El cerai juga sama Sonia gemana nih masih kurang hadiahnya untuk Sonia? kira-kira taubat kah dia? Terima kasih Kak (~ ̄³ ̄)~
“Cih, enak sekali dia bahagia di atas penderitaanku. Aku tidak terima dibuang begitu saja, uang lima miliar tidak ada artinya dibanding asetmu, mantan suamiku tersayang.” Sonia menatap bengis pada foto pernikahan di kamarnya. Paska bercerai, dan diselingkuhi Augusto, Sonia kembali melamar ke beberapa agensi. Sial, semua menolak karena mereka tidak ingin merugi akibat skandal perselingkuhan Sonia bersama pria lain. Kini, mantan model cantik hanya menghabiskan uang kompensasi dan pendapatan hasil usaha milik Tuan Fabregas. Ia yang tidak bisa mengelola manajemen, sesekali mendatangi kantor untuk meminta uang.Bahkan telah seminggu lebih Sonia tidak menjenguk sang ayah. Putri kebanggan Tuan Fabregas, memilih abai dan memikirkan rencana selanjutnya.Wanita ini tidak bisa meminta pertolongan Sergio, lantaran terkhir bertemu pria itu babak belur dan kondisinya memprihatinkan. Telinga Sonia juga panas, sebab mantan adik ipar menagih janjinya untuk memberi kebebasaan—ternyata hingga saat ini
“Tuan, kenapa membeli banyak hadiah untuk anak-anak?” tanya Alonso yang penasaran dan melihat ke mobil boks. “Untuk anak-anak di desa, supaya mereka punya mainan baru. Nanti, Paman bantu aku membaginya di minimarket.” El hanya menatap lurus ke depan, ia merindukan Livy-nya.Ia tidak sabar bertemu Livy, seharusnya El menunggu hingga semua pekerjaan selesai. Akan tetapi, rasa rindu yang menumpuk membuatnya tidak tahan, memlih kabur dari penatnya rapat dan berkas.Menurut sumber informasi, Livy dan Penelope tiga hari sekali mengunjungi minimarket. Hari ini, El menjalankan misi, berharap hasil perhitungannya tidak meleset.Sesampainya di minimarket, El dan Alonso dibantu beberapa anak buah mengeluarkan hadiah dari mobil boks. Mengatur antre agar tidak berebut dan tetap sabar karena ia ingin menunggu Livy datang.El menyunggingkan senyum melihat Penelope memasuki minimarket. Manik biru safirnya menangkap sosok wanita yang dirindukan berada di luar.“Paman, tolong bantu bagikan semua ini, t
“Ya ampun Livy, kenapa kamu meninggalkan aku!” teriak Penelope dari luar rumah.Suara dokter cantik terdengar ke dalam karena tidak ada peredam suara. Penelope hendak membuka pintu, tetapi terkunci dan sial tidak memiliki kunci cadangan.“Livy! Buka pintunya. Aku kedinginan!” gerutu Penelope menatap bungkusan roti, khawatir berubah jadi es bukan roti lagi.Sedangkan di dalam kamar, sepasang kekasih tengah melepas rindu. El tidak mengizinkan wanitanya beranjak dari ranjang. Pria ini menahan dan memenjarakan ibu hamil.“Diam di sini, biarkan saja!” bisik El lalu menggigit pundak ibu hamil.“Tapi Kak … kasihan dokter, dia bisa kedinginan.”Bukannya luluh, El seperti seorang pria tak memiliki belas kasih. Lihat saja! Malah mendekatkan kepala pada ceruk leher, menghirup aroma manis yang menguar dari kulit mulus. El meletakkan sebelah telapak tangan lebar di atas perut, satunya lagi memainkan rambut panjang. Seketika ia tersentak karena gerakan dari dalam perut ibu hamil.“Dia …” tunjuk El
“Mirip Kakak?” Livy mengangkat sebelah alis lalu mengerjap berulang kali.“Iya. Orang bilang aku tegas dan dingin. Tapi kamu rasakan sendiri ‘kan kalau aku itu penyayang?” El malah menaik-turunkan alis diikuti seringai menggoda dan … kerlingan maut sebagai penutup.Livy hanya menyengir kuda, kebingungan menanggapi candaan pria di depannya. Sebenarnya yang diucapkan El tidak salah, tetapi mantan kakak ipar terlalu percaya diri.“Kalau begitu, ide roti ini dariku benar ‘kan?” El masih terus membahas sesuatu yang membuat Livy tidak nyaman.“Eh … umm, itu a-ku.” Livy menelan saliva, lalu menjawab, “Aku menyempurnakan resepnya saja, itu punya salah satu orang baik.”El mengerutkan kening, jawaban yang keluar dari bibir sang kekasih cukup masuk akal tapi … baginya tidak. Ia pun tidak memaksa, karena saat ini mengamati air muka Livy berubah mendung serta muram.Selesai menyantap roti dan secangkir coklat hangat, dua insan itu memasuki kamar. Perdebatan kembali terjadi, karena El mengekor tepa
“Ada apa lagi?” El mengangkat sebelah alis seraya menatap jengah pada wanita di hadapannya.“Ini … aku datang karena ini. Apa kamu sengaja menghindar? Setiap aku datang, kamu pura-pura sibuk.” Suara wanita itu bergetar, satu tangannya menyerahkan map dan satunya lagi terkepal.Sesampainya di ibu kota, El segera ke kantor, selain berkerja, ia juga menemui tamu yang selalu datang selama beberapa minggu ini. Siapa lagi kalau bukan Sonia, seolah tak kapok dan kembali datang ke hadapan mantan suami.“Sebaiknya kamu pulang dan jaga ayahmu! Sudah bagus aku tidak menyertemu ke jeruji besi. Ingat Sonia, kamu selalu ku awasi!” sentak El tak menerima uluran berkas dari tangan wanita itu.Menurut sang presdir hubungan mereka telah usai paska perceraian disetujui pengadilan. El hanya mengawasi Sonia dari jarak jauh, karena cemas mencelakai Livy. Beruntung keamanan yang diberikan Dad Leon sangat ketat, sehingga Sonia tak bisa menemukan keberadaan adik angkatnya.El menegakkan punggung, lantas menump
“Kak tidak perlu ke sini! Aku baik-baik saja,” ujar Livy melalui sambungan telepon.Tadi saat keluar dari cafe, tanpa sengaja seorang pengunjung menabraknya. Beruntung Livy tidak jatuh, hanya ponsel dan tasnya yang membentur lantai.Akan tetapi, setelah ia kembali ke rumah, sambungan video tiba-tiba terputus. Ternyata El sengaja mengakhiri panggilan, sebab pria itu telah siap berada di balik kemudi helikopter. Dengan cepat Livy menghubungi Alonso, mencegah El. Jika tidak, pasti pria itu nekat kembali ke desa, padahal pekerjaan di kota sangat banyak.[Sapa lelaki itu? Dia menyentuhmu, Sayang!] El mengetatkan rahang, suasana hati tidak baik-baik saja.“Orang itu tidak sengaja, aku baik-baik saja. Kakak tidak perlu cemas, umm … kalau ada waktu senggang kembalilah ke sini,” kata ibu hamil disusul semburat merah menghiasi pipi. Diberikan kata-kata manis, tentu El melunak dan sumringah. Wajah tampannya memenuhi layar ponsel, pria itu terdiam sembari memandang ke arahnya.Ibu hamil meletakk
“Bagaimana ini? Tuan El masih di dalam,” gumam Alonso menatap pintu ukiran megah di depannya.Lima menit yang lalu, asisten pribadi ini menerima telepon dari dokter Penelope, sebab ponsel presdir dipegang olehnya. Namun, situasi dan kondisi kurang memungkinkan, di dalam ruangan, El bersama Raja dan Ratu serta beberapa pengusaha pilihan lainnyaSepuluh menit kemudian, seorang pengawal kerajaan membuka pintu, Raja dan Ratu keluar lebih dulu, disusul para pengusaha. Sigap, Alonso menghampiri Tuannya yang berjabat tangan bersama Tuan Marquez dan Nona Manassero. El mengernyitkan kening, langkah tegap dan lebar Alonso menjadi pertanda telah terjadi sesuatu. Belum lagi, wajah itu tampak tegas dan menegang.“Ada apa, Paman?” El yakin masalah perusahaan, proyek atau mungkin Sonia. “Tuan El, sebaiknya segera ke pesawat. Saya telah menghubungi pilot, Anda harus ke Albarracin. Nona Livy melahirkan,” bisik Alonso, berhasil membuat El berlari secepat kilat. Presdir tampan itu tidak peduli rekan p
“Alasannya?” alis tebal El tertaut, matanya memicing karena tidak mengerti.Ia bingung mengapa Livy-nya bersikukuh enggan kembali ke ibu kota. Padahal di sana mereka bisa bertemu lebih sering, walaupun El selalu bolak balik luar kota atau luar negeri.Tidak seperti sekarang, ia harus menunggu jadwal kosong barulah mengunjungi Livy di desa. Melelahkan memang, tetapi rasa rindu tak bisa tertahan lagi.“Aku …” Livy mereguk saliva yang terasa kelat membakar kerongkongan. “Katakan!” tegas El, ia melipat tangan depan dada, menatap intens wajah pucat sang kekasih.“Aku …” Lagi, Livy mengatup rapat bibir, ia menggembungkan pipi dan menghela napas. “Di sana terlalu bahaya, Kak. Aku takut Alessandro terluka,” cicitnya.Sedangkan El tampak muram, mana bisa berjauhan dengan Livy dan anaknya. Saat ini, ia mencoba menenangkan ibu muda, memeluk, lalu membelai kepala serta sepanjang tulang punggung. Sebelum membawa Livy kembali ke kamar, keduanya berhenti sejenak di lorong sepi. Sama-sama menghadap