu ke-10 kuliah.“Nuriya, waktunya tidur,” ucap ibuku dengan lembut dari depan pintu.“Siap bu.”Aku menutup buku catatan itu, lalu pergi tidur.Pagi hari itu, angkatanku dipanggil oleh senior-senior kami. Biasanya, aku tidak pernah peduli dengan kegiatan-kegiatan konyol dari para senior seperti ini, namun kali ini mereka mendesak dengan berbagai ancaman omong kosong yang membuat teman-temanku yang rajin panik luar biasa. Dengan b
Putri : “Assalamu’alaikum, baru dapat kabar dari Mas Arrow kalau praktikum ke-4 asistensinya akan di urus oleh Mas Mpu. Mas Soul sedang di opname.”Reza : “MAMPUS.”Lesmana : “Innalillahi, bagaimana bisa Dik Putri?”Putri : “Nggak tahu mba. Saya belum dapat informasi apa-apa.”Alisa : “GWS Mas Soul.”Ryanho :
“Kamu tampak lelah,” komentar Mas Fath. Aku hanya menggelengkan kepala. Di depan mataku ada laptop yang masih ku pakai untuk menyelesaikan tugas-tugasku. Tugas mata kuliah Proyek Besar lumayan menguras tenaga, apalagi tugas ini dilakukan selama satu semester. Besok jam 9 adalah kelasnya dan teman-temanku sangat kacau dalam membuat rancangan sistem alat yang ingin kami buat. Oh, aku menyesal mempercayakan mereka untuk hal ini.“Biarkan dia Mas Fath, dapat kelompoknya ampas di gacha,” komentar si menyebalkan Arrow. Komentar itu langsung di balas oleh Reynald yang duduk di sebelahku. Mas Fath berlal
Putri : “Mas Soul akan asistensi besok. Jam 6:30 malam katanya. Gak ada penugasan.”Reza : “ TUMBEN!”Lesmana : “Alhamdulillah.”Ryanho : “Mantap! [OK]”Lesmana : “Yakin nggak ada tugas tambahannya, Dik Putri?”Putri : “Iya mba.”
Praktikum ketiga dimulai hari ini. Tinggal sedikit lagi kami terbebas dari bencana Mas Soul. Semoga kami dikuatkan. Aku sudah selesai membuat laporan untuk praktikum ini, dan sekarang sedang duduk di kantin kampus bersama Alisa.“Kantin jauh lebih ramai,” komentar Alisa.“Sepertinya jurusan lain?” tanyaku setengah bergumam.“Sepertinya begitu, Nur,” jawab Alisa. Kami melihat
Pernahkah kamu merasa takut pada seseorang? Mungkin iya. Aku juga sering merasakannya. Namun, Mas Soul adalah orang pertama yang membuat nyaliku sangat ciut hingga berbicara saja seperti sebuah pisau akan lewat lehermu jika salah berkata. Hari itu, aku belajar ketakutan yang lebih menakutkan daripada saat dulu aku pernah di-bully.“Nuriya, sudah malam, ayo tidur,” ucap ibuku saat memasuki kamarku. Aku tersenyum sebelum menolehkan kepalaku kepada ibuku.“Nuriya masih mengerjakan tugas kuliah bu. Se