Share

BAB 2: Kabur

Author: Asayake
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Waktu telah berlalu, malam kian larut, Naomi masih diam terjaga sibuk dengan pikirannya sendiri yang memikirkan apa yang akan terjadi dengan masa depannya nanti bila ayahnya berhasil membuat Naomi menikah bisnis?

Seperti apa pria yang di jodohkan dengan Naomi? Bagaimana jika pria yang akan menikahi Naomi  itu sudah tua dan berkepribadian kasar? Mustahil seorang pria kaya dan memiliki banyak uang memilih menikah bisnis yang sama sekali tidak menguntungkan. Bahkan, jika pria yang akan menikah dengan Naomi adalah pria kaya dan tampan. Kepribadian Pria itu patut di pertanyakan.

Naomi beranjak dari ranjangnya, gadis itu terlihat begitu gelisah memikilkan hal-hal buruk yang kemungkinan akan terjadi dengan masa depannya jika menikah muda.

Naomi tidak rela! Dia tidak mau!

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Jika Naomi menolak permintaan Magnus, akankah Magnus menyetujuinya? Tapi agaimana jika Magnus menolak permintaannya?

Segelintir pertanyaan terus bermunculan di kepala Naomi hingga akhirnya gadis itu terdiam memikirkan sesuatu. Terbesit dalam benaknya untuk mengambil sebuah langkah yang berani. Yaitu pergi kabur dari rumah.

Akankah rencana pernikahan bisnis ini batal jika Naomi pergi sementara waktu dari rumahnya? Apakah Naomi mampu jika dia pergi sendiri dan tidak lagi berada di bawah perlindungan ayahnya? Dia harus sadar semua konsekuensinya jika memutuskan pergi.

“Tidak ada salahnya mencoba,” bisik Naomi memperkuat tekadnya yang muncul karena kepepet.

Terburu-buru Naomi pergi mengambil dua koper, gadis itu segera memasukan banyak pakaian mahalnya yang kemungkinan bisa berguna jika butuh uang dan menjualnya, Naomi membawa semua perhiasannya, uang dan juga beberapa barang lainnya.

Satu jam lebih Naomi mengepak semua barangnya, kini gadis itu menggendong ransel besar dan berdiri di antara dua koper besar yang sama sekali tidak menunjukan seperti seseorang yang akan pergi kabur. Melainkan pindahan.

Waktu sudah menunjukan pukul tiga dinihari, ini adalah waktu yang paling sempurna untuk Naomi pergi karena semua orang pasti sudah beristirahat.

Naomi menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan semua keberanian dan tekadnya sampai akhirnya dia membuka pintu kamar. Naomi menendang barang pemberian Cassandra yang menghalangi langkahnya,  dengan penuh tenaga dia menarik dua koper besarnya, saking besar dan banyaknya barang yang di bawa Naomi, dengan konyolnya gadis itu harus naik turun tangga membawa kopernya bergantian.

Begitu sampai di depan gerbang rumah, Naomi bertemu dengan penjaga gerbang.

“Nona Naomi,” sapa Alan sambil meneliti penampilan Naomi yang menggendong ransel, membawa dua koper besar. Penampilan Naomi saat ini mengingatkan Alan pada ibunya yang dulu akan pergi mengungsi dari desa karena ada bendungan yang rusak.

“Alan buka pintunya,” titah Naomi dengan suara yang begitu pelan.

“Anda mau ke mana? Kenapa tidak membawa mobil?” tanya Alan dengan curiga. Naomi, nona mudanya itu adalah gadis muda yang manja, sedikit-sedikit membutuhkan bantuan orang lain, mencurigakan jika dia pergi sendirian.

“Aku akan pergi liburan.”

“Benarkah?” Alan masih berdiri di tempatnya dan menatap curiga.

“Cepat buka pintu gerbangnya Alan! Aku bisa ketinggalan pesawat,” titah Naomi, berusaha lebih meyakinkan Alan.

“Saya akan memanggil sopir untuk mengantar Anda.”

“Tidak perlu, sudah ada taksi di depan,” jawab Naomi dengan cepat, “cepat buka pintunya,” titah Naomi tidak sabaran.

Alan yang terlihat ragu-ragu pada akhirnya membukakan pintu gerbang untuk Naomi.

Naomi segera pergi keluar menghampiri taksi pesanannya, dengan polosnya gadis itu masih sempat meminta Alan untuk membantunya memasukan koper bawaannya ke dalam ke dalam taksi. Bahkan Naomi melambaikan tangannya dan tersenyum lebar kepada Alan begitu taksi yang di tumpanginya bergerak pergi.

Alan bertolak pinggang, pria itu terdiam melihat kepergian taksi itu dengan perasaan bingung.

“Sepertinya aku sudah membuat kesalahan.”

***

Suasana stasiun kereta tampak sepi, Naomi duduk menunggu keberangkatan kereta yang akan datang beberaa menit lagi menuju kota sebrang. Naomi sengaja memakai kereta karena ini adalah cara yang paling efektif.

Jika Naomi pergi memakai pesawat, mungkin dia akan tertahan karena membawa banyak barang, selain itu, jika naik pesawat  kepergiannya akan mudah di lacak juga oleh ayahnya.

Naomi menatap sendu lorong hitam di kiri kanan jalannya kereta, perasaan sedih masih menggelayut di hatinya karena apa yang terjadi padanya saat ini sama sekali tidak pernah sedikitpun bayangkan akan terjadi.

Naomi meremas keras permukaan pakaiannya sampai lusuh, rasa takut pergi jauh sendirian membuatnya sempat ragu dan ingin kembali pulang. Akan tetapi, dia tidak rela menyerahkan masa mudanya dalam belenggu pernikahan.

Naomi mengusap wajahnya yang basah, air matanya kembali luruh terjatuh.

Tidak berapa lama kereta  luxury yang Naomi tunggu akhirnya tiba, gadis itu masuk dengan senyuman lebarnya, meski saat ini hatinya begitu gelap terselimuti kesedihan. Ini mungkin menjadi hal baru untuk Naomi,  dia tidak boleh terus tenggelam dalam kesedihannya.

Naomi menyempatkan diri untuk tidur selama perjalanannya menuju luar kota yang kemungkinan akan menghabiskan waktu satu sampai dua jam. Naomi akan naik kereta lagi menuju kota lainnya untuk menghilangkan jejak.

***

Di pagi itu, suasana kediaman Magnus tampak ramai, Magnus marah besar setelah di beri kabar oleh Alan bahwa Naomi pergi.

Kemarahan Magnus kian menjadi begitu dia menyadari bahwa Naomi membawa semua barang-barang berharga miliknya. Naomi tidak akan membawa barang sebanyak ini jika memang dia ingin pergi liburan.

Magnus curiga jika Naomi sudah mengetahui rencananya karena itu puterinya pergi.

Magnus memijat tengkuknya dengan kuat, Magnus memaki dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Naomi dengan baik hingga menimbulkan kesalah pahaman seperti ini pada puterinya. Padahal ada hal lain yang seharusnya Naomi dengar di balik keputusan Magnus yang ingin menikahkan dia dengan seseorang.

Sebagai seorang ayah, mana mungkin Magnus menyerahkan puterinya begitu saja pada pria sembarangan. Salahnya, Magnus lebih dulu memberitahu Cassandra di bandingkan dengan Naomi.

 “Sudah ada kabar lagi?” tanya Magnus.

“Tidak ada, Tuan.”

Tangan Magnus bergerak di udara, memberi isyarat kepala pelayan untuk pergi. Kepala pelayan itu mengangguk patuh dan segera pergi undur diri.

Suara langkah sepatu terdengar tajam di lantai begerak ke arahnya, Cassandra melangkah terburu-buru menghampiri Magnus. Begitu mendengar kabar Naomi pergi, Cassandra memutuskan segera datang.

“Ke mana Naomi pergi sebenarnya?” tanya Cassandra tanpa basa-basi.

Tangan Magnus terkepal kuat, pria itu menggebrak meja dengan keras dan segera beranjak enggan memberikan jawaban, kedatangan Cassandra di tengah-tengah kekacauan seperti ini sungguh membuat kemarahan Magnus kian tidak terkontrol.

Kedatangan Cassandra sama sekali tidak akan membuat suasana menjadi lebih baik karena setiap kali mereka berbicara, semua berakhir dalam perdebatan omong kosong.

“Magnus, jawab aku!” teriak Cassandra.

To Be Continued..

Related chapters

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 3: Pertengkaran

    “Magnus, jawab aku!” teriak Cassandra. Langkah Magnus terhenti, pria paruh baya itu kembali berbalik dan menatap sengit Cassandra menunjukan ketidak sukaannya. “Kau tidak berhak bertanya tentang Naomi.” “Aku ibunya! Aku berhak tahu kondisi Naomi!” Cassandra berteriak semakin keras. “Ibu katamu? Apa kau sedang bercanda denganku?” Suara napas Cassandra terdengar kasar, pertanyaan Magnus dan tatapannya yang merendahkan membuat amarah Cassandra semakin tersulut. “Aku tahu kau tidak suka aku dekat-dekat dengan Naomi, apa pantas kau tetap bersikap egois seperti sementara anak kita pergi entah ke mana sekarang?” lirih Cassandra terdengar begitu sedih. “Naomi adalah urusanku, jangan ikut campur.” “Mengapa kau begitu tega padaku Magnus? Aku berhak tahu apa yang terjadi pada puteriku sekarang.” Magnus berdecih jijik. “Apa sekarang kau mengakui Naomi puterimu?” “Magnus, seburuk apapun aku, aku ibunya,” jawab Cassandra tidak tahan. Wajah Magnus mengeras tampak begitu marah. “Seorang ibu

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 4: Axel Morgan

    Axel Morgan, dia adalah seorang cucu konglomerat pemilik dua maskapai penerbangan di kota North Emit. Kehidupan Axel sedang berada dalam kegoyahan setelah paman tertuanya yang selama ini meminpin perusahaan meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil bersama isteri dan anaknya.Axel, dia yang memiliki hak waris atas semua kekayaan keluarga Morgan sedang di hadapkan situasi yang sedikit sulit.Semua itu di karenakan Axel belum menikah.Semua orang mengusik posisi Axel meski mereka tahu bahwa Axel sudah lebih dari lima tahun lamanya Axel juga bekerja di maskapai penerbangan, mendedikasikannya pada pekerjaan, membuktikan kinerjanya yang baik.Beberapa petinggi meragukan peminpin yang belum menikah, semua itu di sebabkan karena Kakek Axel terdahulu, yaitu Willson dan juga ayah Axel, yaitu Gillbert.Willson adalah seorang pria yang sangat kompeten dalam meminpin, dia juga sangat pandai berbicara dan mengatur banyak pekerjaan. Kehebatan Willson dalam bekerja membuat maskapai penerbangan yang d

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 5: Kesialan

    “Apa urusannya denganmu? Kenapa ingin tahu?” tanya balik Naomi dengan ketus.Masih dengan senyuman ramahnya Jamal menunjuk ke atas, tepatnya ke jalan penyebrangan yang tidak jauh dari posisi mereka. “Dalam satu tahun ini, sudah ada tiga orang yang duduk di sini dan menangis sepertimu, lalu mereka melompat dari atas sana untuk mengakhiri hidup mereka.”Bulu kuduk Naomi meremang merasakan ketakutan yang begitu kuat. “Aku kesulitan mencari apartement,” pada akhirnya Naomi memberitahu masalahnya.“Lalu?”“Aku butuh apartement murah namun bagus,” jawab Naomi malu.Jamal bersedekap, meneliti barang bawaan Naomi dan penampilannya yang tidak menunjukan bahwa Naomi adalah gadis biasa. Jamal pun berkata, “Kebetulan aku tinggal di sini, di apartement Luxury itu” Jamal menunjuk sebuah gedung apartement di sisi pantai.Mata Naomi berbinar seketika seakan keputus asaannya sirna hanya dengan mendengar jawaban Jamal. Naomi sangat berharap jika melalui orang asing yang baru beberapa menit dia kenal i

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 6: Paksaan

    “Bagaimana keada’anya?” Tanya Axel sambil bersedekap, pria itu berdiri di sisi jendela melihat keluar klinik.“Pergelangan tangannya terkilir dan bengkak, lututnya terluka, kaki kirinya di gips karena cedera, ada retakan di tulangnya. Butuh dua bulan, agar akan sembuh total,” jawab Adela sambil menuliskan resep obat. “Kau menabraknya? Apa ada saksi?” Tanya Adela seraya memberikan selembar resep obat kepada Axel.“Aku harap tidak ada saksi,” bisik Axel dengan serius.“Kau harus mengurusnya dan bertanggung jawab dengan baik Axel, jangan menambah masalahmu dengan lari dari tanggung jawab.”“Aku tahu.”Axel langsung pergi keluar dari ruangan Adela begitu mendapatkan resep obatnya.Axel pergi menemui Naomi, apapun yang terjadi, dia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya dan membuat gadis cerewet itu tutup mulut.Pergerakan kecil Naomi yang kembali terbangun dari pingsannya membuat Axel semakin mendekat dan berdiri di sisi ranjangnya, pria itu memasang ekspresi dingin memperhatikan gera

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 7: Ditinggalkan

    Wajah Axel mengeras menahan amarah, pria itu bersedekap menatap Naomi dengan penuh permusuhan, teriakan kencang Naomi berhasil membuat Axel mendapatkan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang di sekitarnya.“Apa sebenarnya maumu?” tanya Axel dengan geraman.“Kau tidak lihat tangan dan kakiku?” Naomi menunjuk kakinya yang di gips dan tangannya yang terbungkus terlihat bengkak. “Aku baru datang ke kota ini seorang diri membawa ransel besar dan koper besar tanpa tujuan dan tanpa sanak keluarga. Setelah menabrakku, kau akan meninggalkanku begitu saja? Aku tidak bisa mengurus diriku sendiri, bahkan berjalanpun aku kesulitan. Setidaknya bertanggung jawablah” desak Naomi. “Hey bocah kecil, aku sudah bertanggung jawab membawamu ke klinik dan memberikanmu uang konpensasi, jika kau membutuhkan lebih dari ini kau tidak ada bedanya dengan memerasku,” ucap Axel dengan sengit.“Tapi itu tidak cukup! Aku mengalami kerugian besar.”Axel menyeringai jahat, pria itu tampak jengkel mendengar celoteh

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 8: Berubah Pikiran

    “Naomi tidak ada, kami terakhir kali berkomunikasi satu minggu lalu,” kata Jaden setelah mendengarkan semua cerita Magnus.“Kupikir dia datang padamu,” ungkap Magnus terlihat kecewa dan sedih.“Saya sungguh tidak tahu,” jawab Jaden terlihat bingung dan ikut dibuat khawatir.“Jaden, apa kau bisa membantuku mencari Naomi?” tanya Magnus terdengar putus asa. “Tidak perlu membawanya pulang, hanya perlu memastikan bahwa Naomi baik-baik saja.”Jaden terdiam dalam kebingungan, sulit untuk Jaden menolak permintaan Magnus apalagi Naomi juga sangat berarti untuknya. “Paman, saya sedang di promosikan menjadi direktur, untuk waktu dekat saya tidak bisa meminta cuti,” jawab Jaden dengan berat hati.Magnus menghela napasnya dengan kesulitan. “Baiklah, tidak apa-apa,” ujar Magnus dengan senyuman memaksakan.“Paman” Jaden mendorong segelas air agar Magnus bisa sedikit lebih tenang. Usai Magnus kembali terlihat tenang, Jadenpun kembali melanjutkan ucapannya. “Mengapa Naomi pergi dari rumah?”Magnus t

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 9: Datang Kembali

    Butuh waktu lebih dari sepuluh menit Axel berkendara sampai akhirnya kini dia berada di depan klinik. Dengan terburu-buru Axel berlari keluar dari mobilnya dan segera memasuki klinik.Kedatangan Axel hanya di sambut seorang perawat, ranjang tempat dimana gadis itu terbaring kini sudah kosong, sang perawat memberitahukan jika gadis itu sudah pergi beberapa menit yang lalu.Terburu-buru Axel berlari keluar klinik, pandangan pria itu mengendar dan menatap tajam ke setiap penjuru arah sampai akhirnya kini pandangannya terpaku pada sosok gadis itu yang kini duduk di di bangku kayu tengah sibuk menangis seperti anak kucing yang tersesat dan tidak tahu kemana arah pulang.Gadis itu terlihat bersedih dan kebingungan dengan keadaannya sekarang, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Axel menarik napasnya dalam-dalam, pria itu terasadar, dia akan menjadi pria yang begitu jahat jika tidak kembali lagi untuk menemuinya di sini dan meninggal

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 10: Teresia Morgan

    Setengah jam mengemudi ke sana-kemari, pada akhirnya Axel membawa Naomi ke rumah pribadinya.Axel tidak memiliki banyak pilihan selain membawa Naomi ke rumahnya, ini adalah tempat teraman untuk Axel terhindar dari banyak masalah. Lagi pula, Axel tidak akan menampungnya lama-lama, setelah Sharen kembali, sekretarisnya akan mengurus Naomi.Di rumah ini, Axel memiliki keamana yang ketat, Naomi tidak bisa bertindak apapun, akan lebih bagus jika Naomi bertindak hal yang buruk dengan begitu Axel bisa balik melaporkan Naomi dan mengusir gadis itu langsung ke sel penjara.Kedatangan Naomi dan Axel di sambut oleh David, kepala pelayan. Pria paruh baya itu menyapa Axel namun tatapannya tertuju kepada Naomi yang menyusul keluar, sorot mata David terlihat tajam di balik kacamata yang dia kenakan, dengan cepat David melihat Axel kembali dan tersenyum formal. “Nyonya Teresia datang dan ingin berbicara dengan Anda,” kata David.“Antar gadis ini ke kamar tamu,” titah Axel menunjuk Naomi. Tanpa berka

Latest chapter

  • Skenario Perjodohan Bisnis   END

    Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 151: Lamaran

    “Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 150: Kedatangan Axel

    Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 149: Menangkap Hutton

    “Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 148: Kedatangan Hutton

    Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 147: Keputusan

    “Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 146: Permintaan

    Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 145: Serba Salah

    Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping

  • Skenario Perjodohan Bisnis   BAB 144: Kesialan

    Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara

DMCA.com Protection Status