“Apa urusannya denganmu? Kenapa ingin tahu?” tanya balik Naomi dengan ketus.
Masih dengan senyuman ramahnya Jamal menunjuk ke atas, tepatnya ke jalan penyebrangan yang tidak jauh dari posisi mereka. “Dalam satu tahun ini, sudah ada tiga orang yang duduk di sini dan menangis sepertimu, lalu mereka melompat dari atas sana untuk mengakhiri hidup mereka.”
Bulu kuduk Naomi meremang merasakan ketakutan yang begitu kuat. “Aku kesulitan mencari apartement,” pada akhirnya Naomi memberitahu masalahnya.
“Lalu?”
“Aku butuh apartement murah namun bagus,” jawab Naomi malu.
Jamal bersedekap, meneliti barang bawaan Naomi dan penampilannya yang tidak menunjukan bahwa Naomi adalah gadis biasa.
Jamal pun berkata, “Kebetulan aku tinggal di sini, di apartement Luxury itu” Jamal menunjuk sebuah gedung apartement di sisi pantai.
Mata Naomi berbinar seketika seakan keputus asaannya sirna hanya dengan mendengar jawaban Jamal. Naomi sangat berharap jika melalui orang asing yang baru beberapa menit dia kenal itu, dia mendapatkan tempat tinggal yang di inginkan. “Benarkah? Bagaimana dengan biaya sewanya?” tanya Naomi berantusias.
“Terjangkau, bagus dan nyaman. Kau bisa berkonsultasi terlebih dahulu, jika kau ingin melihat-lihat aku bisa mengantarmu ke sana, kebetulan aku juga akan pulang sekarang.”
Naomi mengangguk penuh semangat, dengan terburu-buru gadis itu segera beranjak. Tanpa curiga dan berpikiran dua kali, Naomi percaya begitu saja dengan kebaikan yang di tawarkan Jamal kepadanya.
Naomi kembali menggendong ranselnya dengan senyuman cerahnya.
“Mau aku bantu?” Jamal mengulurkan tangannya dan tetap tersenyum ramah terlihat begitu hangat dan baik.
“Terima kasih,” Naomi mendorong satu kopernya di berikan kepada Jamal, mereka segera pergi menyusuri jalan, Naomi mengikuti Jamal yang berjalan di depannya.
Kesedihan di mata Naomi hilang, kini gadis itu bisa kembali tersenyum lebar dan berharap besar bahwa bantuan Jamal akan menjadi penyelamatanya di hari ini.
“Kau dari mana? Kenapa terlihat kebingungan di sini?” tanya Jamal.
“Aku kabur dari rumahku dan baru pertama kali ada di kota ini sendirian,” Naomi tertunduk sedih memberitahu semuanya dengan jujur.
“Kau terlihat tidak terbiasa bepergian.”
“Ya, begitulah, biasanya ada pengawalku yang membantu,” cerita Naomi.
Senyuman Jamal melebar, pria itu senang kegirangan karena ternyata gadis yang menjadi targetnya kali ini akan sangat mudah di atasi. Senyuman yang semula terlukis di bibir Jamal perlahan menghilang, pria itu membungkuk mengangkat koper besar Naomi untuk di panggul. Di detik selanjutnya, dengan cepat Jamal berlari kencang meninggalkan Naomi.
Naomi sempat mematung kaget melihat Jamal berlari meninggalkannya.
“Hey! Jamal!” Teriak Naomi menjerit begitu tersadar jika pria asing yang membantunya itu adalah pencuri. “Berhenti Kau! Dasar bajingan! Jamal berhenti!” Jeritan Naomi kian keras, dengan bersusah payah gadis itu menarik satu kopenya dan berlari mengejar Jamal yang bergerak kian jauh.
“Tolong! Dia mencuri koperku!”
Teriakan Naomi yang keras dan meminta tolong mengundang banyak perhatian para pejalan kaki. Orang-orang tidak ada yang bergerak dan membantunya, mereka lebih memilih kembali melanjutkan aktivitas mereka daripada harus repot-repot ikut campur.
Langkah kaki Naomi terseok-seok, peluh keringat membasahi wajahnya, Jamal kian jauh di depan matanya. Langkah kaki Jamal yang lebar dan bergerak cepat begitu gesit benar-benar mustahil untuk bisa di kejar.
“Berhenti brengsek! Jangan membawa barang-barangku! Itu alat kecantikan dan celana dalamku! Jamal berhenti bajingan!” Sekali lagi Naomi berteriak melihat Jamal yang menyebrang jalan.
Baru beberapa langkah Naomi juga akan menyebrang jalan, suara rem sebuah kendaraan terdengar bersama dengan hantaman keras di tubuhnya.
Naomi tertabrak mobil, tubuh Naomi terpental ke kaca dan terjatuh ke aspal.
Naomi langsung menangis dalam rintihan begitu tubuhnya terguling-guling ke jalanan, tangannya terpelintir dan tertindih koper besar yang di bawanya.
***
Axel yang berada dalam mobil mematung kaget, pria itu mengerjap beberapa kali hingga mencengkram kemudi begitu kuat, wajah Axel memucat tersadar jika dia sudah menabrak seseorang.
Axel mengatur napasnya beberapa kali mencoba untuk mengambil ketenangan dan menunggu waktu beberapa detik, berharap jika orang yang tidak sengaja dia tabrak bisa bangun kembali.
“Sialan,” Axel memaki dan memukul kemudi. Axel memutuskan keluar dari mobilnya dan memastikan keadaan orang yang telah di tabraknya karena dia tidak bangun-bangun.
Rasa khawatir dan gugup menyelimuti Axel begitu melihat seseorang yang di tabraknya meraung menangis kesakitan di jalanan, darah berceceran di aspal, dengan hati-hati Axel mendekat dan membungkuk di hadapan Naomi.
“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Axel terbata.
“Baik-baik saja katamu? Matamu buta hah? lihat tangan dan kakiku brengsek, sakit sekali” Maki Naomi dengan tangisan yang kian keras. Naomi sangat kesal karena hari ini dia langsung di timpa dua kesialan, di rampok dan tertabrak.
“Saya akan membawa Anda ke rumah sakit.”
“Panggil ambulance! Aku tidak ingin di angkat sembarangan!” teriak Naomi lagi dengan tangisan kerasnya. Kakinya begitu sakit dan keram, terasa begitu ngilu hanya dengan sedikit gerakan saja.
Tanpa bertanya lagi Axel langsung mengambil handponenya dan menghubungi klinik terdekat. Axel harus membawanya secepat mungkin agar dapat mendapatkan pertolongan pertama dan tidak ada orang lain yang melihatnya, ini akan menjadi masalah besar untuknya jika ada orang lain yang melihatnya.
***
Sudah hampir dua jam Axel tertahan di klinik karena gadis yang tidak sengaja dia tabrak harus mendapatkan penanganan khusus dan pemeriksaan yang menyeluruh.
Hari ini cukup sial untuk Axel karena dia sudah menabrak seseorang, sialnya lagi keadaan orang yang di tabraknya terlihat cukup parah. Mungkin tidak bisa di selesaikan hanya dengan uang konpensasi saja.
Axel cukup dibuat kerepotan oleh gadis itu, sepanjang perjalanan menuju klinik dia hanya mendengarkan tangisannya dan menggenggam erat tangan Axel, membawa paksa Axel masuk ke dalam ambulance karenat takut Axel pergi kabur lepas tanggung jawab.
Tangisannya kian keras histeris ketakutan begitu memasuki klinik, satu-satunya hal yang membuat gadis itu diam adalah pingsan karena takut di suntik.
Paam sempat berpikir jika orang yang tidak sengaja dia tabrak itu mengalami luka biasa, namun jika dilihat dari penanganan dokter yang menghabiskan waktu lama, Axel merasa sedikit khawatir jika keadaannya jauh lebih buruk.
Ini akan sangat merepotkan Axel.
To Be Continued..
“Bagaimana keada’anya?” Tanya Axel sambil bersedekap, pria itu berdiri di sisi jendela melihat keluar klinik.“Pergelangan tangannya terkilir dan bengkak, lututnya terluka, kaki kirinya di gips karena cedera, ada retakan di tulangnya. Butuh dua bulan, agar akan sembuh total,” jawab Adela sambil menuliskan resep obat. “Kau menabraknya? Apa ada saksi?” Tanya Adela seraya memberikan selembar resep obat kepada Axel.“Aku harap tidak ada saksi,” bisik Axel dengan serius.“Kau harus mengurusnya dan bertanggung jawab dengan baik Axel, jangan menambah masalahmu dengan lari dari tanggung jawab.”“Aku tahu.”Axel langsung pergi keluar dari ruangan Adela begitu mendapatkan resep obatnya.Axel pergi menemui Naomi, apapun yang terjadi, dia harus menyelesaikan masalah ini secepatnya dan membuat gadis cerewet itu tutup mulut.Pergerakan kecil Naomi yang kembali terbangun dari pingsannya membuat Axel semakin mendekat dan berdiri di sisi ranjangnya, pria itu memasang ekspresi dingin memperhatikan gera
Wajah Axel mengeras menahan amarah, pria itu bersedekap menatap Naomi dengan penuh permusuhan, teriakan kencang Naomi berhasil membuat Axel mendapatkan tatapan penuh penghakiman dari orang-orang di sekitarnya.“Apa sebenarnya maumu?” tanya Axel dengan geraman.“Kau tidak lihat tangan dan kakiku?” Naomi menunjuk kakinya yang di gips dan tangannya yang terbungkus terlihat bengkak. “Aku baru datang ke kota ini seorang diri membawa ransel besar dan koper besar tanpa tujuan dan tanpa sanak keluarga. Setelah menabrakku, kau akan meninggalkanku begitu saja? Aku tidak bisa mengurus diriku sendiri, bahkan berjalanpun aku kesulitan. Setidaknya bertanggung jawablah” desak Naomi. “Hey bocah kecil, aku sudah bertanggung jawab membawamu ke klinik dan memberikanmu uang konpensasi, jika kau membutuhkan lebih dari ini kau tidak ada bedanya dengan memerasku,” ucap Axel dengan sengit.“Tapi itu tidak cukup! Aku mengalami kerugian besar.”Axel menyeringai jahat, pria itu tampak jengkel mendengar celoteh
“Naomi tidak ada, kami terakhir kali berkomunikasi satu minggu lalu,” kata Jaden setelah mendengarkan semua cerita Magnus.“Kupikir dia datang padamu,” ungkap Magnus terlihat kecewa dan sedih.“Saya sungguh tidak tahu,” jawab Jaden terlihat bingung dan ikut dibuat khawatir.“Jaden, apa kau bisa membantuku mencari Naomi?” tanya Magnus terdengar putus asa. “Tidak perlu membawanya pulang, hanya perlu memastikan bahwa Naomi baik-baik saja.”Jaden terdiam dalam kebingungan, sulit untuk Jaden menolak permintaan Magnus apalagi Naomi juga sangat berarti untuknya. “Paman, saya sedang di promosikan menjadi direktur, untuk waktu dekat saya tidak bisa meminta cuti,” jawab Jaden dengan berat hati.Magnus menghela napasnya dengan kesulitan. “Baiklah, tidak apa-apa,” ujar Magnus dengan senyuman memaksakan.“Paman” Jaden mendorong segelas air agar Magnus bisa sedikit lebih tenang. Usai Magnus kembali terlihat tenang, Jadenpun kembali melanjutkan ucapannya. “Mengapa Naomi pergi dari rumah?”Magnus t
Butuh waktu lebih dari sepuluh menit Axel berkendara sampai akhirnya kini dia berada di depan klinik. Dengan terburu-buru Axel berlari keluar dari mobilnya dan segera memasuki klinik.Kedatangan Axel hanya di sambut seorang perawat, ranjang tempat dimana gadis itu terbaring kini sudah kosong, sang perawat memberitahukan jika gadis itu sudah pergi beberapa menit yang lalu.Terburu-buru Axel berlari keluar klinik, pandangan pria itu mengendar dan menatap tajam ke setiap penjuru arah sampai akhirnya kini pandangannya terpaku pada sosok gadis itu yang kini duduk di di bangku kayu tengah sibuk menangis seperti anak kucing yang tersesat dan tidak tahu kemana arah pulang.Gadis itu terlihat bersedih dan kebingungan dengan keadaannya sekarang, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Axel menarik napasnya dalam-dalam, pria itu terasadar, dia akan menjadi pria yang begitu jahat jika tidak kembali lagi untuk menemuinya di sini dan meninggal
Setengah jam mengemudi ke sana-kemari, pada akhirnya Axel membawa Naomi ke rumah pribadinya.Axel tidak memiliki banyak pilihan selain membawa Naomi ke rumahnya, ini adalah tempat teraman untuk Axel terhindar dari banyak masalah. Lagi pula, Axel tidak akan menampungnya lama-lama, setelah Sharen kembali, sekretarisnya akan mengurus Naomi.Di rumah ini, Axel memiliki keamana yang ketat, Naomi tidak bisa bertindak apapun, akan lebih bagus jika Naomi bertindak hal yang buruk dengan begitu Axel bisa balik melaporkan Naomi dan mengusir gadis itu langsung ke sel penjara.Kedatangan Naomi dan Axel di sambut oleh David, kepala pelayan. Pria paruh baya itu menyapa Axel namun tatapannya tertuju kepada Naomi yang menyusul keluar, sorot mata David terlihat tajam di balik kacamata yang dia kenakan, dengan cepat David melihat Axel kembali dan tersenyum formal. “Nyonya Teresia datang dan ingin berbicara dengan Anda,” kata David.“Antar gadis ini ke kamar tamu,” titah Axel menunjuk Naomi. Tanpa berka
David berlari tergesa keluar dari rumah begitu tidak menemukan keberadaan Teresia di dalam. Usai berkenalakan dengan Naomi dan memastikan wajahnya adalah orang yang sama dengan apa yang David pikirkan, kini David harus sesegera mungkin memberitahukan hal ini kepada Teresia.Kaki David melangkah lebar, dengan terkopoh-kopoh dia menuruni tangga, bibirnya yang terangkat hendak berteriak memanggil Teresia yang kini langsung terkatup rapat karena Teresia di antara oleh Axel.Axel tidak boleh mengetahui apa yang ingin David katakan kepadanya.Perlahan langkah David terhenti, pria paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk memberitahukan apa yang terjadi. “Sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Aku harus menemui nyonya nanti malam,” pikir David dengan serius.Di kejauhan Axel melambaikan tangannya melihat kepergian mobil Teresia, pria itu segera membalikan badan dan melihat David yang masih berdiri di tempatnya, sibuk dengan pikirannya sendiri.“Kenapa diam saja di situ? Kau sudah melakukan t
Waktu makan malam telah tiba, Naomi dan Axel kembali bertemu, mereka duduk saling berjauhan terhalang oleh meja panjang yang di isi oleh beberapa jenis makanan.Ada senyuman lebar yang terlukis di bibir mungil gadis itu saat melihat makanan yang dihangkan, sangat kebetulan sekali karena kini perutnya melilit kelaparan. Karena kecelakaan yang terjadi, Naomi sempat mengalami keram, beruntung kini keadaannya berangsur membaik.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Axel berbasa-basi.Naomi langsung mengangkat satu tangannya yang masih bengkak dan terluka, gadis itu tersenyum lebar dengan mata berbinar. “Sakit, tapi tidak terlalu parah.”“Jika sudah sembuh, segeralah pergi keluar dari rumah ini,” ucap Axel dengan dingin.“Kau sangat menyebalkan,” rutuk Naomi mencebikan bibirnya, belum satu hari saja, bahkan baru beberapa jam dia berada di rumah Axel, dengan dinginnya pria itu mengusir Naomi.Axel bersedekap dengan angkuh. “Aku meminta identitasmu.”Naomi mengangguk setuju, dia tidak keberatan untuk
“Tidak seperti biasanya kau datang ke sini,” komentar Teresia yang kini duduk di hadapan David.David datang mendesak, usai jam kerjanya selesai dia langsung memutuskan pergi menemui Teresia meski kini sudah jam sepuluh malam. David tidak bisa membuang waktu.David menyeruput tehnya sambil memikirkan harus dari mana memulai cerita yang akan di sampaikan. David merongoh handponenya dan menulis pesan teks, lalu menunjukannya kepada Teresia.“Nyonya, ada hal penting yang harus saya beritahukan kepada Anda.” Teresia sudah bisa menebaknya, sangat jarang David menemuinya, sekali menemuinya, itu pasti penting. “Katakan saja,” jawab Teresia.David kembali mengetik cukup lama, lalu menunjukannya lagi di hadapan Teresia.“Tadi sore, tuan Axel membawa seorang gadis yang sangat mirip dengan gadis yang akan di jodohkan dengannya. Setelah saya memastikannya, ternyata gadis itu memang puteri Magnus. Namun sepertinya, mereka belum saling menyadari dan baru mengenal hari ini karena tuan Axel membawa
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara