Share

Bab 2

Author: Lilia Zamora
“Papa... Papa...”

“Cepat temani aku main balapan. Mama cupu banget.”

Kevin refleks berdiri dan menyahut. Saat hendak berjalan keluar, dia tiba-tiba menoleh ke arahku dan berkata,

“Aku main sebentar dengan Rio, dia masih anak-anak, sedangkan Nikita...”

Aku langsung memotong ucapannya.

“Nggak perlu banyak penjelasan. Aku percaya.”

Kevin terdiam sejenak, lalu hanya berkata, “Kalau begitu, baguslah.” Setelah itu, dia pun membuka pintu dan pergi.

Sejak pertama kali tinggal di rumah ini, putra Nikita sudah memanggil Kevin dengan sebutan 'Papa'.

Dulu, aku sendiri pernah mengungkapkan ketidaksenanganku soal ini.

Tapi Kevin malah membentakku.

“Helen, kenapa kau nggak punya belas kasihan sedikit pun?! Rio masih anak-anak, dia sudah cukup malang karena nggak punya ayah!”

Dulu, setiap kali mendengar Rio memanggilnya, ada rasa sesak yang menghantam dadaku.

Tapi kali ini, rasanya seolah aku sudah kebal.

Aku menyentuh bagian dadaku, lalu tersenyum cerah.

Ternyata, kalau sudah memutuskan untuk tak mencintai seseorang, maka luka pun tak akan terasa lagi.

Di luar, suara tawa dan canda terdengar tiada henti.

Sesekali Rio memanggilnya 'Papa', dan Kevin selalu menjawab dengan nada lembut.

Mendengar suara mereka, aku mulai merancang rencana ke depan.

Entah berapa lama waktu berlalu, sampai akhirnya ponselku berdering.

Itu dari Ibuku.

Dia menanyakan apakah aku sudah makan mi panjang umur hari ini? Apakah sudah makan kue ulang tahun?

Baru saat itu aku sadar bahwa sejak tadi, aku bahkan belum makan apa pun.

Sebelum menutup telepon, ibuku bertanya dengan suara ragu kapan aku akan pulang.

Lima tahun di luar negeri, bisa dihitung dengan jari berapa kali jumlah kepulanganku.

Awalnya, alasannya karena pekerjaanku belum stabil.

Lalu belakangan ini, Kevin bilang bolak-balik pulang itu merepotkan.

Baru saja aku keluar dari kamar, tiba-tiba Rio melemparkan sebuah mainan melayang ke arahku dan mengenai tubuhku.

“Orang jahat! Kenapa kau ada di rumahku?!”

“Kamu mau rebut papaku lagi, ya?!”

Belum sempat aku bicara, Nikita sudah buru-buru membungkuk dan meminta maaf.

"Maaf ya, Helen. Rio masih anak-anak, jangan diambil hati.”

Dari ruangan sebelah, Kevin berkata dengan wajah dingin,

“Ini bukan masalah besar. Nggak perlu minta maaf.”

“Lagipula, kalau Rio sampai begini ke dia, bukankah itu karena dia sendiri yang dulu menakuti anak kecil?”

Sambil berkata begitu, dia langsung melindungi Nikita dan putranya di belakangnya.

“Helen, masa kau mau mempermasalahkan sesuatu dengan bocah berusia lima tahun?”

“Kalau iya, aku malah ikut merasa malu untukmu.”

Aku tak mengucapkan sepatah kata apa pun.

Dan seperti biasa, seolah-olah semua kesalahan memang ada padaku.

“Lanjutkan saja. Aku cuma keluar untuk mengambil sesuatu.”

Setelah berkata seperti itu, aku membuka pintu kulkas dan melihat ke dalamnya.

Ternyata, kue yang sengaja kusiapkan sebelumnya sudah hilang.

Aku melayangkan pandangan ke meja di ruang tamu dan terkejut.

Di sana, ada kue yang sudah hancur berantakan.

Kevin mengikuti arah pandanganku dan berkata santai,

“Oh, kue itu punyamu? Rio bilang nggak enak, jadi dibiarkan di situ.”

“Kalau kau mau makan, aku belikan yang lain.”

Aku mengambil kue yang sudah remuk itu, lalu membuangnya ke tempat sampah.

Dengan datar, aku berkata, “Nggak usah.”

Setelah itu, aku langsung membuka pintu dan pergi.

Baru berjalan beberapa langkah, Kevin tiba-tiba mengejar dan menarik tanganku.

“Helen, kau mau ke mana?!”

Aku menatapnya dengan bingung.

Ini pertama kalinya Kevin meninggalkan Nikita dan malah mengejarku.

“Ngapain kau ikut keluar?” tanyaku.

Kevin tampak terpaku sejenak, seolah tak menduga reaksiku akan sedatar ini.

Dulu, saat melihatnya mengejarku, aku pasti akan merasa bahagia.

Apa pun yang dia lakukan sebelumnya, aku selalu memilih untuk memaafkannya.

Tapi sekarang, ekspresi Kevin terlihat sedikit canggung. Seolah dia sendiri pun terkejut dengan perubahan sikapku.

“Aku... Aku cuma lihat kau pergi tanpa bilang apa-apa, jadi aku keluar untuk bertanya.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
AjEu MiCkEy
parah kevin
goodnovel comment avatar
Yatmi Matyani
kevin jahat
goodnovel comment avatar
Anna Waliana
Kevin yang jahat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sosok yang Spesial   Bab 3

    Aku menanggapinya dengan acuh tak acuh, hanya menggumamkan pelan sati kata, “Oh.”.“Aku keluar cari sesuatu untuk dimakan.”Saat itu, Nikita datang bersama Rio.“Helen, Rio baru saja bilang ingin makan hotpot. Kalau kau nggak keberatan, ayo ikut.”“Anggap saja ini sebagai permintaan maaf dariku.”“Aku nggak suka…”Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Kevin sudah lebih dulu menyetujuinya.Bahkan dia langsung menyuruhku pergi mengambil mobil.Karena aku sudah memutuskan untuk pergi, aku tak ingin bertengkar dengannya.Jadi, aku menurut dan pergi ke garasi untuk mengambil mobil.Begitu mobil keluar, Kevin langsung masuk ke kursi belakang bersama Nikita dan putranya.Baru setelah mesin dinyalakan, dia menyadari sesuatu.Dengan sedikit gelisah, dia menjelaskan, “Rio masih kecil dan manja denganku, jadi…”Dari kaca spion, aku melihat mereka bertiga duduk bersama seperti keluarga harmonis.Aku tak sabar dan langsung memotong ucapannya, “Kalian duduk bersama saja, lagipula kursi

  • Sosok yang Spesial   Bab 4

    Aku tersenyum tipis dan tanpa ragu berkata, “Nggak perlu, kalian nikmati saja.”Setelah mengatakan itu, aku langsung menutup telepon, sama sekali tak peduli dengan reaksi Kevin di seberang sana.Saat tiba di rumah, aku menerima pemberitahuan dari kantor.Permohonanku untuk kembali ke negara asalku telah disetujui, dan aku diminta untuk segera menyelesaikan urusan di sini sebelum berangkat.Ini adalah satu-satunya kabar baik yang kuterima dalam beberapa hari terakhir.Ketika Kevin pulang, aku sedang merapikan dokumen untuk serah terima pekerjaan.Dia masih marah karena sikapku di telepon tadi, tapi tak mengatakan apa-apa dan langsung mengambil pakaian bersih untuk mandi.Saat dia keluar dari kamar mandi, aku sudah berbaring di tempat tidur, siap untuk tidur.Dia berdiri di tepi ranjang, menatapku tanpa berkedip.Tatapannya begitu intens hingga aku bisa merasakannya meski mataku tertutup.Saat aku mulai merasa terganggu, tiba-tiba ponselku berdering.“Helen! Hari ini kan ulang tahu

  • Sosok yang Spesial   Bab 5

    Ucapanku membuat mata Kevin membelalak lebar.“Cerai?” Suaranya bergetar. “Helen, kau ingin menceraikanku?”Aku mengangkat surat perceraian di tanganku, memperlihatkan bahwa aku sudah menandatanganinya.Kevin langsung merampas dokumen itu dan merobeknya dengan kasar, lalu menggeram,“Aku nggak akan bercerai denganmu! Kita nanti juga akan punya anak… Sayang, kita nggak boleh bercerai!”Di sampingnya, Nikita tiba-tiba berlutut di depanku.“Helen, maafkan aku, ini semua salahku… Kevin cuman merasa kasihan pada Rio, makanya dia melakukan itu.”“Kalau ada yang harus disalahkan, itu aku. Salahkan aku saja…”Aku langsung menariknya dari lantai dengan kasar, lalu menamparnya keras.Nikita menutup wajahnya, matanya penuh dengan ketidakrelaan, tapi dia tak bisa melakukan apa pun.“Kau pikir aku masih seperti dulu, yang nggak akan melawanmu?”Mungkin tatapanku terlalu tajam, hingga untuk pertama kalinya, Nikita menundukkan kepalanya di depanku.Kevin langsung melindungi Nikita di belaka

  • Sosok yang Spesial   Bab 6

    Aku menunduk, menatap lenganku.Ada luka sayatan baru yang cukup dalam.Darah merah segar mengalir perlahan dari lukanya.Di belakangku, wajah Rio tampak beringas, tangannya masih menggenggam pisau.“Kau ini orang jahat! Kau ingin mengusir kami! Mati saja kau!”Sambil berteriak, dia kembali mengayunkan pisaunya ke arahku.Aku langsung mendorongnya hingga terjatuh ke lantai.Kevin buru-buru berlari dengan panik dan mengangkat Rio yang terjatuh.Dia menatapku penuh amarah dan membentak,“Helen, kau gila, ya?! Berani-beraninya kau menyakiti seorang anak kecil!”“Rio masih kecil! Dia nggak mengerti apa pun!”Mengabaikan luka di lenganku, aku mengusir mereka satu per satu dari rumah ini.Kevin dan Nikita terlalu sibuk membawa Rio ke rumah sakit, sehingga tak punya waktu untuk berdebat denganku.Entah berapa lama waktu berlalu, barulah aku pergi ke rumah sakit.Melihat lukaku yang sudah berhenti berdarah, dokter menegurku,“Kau sama sekali nggak menghargai tubuhmu sendiri! Kenapa b

  • Sosok yang Spesial   Bab 7

    Aku melanjutkan berkata,“Jadi, perceraian adalah pilihan terbaik.”“Kalau kita cerai, Nikita bisa mendapatkan kartu izin tinggal menetap dengan sah, dan Rio nggak akan kehilangan ayahnya, lagipula anak kecil nggak bisa hidup tanpa ayah.”Kevin tetap tak menyerah, dan berkata.“Aku cuman ingin berpura-pura bercerai, tapi kenapa kau...?”“Tapi aku benar-benar sudah memutuskan untuk bercerai denganmu.”Aku tanpa ragu memotong kata-katanya.“Luangkan waktumu untuk mengemasi barang-barangmu dan bawa pergi.”Kevin ingin mengatakan sesuatu, namun aku tiba-tiba menyela,“Kevin, ada kamera pengawas di ruang tamu.”“Kalau kau nggak ingin sesuatu terjadi padanya, sebaiknya cepat tanda tangan.”Kevin tak menyangka aku akan mengancamnya dengan Rio.Dia membuka mulut beberapa kali, tapi tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Akhirnya, dia mencari alasan dan buru-buru pergi.Melihat punggungnya yang semakin menjauh, hatiku sama sekali tak merasa sedih.Aku malah merasa kesal karena dia teru

  • Sosok yang Spesial   Bab 8

    Muka Nikita semakin kaya akan ekspresi.Dari yang tak percaya, akhirnya berubah menjadi penuh makna yang dalam.Sementara itu, Rio tampak senang dan ingin menarik Kevin untuk pergi.Namun, Nikita menghentikannya.“Om Kevin tinggal di sini, kita pulang dulu, ya?”Begitu mendengar itu, Rio langsung menangis keras.Nikita segera menggendongnya dan membawa koper-kopernya pergi.Aku tak terkejut dengan hasil ini.Aku sudah tahu bahwa Nikita tidak benar-benar menyukai Kevin.Dia hanya mencari tempat yang bisa memberinya makan dan tempat tinggal tanpa bayar.Setelah tahu bahwa mereka akan pergi ke luar negeri, Kevin dengan sukarela menyerahkan dirinya.Setelah Nikita pergi, Kevin butuh waktu lama untuk menyadari.Dia mengangkat tangannya ingin meraihku dan dengan susah payah berkata,“Sayang, aku sudah mengusir mereka pergi, mari kita hidup dengan baik mulai sekarang, ya?”Tatapannya penuh harapan.Aku tertawa pelan, lalu dengan sengaja membawa keluar barang-barangnya dari rumah.Aku ber

  • Sosok yang Spesial   Bab 9

    Manajer tak berpikir lama dan langsung berkata, “Dia mengajukan cuti pada hari ulang tahunnya.”Setelah keluar dari perusahaanku, kejadian pada hari ulang tahunku terus berputar-putar di kepala Kevin.Dia tak bisa mengerti, kenapa setelah dia hanya melupakan ulang tahunku dan mengajukan pembicaraan soal perceraian sementara, aku tiba-tiba mengajukan cuti dan kembali ke tanah air.Kevin merasa pasti ada hal yang tidak dia ketahui.Namun, dia harus menemui aku dan mendapatkan penjelasan yang jelas.Hari itu juga, dia membeli tiket pesawat untuk kembali ke tanah air.Namun, setibanya di sana, Kevin tak ingat di mana rumah orang tuaku.Dia hanya bisa menggunakan cara lama, pergi ke perusahaanku untuk mencari tahu.Namun, pihak kantor mengatakan bahwa aku sedang cuti.Kevin berusaha menghubungi teman-temanku, tapi saat membuka kontak telepon, dia tak menemukan satu pun nomor teman dekatku.Bahkan nomor telepon orang tuaku pun tak ada.Di saat itu, Kevin baru menyadari bahwa dia sama sek

  • Sosok yang Spesial   Bab 10

    Aku pikir setelah hari itu, aku tak akan pernah lagi bertemu dengan Kevin.Namun, aku tak menyangka dia menyewa sebuah rumah dekat rumahku.Setiap hari dia memasak makanan sendiri dan menaruhnya di depan pintuku.Ibuku melihat kotak makanan di depan pintu dan agak bingung bertanya padaku, “Kita harus bagaimana dengan ini?”Aku melirik sekilas dan dengan tenang menjawab, “Biarkan saja, dia pasti akan mengambilnya sendiri.”Kevin sepertinya sama sekali tak peduli dengan sikap dinginku.Dia dengan tekun setiap hari memasak berbagai macam hidangan untukku.Bahkan kemudian dia mulai membuatkan cemilan kecil.Akhirnya, suatu hari aku tak bisa menahan diri dan menunggu di depan pintu untuk menemuinya.Saat Kevin melihatku, wajahnya langsung ceria.Dia menyerahkan barang yang dibawanya dengan hati-hati, berkata, “Sayang, hari ini aku buat iga dan brokoli, serta puff pastry yang aku buat sendiri, coba deh.”Aku menerima barang yang dia berikan.Kebahagiaan di wajah Kevin semakin jelas terl

Latest chapter

  • Sosok yang Spesial   Bab 10

    Aku pikir setelah hari itu, aku tak akan pernah lagi bertemu dengan Kevin.Namun, aku tak menyangka dia menyewa sebuah rumah dekat rumahku.Setiap hari dia memasak makanan sendiri dan menaruhnya di depan pintuku.Ibuku melihat kotak makanan di depan pintu dan agak bingung bertanya padaku, “Kita harus bagaimana dengan ini?”Aku melirik sekilas dan dengan tenang menjawab, “Biarkan saja, dia pasti akan mengambilnya sendiri.”Kevin sepertinya sama sekali tak peduli dengan sikap dinginku.Dia dengan tekun setiap hari memasak berbagai macam hidangan untukku.Bahkan kemudian dia mulai membuatkan cemilan kecil.Akhirnya, suatu hari aku tak bisa menahan diri dan menunggu di depan pintu untuk menemuinya.Saat Kevin melihatku, wajahnya langsung ceria.Dia menyerahkan barang yang dibawanya dengan hati-hati, berkata, “Sayang, hari ini aku buat iga dan brokoli, serta puff pastry yang aku buat sendiri, coba deh.”Aku menerima barang yang dia berikan.Kebahagiaan di wajah Kevin semakin jelas terl

  • Sosok yang Spesial   Bab 9

    Manajer tak berpikir lama dan langsung berkata, “Dia mengajukan cuti pada hari ulang tahunnya.”Setelah keluar dari perusahaanku, kejadian pada hari ulang tahunku terus berputar-putar di kepala Kevin.Dia tak bisa mengerti, kenapa setelah dia hanya melupakan ulang tahunku dan mengajukan pembicaraan soal perceraian sementara, aku tiba-tiba mengajukan cuti dan kembali ke tanah air.Kevin merasa pasti ada hal yang tidak dia ketahui.Namun, dia harus menemui aku dan mendapatkan penjelasan yang jelas.Hari itu juga, dia membeli tiket pesawat untuk kembali ke tanah air.Namun, setibanya di sana, Kevin tak ingat di mana rumah orang tuaku.Dia hanya bisa menggunakan cara lama, pergi ke perusahaanku untuk mencari tahu.Namun, pihak kantor mengatakan bahwa aku sedang cuti.Kevin berusaha menghubungi teman-temanku, tapi saat membuka kontak telepon, dia tak menemukan satu pun nomor teman dekatku.Bahkan nomor telepon orang tuaku pun tak ada.Di saat itu, Kevin baru menyadari bahwa dia sama sek

  • Sosok yang Spesial   Bab 8

    Muka Nikita semakin kaya akan ekspresi.Dari yang tak percaya, akhirnya berubah menjadi penuh makna yang dalam.Sementara itu, Rio tampak senang dan ingin menarik Kevin untuk pergi.Namun, Nikita menghentikannya.“Om Kevin tinggal di sini, kita pulang dulu, ya?”Begitu mendengar itu, Rio langsung menangis keras.Nikita segera menggendongnya dan membawa koper-kopernya pergi.Aku tak terkejut dengan hasil ini.Aku sudah tahu bahwa Nikita tidak benar-benar menyukai Kevin.Dia hanya mencari tempat yang bisa memberinya makan dan tempat tinggal tanpa bayar.Setelah tahu bahwa mereka akan pergi ke luar negeri, Kevin dengan sukarela menyerahkan dirinya.Setelah Nikita pergi, Kevin butuh waktu lama untuk menyadari.Dia mengangkat tangannya ingin meraihku dan dengan susah payah berkata,“Sayang, aku sudah mengusir mereka pergi, mari kita hidup dengan baik mulai sekarang, ya?”Tatapannya penuh harapan.Aku tertawa pelan, lalu dengan sengaja membawa keluar barang-barangnya dari rumah.Aku ber

  • Sosok yang Spesial   Bab 7

    Aku melanjutkan berkata,“Jadi, perceraian adalah pilihan terbaik.”“Kalau kita cerai, Nikita bisa mendapatkan kartu izin tinggal menetap dengan sah, dan Rio nggak akan kehilangan ayahnya, lagipula anak kecil nggak bisa hidup tanpa ayah.”Kevin tetap tak menyerah, dan berkata.“Aku cuman ingin berpura-pura bercerai, tapi kenapa kau...?”“Tapi aku benar-benar sudah memutuskan untuk bercerai denganmu.”Aku tanpa ragu memotong kata-katanya.“Luangkan waktumu untuk mengemasi barang-barangmu dan bawa pergi.”Kevin ingin mengatakan sesuatu, namun aku tiba-tiba menyela,“Kevin, ada kamera pengawas di ruang tamu.”“Kalau kau nggak ingin sesuatu terjadi padanya, sebaiknya cepat tanda tangan.”Kevin tak menyangka aku akan mengancamnya dengan Rio.Dia membuka mulut beberapa kali, tapi tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.Akhirnya, dia mencari alasan dan buru-buru pergi.Melihat punggungnya yang semakin menjauh, hatiku sama sekali tak merasa sedih.Aku malah merasa kesal karena dia teru

  • Sosok yang Spesial   Bab 6

    Aku menunduk, menatap lenganku.Ada luka sayatan baru yang cukup dalam.Darah merah segar mengalir perlahan dari lukanya.Di belakangku, wajah Rio tampak beringas, tangannya masih menggenggam pisau.“Kau ini orang jahat! Kau ingin mengusir kami! Mati saja kau!”Sambil berteriak, dia kembali mengayunkan pisaunya ke arahku.Aku langsung mendorongnya hingga terjatuh ke lantai.Kevin buru-buru berlari dengan panik dan mengangkat Rio yang terjatuh.Dia menatapku penuh amarah dan membentak,“Helen, kau gila, ya?! Berani-beraninya kau menyakiti seorang anak kecil!”“Rio masih kecil! Dia nggak mengerti apa pun!”Mengabaikan luka di lenganku, aku mengusir mereka satu per satu dari rumah ini.Kevin dan Nikita terlalu sibuk membawa Rio ke rumah sakit, sehingga tak punya waktu untuk berdebat denganku.Entah berapa lama waktu berlalu, barulah aku pergi ke rumah sakit.Melihat lukaku yang sudah berhenti berdarah, dokter menegurku,“Kau sama sekali nggak menghargai tubuhmu sendiri! Kenapa b

  • Sosok yang Spesial   Bab 5

    Ucapanku membuat mata Kevin membelalak lebar.“Cerai?” Suaranya bergetar. “Helen, kau ingin menceraikanku?”Aku mengangkat surat perceraian di tanganku, memperlihatkan bahwa aku sudah menandatanganinya.Kevin langsung merampas dokumen itu dan merobeknya dengan kasar, lalu menggeram,“Aku nggak akan bercerai denganmu! Kita nanti juga akan punya anak… Sayang, kita nggak boleh bercerai!”Di sampingnya, Nikita tiba-tiba berlutut di depanku.“Helen, maafkan aku, ini semua salahku… Kevin cuman merasa kasihan pada Rio, makanya dia melakukan itu.”“Kalau ada yang harus disalahkan, itu aku. Salahkan aku saja…”Aku langsung menariknya dari lantai dengan kasar, lalu menamparnya keras.Nikita menutup wajahnya, matanya penuh dengan ketidakrelaan, tapi dia tak bisa melakukan apa pun.“Kau pikir aku masih seperti dulu, yang nggak akan melawanmu?”Mungkin tatapanku terlalu tajam, hingga untuk pertama kalinya, Nikita menundukkan kepalanya di depanku.Kevin langsung melindungi Nikita di belaka

  • Sosok yang Spesial   Bab 4

    Aku tersenyum tipis dan tanpa ragu berkata, “Nggak perlu, kalian nikmati saja.”Setelah mengatakan itu, aku langsung menutup telepon, sama sekali tak peduli dengan reaksi Kevin di seberang sana.Saat tiba di rumah, aku menerima pemberitahuan dari kantor.Permohonanku untuk kembali ke negara asalku telah disetujui, dan aku diminta untuk segera menyelesaikan urusan di sini sebelum berangkat.Ini adalah satu-satunya kabar baik yang kuterima dalam beberapa hari terakhir.Ketika Kevin pulang, aku sedang merapikan dokumen untuk serah terima pekerjaan.Dia masih marah karena sikapku di telepon tadi, tapi tak mengatakan apa-apa dan langsung mengambil pakaian bersih untuk mandi.Saat dia keluar dari kamar mandi, aku sudah berbaring di tempat tidur, siap untuk tidur.Dia berdiri di tepi ranjang, menatapku tanpa berkedip.Tatapannya begitu intens hingga aku bisa merasakannya meski mataku tertutup.Saat aku mulai merasa terganggu, tiba-tiba ponselku berdering.“Helen! Hari ini kan ulang tahu

  • Sosok yang Spesial   Bab 3

    Aku menanggapinya dengan acuh tak acuh, hanya menggumamkan pelan sati kata, “Oh.”.“Aku keluar cari sesuatu untuk dimakan.”Saat itu, Nikita datang bersama Rio.“Helen, Rio baru saja bilang ingin makan hotpot. Kalau kau nggak keberatan, ayo ikut.”“Anggap saja ini sebagai permintaan maaf dariku.”“Aku nggak suka…”Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Kevin sudah lebih dulu menyetujuinya.Bahkan dia langsung menyuruhku pergi mengambil mobil.Karena aku sudah memutuskan untuk pergi, aku tak ingin bertengkar dengannya.Jadi, aku menurut dan pergi ke garasi untuk mengambil mobil.Begitu mobil keluar, Kevin langsung masuk ke kursi belakang bersama Nikita dan putranya.Baru setelah mesin dinyalakan, dia menyadari sesuatu.Dengan sedikit gelisah, dia menjelaskan, “Rio masih kecil dan manja denganku, jadi…”Dari kaca spion, aku melihat mereka bertiga duduk bersama seperti keluarga harmonis.Aku tak sabar dan langsung memotong ucapannya, “Kalian duduk bersama saja, lagipula kursi

  • Sosok yang Spesial   Bab 2

    “Papa... Papa...”“Cepat temani aku main balapan. Mama cupu banget.”Kevin refleks berdiri dan menyahut. Saat hendak berjalan keluar, dia tiba-tiba menoleh ke arahku dan berkata, “Aku main sebentar dengan Rio, dia masih anak-anak, sedangkan Nikita...”Aku langsung memotong ucapannya.“Nggak perlu banyak penjelasan. Aku percaya.”Kevin terdiam sejenak, lalu hanya berkata, “Kalau begitu, baguslah.” Setelah itu, dia pun membuka pintu dan pergi.Sejak pertama kali tinggal di rumah ini, putra Nikita sudah memanggil Kevin dengan sebutan 'Papa'.Dulu, aku sendiri pernah mengungkapkan ketidaksenanganku soal ini.Tapi Kevin malah membentakku.“Helen, kenapa kau nggak punya belas kasihan sedikit pun?! Rio masih anak-anak, dia sudah cukup malang karena nggak punya ayah!”Dulu, setiap kali mendengar Rio memanggilnya, ada rasa sesak yang menghantam dadaku.Tapi kali ini, rasanya seolah aku sudah kebal.Aku menyentuh bagian dadaku, lalu tersenyum cerah.Ternyata, kalau sudah memutuska

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status