“Bagaimana dengan semuanya? Apa kau sudah memiliki kabar terbaru?” tanya Magnus yang duduk di kursinya. “Semuanya sudah berjalan seperti apa yang Anda perintahkan. Hari ini semua masalah sudah final selesai,” jawab Harvey dengan senyuman. Magnus ikut tersenyum terlihat lega karena masalah yang membelitnya kini sudah bisa diselesaikan sampai bersih. Semuanya tinggal menunggu keputusan Magnus tentang apa yang harus dia lakukan selanjutnya, Harvey meletakan banyak document yang sudah dia periksa di hadapan Magnus. “Saya berharap setelah ini Anda lebih fokus pada kesehatan Anda. Anda sudah banyak bekerja keras dan memaksakan diri selama beberapa hari terakhir ini.” Magnus mengangguk, ada banyak ketenangan di wajahnya yang menandakan jika kini dia sudah baik-baik saja. “Bagaiamana denganmu Harvey? Tidak mungkin kau akan terus di sisiku, sekarang keadaanku sudah berubah. Jika kau setuju, aku akan segera memberikanmu gaji dan tunjangan, dan aku akan merekomendasikanmu ke perusahaan lai
Magnus terbaring lemah di atas ranjang, kondisi Magnus kembali memburuk, penyakitkan kembali kambuh lebih serius dari yang sebelumnya. Semua ini di akibatkan oleh aktivitas yang Magnus jalani beberapa hari terakhir ini. Magnus terlalu berusaha dengan kondisi yang tidak memungkinkan, terlalu banyak pekerjaan yang telah di lakukan hingga membuat Magnus lupa dengan kondisi kesehatannya sendiri yang seharusnya menjadi perhatian utama. Magnus berkedip pelan terlihat lemah tidak berdaya, kakinya lemas tidak bisa digeser sedikitpun, begitu pula dengan sebelah tangannya. Panggilan telepon dari Naomi yang tengah Magnus hindari kini ditangani oleh Harvey usai Magnus meminta assistantnya itu melakukan kebohongan agar Naomi tidak mengetahui kondisi kesehatan sekarangnya seperti apa. Kebohongan yang dilakukan Harvey tampaknya tidak berhasil karena kini Harvey menghampirinya dan memberitahu jika Naomi memaksa tetap ingin berbicara dengannya. Magnus mengangguk lemah, tangannya satunya lagi yang
Axel duduk di sisi ranjang, pria itu terlihat tenang dengan sebuah laptop di pangkuannya. Axel tengah memeriksa laporan yang berisi sebuah hasil dari pencarian yang Axel perintahkan kepada David mengenai kecelakaan yang Axel alami. Kecelakaan yang Axel alami hingga menabrak Naomi memiliki banyak keganjilan. Axel selalu meminta seseorang memeriksa keadaan kendaraanya yang akan dipakai. Di hari itu, tepatnya di hari kecelakaan Axel yang melibatkan Naomi. Axel membawa kendaraanya dalam keadaan normal ke perusahaan, semuanya berjalan dengan lancar. Namun, ketika Axel melakukan perjalanan pulang, kendaraan yang ditumpanginya menjadi eror, dimulai dari rem blong dan kondisi kemudi yang macet. Karena alasan itulah Axel tidak dapat mengontrol mobilnya dan berakhir dengan menabrak Naomi. Beruntungnya Axel mengendarai kendaraannya dengan pelan, andai dia berkendara dengan cepat, mungkin luka yang didapat Naomi akan jauh lebih parah dari sekarang. Axel menutup laptopnya, pria itu mengambil
“Apa Anda mencintai puteri saya?” Axel terdiam mendengar pertanyaan sederhana Magnus. Sorot mata Axel telihat dalam, pria itu tidak mengalihkan perhatiannya dari sosok Naomi yang kini mulai terlihat tiduran di atas ranjangnya. Magnus mempertanyakan perasaan Axel kepada Naomi. Ini adalah pertanyaan yang mudah untuk dijawab oleh Axel, namun entah mengapa kini rasa cukup berat untuk katakan karena pikiran Axel sedikit meledak-ledak, darahnya memanas bergejolak dan jantungnya berdebar hebat seakan memberitahu Axel agar dia menjawab lebih jujur sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Axel menarik napasnya dalam-dalam sampai akhirnya pria itu dengan lantangnya berkata, “Saya mencintai puteri Anda. Saya tidak mungkin menjadikan Naomi tunangan saya jika saya tidak jatuh cinta kepadanya.” Degub jantung Axel berdebar cepat tidak beraturan, wajah pria itu terlihat merah bersemu usai mengakui sesuatu pada Magnus. “Axel, saya akan memberi Anda izin untuk bersama Naomi, namun berjanjil
“Anda memanggil saya?” tanya Jaden dengan pelan. “Apa ada yang ingin Anda bicarakan?” tanya Jaden lagi. Levine beranjak dari duduknya, mengitari meja kerjanya dan berdiri di hadapan Jaden. Levine bersedekap, “Aku sudah mendengar cerita Feira. Dia sudah menceritakan semuanya padaku,” ucap Levine menggantung. “Itu hanya salah paham.” “Jadi, menurutmu, apa yang dikatakan Feira padaku adalah bohong?” tanya Levine dengan rahang mengetat. “Saya tidak berkata bahawa Feira berbohong, Feira salah pah_” Jaden tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Levine sudah mendahuluinya dengan sebuah pukulan keras di perutnya. Levine tidak mau menerima sangkalan apapun yang dikatakan oleh Jaden. Levine hanya mau Jaden meminta maaf apapun yang terjadi, lalu patuh di bawah perintahnya. Levine melangkah mendekat, berdiri di hadapan Jaden yang kini membungkuk kesakitan. “Katakan sekali lagi,” perintah Levine. Jaden menekan perutnya yang kini keram menyakitkan hingga membuat Jaden bisa merasakan tulang r
Setelah mendapatkan izin dari Magnus dan Teresia mengenai rencana pertunangan, kini akhrinya Naomi disibukan dengan persiapan pertunangannya dengan Axel. Naomi pergi ke butik untuk mencoba gaun yang sudah dipesan karena beberapa hari lagi Naomi akan diperkenalkan secara resmi oleh Axel jika Naomi adalah tunangannya. Hari ini Naomi lebih banyak melakukan kegiatan diluar sendirian, seperti memilih cincin dan memilih gaun. Axel tidak bisa menemaninya pergi karena sejak dua hari yang lalu dia pergi ke luar negeri lagi. Setelah kejadian Naomi hilang, kini Axel menempatkan banyak pengawalan untuknya untuk menghindari hal-hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi kapan saja. Dengan adanya banyak pengawal dan Roan menenemaninya, Naomi merasa aman, dia juga yakin ibunya pasti tidak akan bisa memaksa membawa Naomi pergi. Naomi berdiri di depan cermin, memperhatikan gaun cantik yang elegan berwarna merah muda selutut membalut tubuhnya, gaun itu disempurnakan dengan sebuah sepatu nyaman yang bi
Axel turun dari pesawat bersama sekelompok orang yang ikut dalam perjalanan bisnisnya. Kedatangan Axel disambut oleh beberapa petugas maskapai dan Sharen yang menunggu di depan mobilnya, tanpa berbicara apapun Axel segera masuk dan pergi dengan Sharen. Dua hari melewati perjalanan bisnis di luar negeri sedikit melelahkan, namun Axel tidak memiliki waktu untuk beristirahat karena kini dia harus segera pergi ke perusahaannya. Butuh waktu satu jam untuk mengurus banyak hal dan bisa sampai ke perusahaan, di sana Axel kembali disambut oleh setumpuk pekerjaan yang harus diperiksa. Axel melepaskan jassnya dan merenggangkan tubuhnya yang kini terasa pegal dan berdenyut lelah. Hari sudah berlalu, kini sore kembali datang dengan cepat, tumpukan document yang sudah Axel periksa sudah tersusun rapi. Sejenak Axel tertidur sambil menunggu kedatangan Sharen yang membawa kopi pesanannya. Suara ketukan langkah terdengar di sekitar ruangan, Sharen datang lebih cepat sambil membawa segelas kopi den
Ketika Naomi kembali pulang dan sampai rumah, ternyata Axel juga sudah pulang dan menunggunya di depan rumah. Axel berdiri bersedekap, memperhatikan Naomi yang keluar dari mobil dengan wajah merenggut terlihat sedih. Axel berdecih melihat seberapa suramnya wajah Naomi karena pulang lebih cepat. “Lihatlah wajahmu, kau jangan terlalu terang-terangan menunjukan wajah galau karena tidak bisa berlama-lama bermesraan dengan temanmu,” kritik Axel dengan sinis. Naomi langsung bersedekap di hadapan Axel. “Sebaiknya kau bersihkan isi kepalamu Axel, kau selalu berpikir negatif pada orang lain,” jawab Naomi sebelum kembali berjalan melewati Axel. “Kau mau ke mana?” Langkah Naomi kembali terhenti, gadis itu membalikan badannya dan menatap Axel. “Memangnya kenapa?” “Kau harus berlatih berjalan lagi, aku tidak ingin di konperensi pers nanti kau memakai kruk untuk berjalan.” “Aku akan melakukannya!” teriak Naomi kesal, gadis itu kembali berjalan dan pergi masuk lebih dulu. *** Di bawah pohon
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara