"Ayah, yang kuat. Jangan tinggalkan kami!" Hartono menggenggam erat tangan keriput yang bergetar hebat itu dengan mata berkaca-kaca."Ton, lakukan keinginan terakhir Ayah. Uhuukk ... nikahkan putrimu dengan anaknya Bastian yang nomor dua. Cepaat sebelum nyawa ini melayang dari ragaku!" titah Anggito Bramantyo, kakeknya Ciara.Dengan tanpa pikir panjang, Hartono pun berkata tegas ke istrinya, "Ma, sepulang sekolah langsung bawa Ciara ke rumah sakit buat dinikahkan dengan putra keduanya Mas Bastian. Ini permintaan terakhir ayah!"***"DUKK!" "ADUH! Sialan, siapa yang berani lempar bola basket ini ke kepalaku, hahh?!" Sosok pemuda yang paling disegani sekaligus menjadi idola semua angkatan di SMA Teruna Negeri itu memegangi kepalanya yang benjol dan berdenyut-denyut pening sambil melotot.Beberapa telunjuk tertuju ke seorang murid perempuan yang mengenakan kostum basket warna biru putih. Rodrigo berkacak pinggang dengan muka mendung menghampiri pelaku tindak kekerasan atas dirinya barus
"Mama, aku tak mau menikah dengan Igo. I hate him!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya memprotes perjodohan yang telah divoniskan atas dirinya dan Rodrigo. Semenjak masih SMP, mereka sudah jadi musuh bebuyutan seperti Tom and Jery. Mau ditaruh di mana mukanya kalau dia harus menikahi Igo, teman-teman Ciara pasti akan dengan puas membully dirinya."Cia, kamu harus mau menuruti wasiat terakhir kakekmu. Sebentar lagi beliau akan meregang nyawa, apa kamu tega kalau kakek meninggal nggak tenang karena cucunya membantah keinginan terakhir beliau?!" bujuk Nyonya Wina Sasmita sembari membelai surai panjang putrinya yang tergerai indah sepunggung.Wajah Ciara cemberut dengan bibir monyong lima senti alias bimoli. "Cia 'kan masih kecil, Ma!" serunya tak mau menyerah begitu saja dan bersedekap di tepi ranjang."TOK TOK TOK."Suara ketokan di pintu kamar membuat kedua wanita beda generasi itu sontak menoleh ke arah yang sama. Kepala Pak Hartono Sasmita muncul dari daun pintu yang terbuka. "Lho, k
"Pa, Igo nggak bisa menikahi Ciara!" ucap pemuda jangkung dengan garis rahang tegas itu ketika menghadap ayahandanya di sofa ruang tengah.Pak Bastian Sutedja pun membetulkan kaca mata yang tersangga oleh hidung mancungnya. Beliau bangkit dari tempat duduk dan menjawab putra nomor dua hasil pernikahannya dengan Nyonya Chintami, "Nak, pernikahan ini tidak bisa dibatalkan. Papa sudah menyetujuinya karena keluarga kita berteman dekat dengan keluarga Sasmita. Putrinya Mas Hartono itu cantik kok, anaknya sopan juga!" "Tapi, Igo nggak suka sama dia! Ciara tuh petakilan dan sembrono. Kami kalau dekat-dekat selalu bikin aku celaka, Pa!" Rodrigo lalu menyibak rambut poni bergelombangnya yang menawan, "nih jidat Igo jadi tambah jenong kayak ikan Louhan gara-gara dilempar bola basket sama cewek barbar itu!""Yaelah, Igo ... mungkin Ciara nggak sengaja, Nak. Masa kamu dendam sih hanya karena bola nyasar sedikit—" Pak Bastian tertawa renyah sembari menepuk-nepuk punggung putranya yang nampak emos
"Turunin gue kagak?! Gue bisa main keras sama lo kalo emang lo yang nantangin!" hardik Ciara galak sembari bersitatap dengan Rodrigo."Ohh ... gaya lo lebay tau?! Badan elo tuh cuma separuh dari gue. Ntar sampai di rumah boleh ngajak gue gulat di kasur. HAHAHA!" Tanpa mengindahkan Ciara yang meronta-ronta seperti kena sawan, Igo tetap santai berjalan ke arah parkiran mobil kedua keluarga mereka. Papa mama mereka yang memang selalu kompak sedari muda dulu malah asik bercengkerama diiringi canda tawa di dekat mobil yang siap pulang ke rumah masing-masing."Tuh, Jeng Wina, Mas Tono, yang habis sah langsung romantis!" Nyonya Chintami terkikik geli menunjuk ke arah putra keduanya yang sedang menggendong Ciara dengan gagah seperti dalam adegan film Holywood."Wah, sayangnya mereka masih SMA ya, Jeng Tami. Rasanya nggak sabar buat gendong cucu pertamaku!" sahut Mama Ciara antusias melihat kebersamaan Igo-Cia yang cocok satu sama lain.Suaminya pun berpesan kepada Pak Bastian, "Ehh, Mas Ibas
"Igo, tolong nanti bawain koper Cia di bagasi belakang mobil ya?" pinta mamanya dengan nada keibuan. Tentu saja Rodrigo tak bisa menolak sekalipun dia enggan."Mau ditaruh ke mana tuh koper, Ma?" tanya Igo dari bangku belakang mobil yang sedang membelok ke arah gapura masuk perumahan Kartika Buana.Pak Bastian pun berdecak kesal, "Ckk ... Igo, kamu ini kok masih nanya sih? Ya jelas dibawa ke kamar kamu dong. Sekarang kalian suami istri, masa malam pertama malah pisah ranjang!"'WHAT?!' batin Igo dan Cia berseru bersamaan lalu mereka pun menoleh seraya saling melempar tatapan tak setuju.Kemudian segera Ciara menutupi dadanya dengan dua tangan tersilang, sedangkan Igo tersenyum miring disertai ekspresi bandel. Mulut Igo berucap tanpa suara, "Mampus lo!""Ehm ... berarti malam ini Igo tidur bareng sama Cia satu ranjang berdua, bener gitu ya Pa?" ujar Rodrigo dengan suara lantang dan jelas agar Ciara mendengar sendiri apa kata orang tuanya."Yoii lah, kalian yang rukun. Cia dipeluk biar
"Gue mau pulang ke rumah ortu!" Ciara menghentak-hentakkan kakinya tantrum seraya menatap tajam Rodrigo yang masih mengganjal pintu kamar dengan telapak tangan kanannya."Kebiasaan lo jadi biang kerok! Bisa gak sekali aja jadi cewek yang kagak barbar dan egois?" balas Igo dengan tegas. Permintaan Ciara dia tepiskan begitu saja. Ide buruk bagi semua yang terkait dengan pernikahan mereka tadi sore.Ciara masih saja menyolot dengan bertanya, "Memang apa yang bikin lo menyimpulkan gue egois, hahh? Perasaan di sini gue yang ada dipaksa nikahin musuh gue. Plus ... ditaruh di satu kamar pula, maksudnya gimana? Biar kita gladiator part two gitu?!" "Aahh ... gue jabaninlah, gladiator bareng bini gue yang semlohay boleh banget tuh. Di lantai udah tadi, cuma kurang empuk, cuss di kasur lebih enak!" seloroh Igo membersitkan senyuman tengil dan memasang tampang tak berdosa."Anjiiirr ... Igo, lo masak bisa sih nganu-nganu kagak pake perasaan? Lo nyadar kagak sih kita di sekolah tiap ketemu pasti
"TOK TOK TOK. Igo, Cia, kalian sudah bangun belum? Nanti telat berangkat ke sekolah lho!" seru Nyonya Chintami sambil mengetok pintu kamar mereka.Pasangan muda mudi yang tadinya tidur lelap berpelukan mesra itu pun terbangun bersamaan. Mereka saling tatap lalu cepat-cepat Igo menutup mulut Ciara agar tidak menjerit. "Iya, Ma. Sebentar lagi kami turun!" balas Igo dengan suara lantang agar mamanya mendengar."Ya sudah, Mama tunggu di meja makan ya!" ujar Nyonya Chintami lalu meninggalkan depan pintu kamar putranya.Ciara memelototi Igo dan menghardik pemuda itu, "Lo pagi-pagi main bekap aja sih! Ngapain juga peluk-peluk gue tadi?!" "Hey, semalem lo yang nemplok ke badan gue. Kali lo kedinginan sama AC kamar gue. Stop debatnya, nggak penting tahu. Kita sudah mau telat dan gue ada ulangan matematika jam pertama. Dari pada telat sekolah mending kita mandi bareng aja!" celoteh Igo sembari bangkit dari tempat tidurnya dan memilih baju seragam hari ini di lemari."Ogah, ngeri amat ngeliatin
"KRIIIINGG!" Suara bel tanda istirahat yang berbunyi nyaring membuat siswa-siswi SMA Teruna Negeri berhamburan dari pintu kelas masing-masing. "Cia, lo lesu amat sih pagi ini!" celetuk Lindsey, bestie-nya yang duduk bersebelahan meja dengan Ciara.Dengan cepat Ciara mengerem lidahnya agar tidak bocor keliling tentang pernikahan dadakannya dengan Rodrigo kemarin sore. "Ehh ... ohh ... biasa capek aja, Lind!" kelitnya. Tiba-tiba dari arah lapangan basket terdengar suara laki-laki dengan pengeras suara berkata, "Tolong yang lihat Ciara Eloise Sasmita, anak 10-A, bilangin suruh ke lapangan basket ya!" "Lho, kayak suara si Billy tuh, Cia. Lo dicariin sama dia di lapangan basket. Sono buruan tengok ada apa!" ujar Lindsey seraya bangkit dari kursinya. Gadis itu pun berdiri lalu melongok-longok dari kaca jendela kelasnya yang mengarah ke lapangan basket. 'Issh ... ngapain si Billy ya? Kagak biasanya begini!' batin Ciara penasaran."Ayo, Cia ... tuh dipanggil lagi!" Lindsey menyeret tangan
"Mbok, jangan halangi saya pergi!" teriak Cindy sembari berusaha mendorong tubuh renta Mbok Parni yang menghalanginya membawa koper besar dan beberapa tas jinjing."Tuan Besar sudah pesan tadi, Bu Cindy tolong ya jangan bawa barang apa pun kalau memang ngeyel pergi malam ini!" sergah Mbok Parni. Cindy tetap nekad dan dia mendorong Mbak Parni hingga terjatuh ke lantai yang keras. Sayangnya tepat pada waktu itu Pak Hartono memasuki ruang tengah."Tuan Besar!" panggil Mbok Parni sambil mengusap-usap bokong kurusnya yang memar terbentur lantai. "Iya. Serahkan saja ke saya. Panggilkan satpam di depan ya, Mbok!" titah Pak Hartono. Tatapan matanya mengunci sosok Cindy. Dia menghampiri wanita jahat dan matre itu lalu menampar keras wajahnya hingga Cindy tertoleh ke samping."Mas!" seru Cindy memegangi pipinya yang panas dan memerah karena cap lima jari tangan.Pak Hartono berteriak menggelegar, "DASAR PELACUR MURAHAN!!" Iphone seri terbaru di tangan Cindy dirampas lalu dibanting hingga peca
"Welcome to our campus!" ujar teman sekamar Igo di asrama mahasiswa MIT. Pemuda asal Jepang itu mendapat beasiswa penuh sama seperti Igo yang kebetulan satu jurusan juga. Dia mengulurkan jabat tangannya ke Igo, "Kenalkan, namaku Hideo Takajima. Baru sampai di sini dua hari lalu!""Aku Rodrigo Gunadarma Sutedja. Asalku dari Indonesia. Mungkin kamu akan lebih mudah mengingat nama panggilanku. Igo, itu saja!" balas Igo ramah. Hideo akan menjadi teman sekamarnya untuk waktu yang entah berapa lama."Nice, aku suka nama yang singkat. Mudah diingat dan wajahmu seperti bintang film, Bro. Keren sekali!" puji Hideo sembari duduk di lantai kamar beralas karpet. Kemudian Igo membongkar kopernya yang berisi pakaian, barang-barang pribadi, dan makanan kering yang sengaja ditaruh oleh Mama Tami ke dalam bawaannya. Dia pun mulai mengirim telepati dengan penuh konsentrasi ke Ciara, berharap jarak yang luar biasa jauh tak menghilangkan kemampuan istimewa itu.'Beib, hai ... apa lo denger suara gue? In
Seusai resmi menjadi suami Nyonya Wina, pengusaha tajir melintir itu membawa anak dan istrinya tinggal bersama di rumah megah bak istana yang ada di tengah kota Bandung. Memang sebelum Igo berangkat ke Massacussets, Amerika, Ciara tetap tinggal di kediaman Sutedja. Namun, nanti setelah suaminya berangkat kuliah ke luar negeri, Ciara akan tinggal bersama keluarga barunya.Hari demi hari yang dilewati selama sebulan itu bergulir begitu cepat sehingga tanggal keberangkatan Igo tersisa di besok sore penerbangannya."Cayank, gue nggak rela rasanya elo pergi besok!" ucap Ciara di balkon kamar mereka di lantai dua malam itu. Angin malam yang berhembus membuat hati terasa membeku. Ciara bergidik sedikit, Igo segera mengambil jaket untuk menghangatkan istrinya. "Lo jaga kesehatan selama kita LDR. Jangan ilang kontak sama Gabe dan Renata kalo lo lagi di luar rumah!" pesan Igo.Kepala Ciara terangguk pelan. Air mata merembes melalui sudut matanya. Igo makin berat saja meninggalkan si cantik imu
"Pengantinnya sudah boleh turun ya, tamu-tamu sudah memadati meja pesta!" kata Bu Ursula kepada Ciara melalui HT."Okay, copy! Kami akan langsung turun dengan pengantin, Bu Ur!" sahut Ciara lalu memberi kode ke Mama Wina dan Papa Reynold bahwa sudah saatnya acara dimulai di venue party.Pasangan yang tak lagi muda itu nampak berbinar-binar wajahnya. Sedikit unik karena bridesmaid semuanya ibu-ibu berbadan subur dengan beberapa anak sudah remaja."Mbak Wina, kamu cantik sekali lho ngalah-ngalahin yang dua puluhan!" puji Tante Anjali dengan nadanya yang selalu khas rumpi."Kakak pertama kita 'kan memang awet muda sih, Anjali!" sahut Tante Merry yang membantu mengangkat ekor gaun putih panjang Mama Wina.Dalam lift Pak Reynold yang dikerubuti kaum ibu-ibu hanya bisa memasang senyum tipis. Istrinya meliriknya gemas lebih dikarenakan dia santai dan tidak jelalatan matanya. Tangan halus yang terasa sejuk itu berada di genggaman telapak tangan lebar Pak Reynold saat lift berbunyi tanda samp
Kabar bahwa Mama Wina dan Pak Reynold telah sepakat menikah membuat anak-anak mereka turut bergembira. Bahkan, Vincent mendesak agar perayaan pernikahan segera diselenggarakan. Dia berencana mengajak Grandpa Damon Hawkins terbang ke Indonesia untuk menghadiri acara spesial sekali seumur hidup ayah kandungnya tersebut.Masih dalam suasana libur kenaikan kelas serta kelulusan, Ciara dan Alex serta Igo membantu persiapan pesta dengan memilih menu katering, dekorasi bunga, dan entertainment. Rencananya memang lokasi pesta resepsi di taman belakang Hotel Wonderful Paris Van Java sesuai permintaan Mama Wina agar budget tak berlebihan. Namun, tetap representatif untuk menjamu tamu kolega calon suaminya yang notabene pengusaha sukses."Bu Ursula, kami sudah putuskan warna kain dekorasi nuansa putih, kuning, dan jingga. Maknanya sekalipun usia mulai senja, tetapi masih bersinar indah!" tutur Ciara usai berdiskusi dengan kakaknya dan Igo.Pimpinan Wedding Organizer (WO) yang bernama Bu Ursula i
"Halo, Wina. Gimana kalau kamu jalan-jalan denganku saja karena anak-anak asik proom night di sekolah sampai larut malam 'kan?" ajak Pak Reynold melalui telepon HP."Halo, Mas Rey. Iya, nggakpapa. Mau berangkat jam berapa nih?" sahut Nyonya Wina santai. Dia melirik jam dinding di kamar hotel sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB."Aku naik sekarang jemput kamu di sana, oke?" balas Pak Reynold lalu mengakhiri telepon ketika menerima jawaban positif dari teman kencannya malam ini. Pria matang berparas rupawan itu segera naik lift menjemput Nyonya Wina.Bunyi bel dua kali membuat wanita yang telah siap bepergian dengan penampilan anggun simple seperti gaya biasanya. Dia membuka pintu kamar hotel dan sempat merasakan jantungnya seolah terhenti sejenak ketika melihat pria di hadapan matanya."Ehh ... apa tempat yang akan kita datangi harus mengenakan pakaian resmi, Mas?" tanya Nyonya Wina melihat Pak Reynold Subrata dalam setelan tuxedo silver grey dengan dasi merah maroon."Kamu mengenakan ba
"Oke, Guys. Di malam yang penuh kenangan ini, kita akan menyaksikan beberapa penampilan istimewa dari kakak-kakak senior idola SMA Teruna Negeri. Tanpa membuang waktu lagi, kita panggil Kak Igo, Kak Alex, Kak Jacky, Kak Kevin, dan Kak Mike ke atas panggung!" Sabrina Elvira, anak kelas 11-B yang dipercaya menjadi MC proom night memanggil genk Auto Drift."Show time, Genks!" ucap Igo penuh percaya diri memimpin rekan-rekannya naik ke pentas.Jeritan histeris siswi-siswi SMA Teruna Negeri dan siulan para adik kelas membuat para jajaka Bandung itu makin bersemangat membagikan penampilan terakhir mereka sebagai bagian SMA Teruna Negeri.Igo memberikan kehormatan kepada Alex untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan atas penampilan pamungkas mereka berlima. Dia siap duduk di kursi dengan gitar listrik akustik dan stand by mikrofon. Alex pastinya dengan biola pribadi yang dia bawa sendiri. Jacky duduk di atas kotak perkusi siap menabuh sesuai irama lagu. Sedangkan, Mike bermain bass g
"TOK TOK TOK." Igo mengetok pintu kamar mamanya dengan tak sabar. Pasalnya, pendamping proom night pemuda itu sedang disandera oleh Mama Tami untuk dimake-over wajah dan rambutnya."Mama, lama amat sih di dalem!" seru Igo senewen. Dia merasa Ciara sudah cantik tanpa perlu didandani heboh.Sementara itu Mama Tami dan Ciara terkikik kompak di depan cermin rias mendengar suara Igo di luar. "Tuh suami kamu, Cia. Baru ditinggal kamu satu jam udah heboh si Igo. Hihihi!" ujar Mama Tami."Nggakpapa, Ma. Nanti juga semalaman berdua melulu. Apa dandannya sudah kelar?" jawab Ciara sambil tersenyum memandangi pantulan bayangan di cermin rias mama mertuanya."Sudah kok. Cantik banget, Igo beruntung mendapat pasangan proom night yang secantik bidadari. Teman-temannya pasti iri!" puji Mama Tami lalu membantu Ciara bangkit dari kursi rias. Dia pun bertanya "Korsasenya belum dibagiin ya sama panitia acara?" "Belum, Ma. Di depan aula sih kata anak OSIS yang ikut panitia proom night!" jawab Ciara sebel
Masih dengan gaun tidur tipisnya Cindy menuruni tangga lantai dua ke bawah. Hari sudah menunjukkan pukul 10.00, matahari sudah tinggi di luar sana. Dia belum juga mandi maupun melakukan aktivitas yang berarti.Pak Hartono yang sedang duduk membaca koran di sofa ruang tengah ditemani secangkir kopi hitam mendengar langkah-langkah wanita itu. Dia pun menutup lembaran koran lalu menyapa wanita kesayangannya, "Pagi, Cindy! Baru bangun ya?""Hoamph ... iya masih ngantuk. Kan dinas semalaman, Mas!" jawab Cindy. Memang tadi malam dia terpaksa melayani Pak Hartono yang menagih jatah untuk diservis."Hohoho. Iya, yang semalam enak deh. Mas demen banget!" sahut pria botak berkumis subur itu menyunggingkan senyuman mesum."Laper nih, Mas. Mbok Parni apa sudah masak sarapan?" Cindy yang duduk manja menyandar di badan Pak Hartono celingukan mencari pelayan tua suaminya itu.Pak Hartono pun me