Paska sama-sama melakukan kegiatan menyenangkan di kamar presidential suite. Pasangan dimabuk asmara ini terlelap, lebih tepatnya Livy kelelahan karena permainan suaminya.Ibu muda tak sempat membasuh tubuh dari keringat. Lantaran, tungkainya tak sanggup berdiri, bahkan gemetar. Sedangkan tadi El malah menarik Livy dalam pelukan.Sekarang, El bangun lebih dulu ia memiringkan badan, menumpu kepala pada tangan yang terkepal. Pria ini sibuk memandangi wajah cantik sang istri. Ia selalu tersenyum mengingat aksi panas dua jam lalu. “Aku suka kamu nakal kaya gini Sayang,” gumam El menurunkan sedikit kepalanya, menghirup aroma segar rambut Livy.Tak hanya itu, El terkekeh geli, hasil karya khas bibir hampir memenuhi dada bagian atas. Ia hendak menyelimuti Livy sebatas leher, tetapi wanitanya mengerjap berulang kali. “Kak?” panggil Livy masih menyesuaikan cahaya kamar dengan mata.“Apa Sayang? Mau lagi, hem?” goda pria ini menggeser tubuh, menenggelamkan kepala di bawah selimut.“Astaga Kak
“Aku? Cinta untuk … sudah mati sejak mengetahui dia selingkuh,” jawab Livy serius, ia enggan menyebut nama mantan suaminya. “Kenapa Kakak bilang begitu?”“Orang bilang cinta pertama sulit dilupakan, cih.” El mendengus kasar, sialnya malah membayangkan Livy dan Sergio berada dalam satu kamar.“Memang susah, tapi … kalau orang itu sudah tidak menginginkan aku dan memilih perempuan lain, apa aku harus bertahan? Menurutku tidak.” Livy melepas tangannya dari perut El, ia meraih lengan sang suami, berusaha memutar tubuh tinggi nan atletis, bertanya, “Kenapa membahas masa lalu?”Masih dirundung cemburu berlebihan, El mengedikkan dagu pada ponsel.Sehingga, Livy menolehkan kepala, dan mengambilnya benda pipih itu. Wanita ini sempat mengerutkan dahi tidak mengerti, menurutnya tidak ada yang salah dengan isi ponsel.“Masih banyak foto pria brengsek itu di sosial media kamu. Ck mantan suamimu masih terpajang, tapi aku suami sahmu tidak ada di sana,” rengek El bagai anak kecil merajuk pda ibunya.
“Bertukar nomor telepon, aku pikir bukan masalah, benar ‘kan Nyonya?” Pria itu mengerlingkan sebelah mata lalu meringis kesakitan.Cengkeraman tangan El semakin meremukkan tulang. Ia mengangkat dagu, melotot pada pria di depannya. “Kamu!” tunjuk El.“Kak? Lebih baik kita berkeliling, aku ingin melihat galeri, ayo Sayang!” Livy menarik-narik jas suaminya, berharap El melepas tangan pria itu.Sebelum memenuhi keinginan sang istri, El menggeser maju sebelah kaki. Ia sengaja menendang tulang kering pria itu sebagai peringatan pertama.“Akh! Si-sialan!” pekik lelaki itu tertahan.“Menyingkir dan pergi jauh dari istriku!” sentak El dengan tatapan tajam dan menusuk.Sedangkan Livy mengembuskan napas, ia berhasil memisahkan dua pria dari perkelahian. Walaupun sempat menjadi pusat perhatian pengunjung termasuk anggota keluarga.Kini, Livy dan El berjalan mengelilingi galeri, saling menautkan jemari dan menempelkan tubuh. Dua manusia yang memiliki misi berbeda. Menurut El supaya tidak ada pria l
“Bagaimana bisa?” gumam Livy dari kejauhan—jarak aman.Ketika tubuh kurus itu jatuh ke atas lantai, Livy hendak menghampiri, tetapi El mencekal pergelangan tangannya. Meskipun status berubah jadi mantan suami, bukan berarti El mengabaikan Sonia. Pria ini tetap memerintah seseorang mengawasi kegiatan wanita itu. Menurut informasi, tak pernah sekalipun Sonia berkelakuan baik selama di sel tahanan sementara.“Seandainya saja sejak dulu Kak Sonia berubah, mungkin … ini tidak akan terjadi,” gumam Livy tak tega melihat wajah pucat kakaknya.“Biarkan saja Sayang! Ada banyak petugas lebih berwenang, dibanding kita,” tukas El. Entah mengapa hatinya merasa tidak tenang, seolah akan terjadi sesuatu.Benar saja, jaksa dan petugas menemukan sebuah benda dari balik kemeja. Sangat tajam dan runcing, beruntung Sonia tidak sempat melukai siapa pun.Bahkan wanita itu hanya pura-pura pingsan. Sedikitnya, pertugas telah mengetahui tabiat para warga binaan, termasuk Sonia. “Kamu lihat ‘kan dia hanya pur
“Huh, ini semua karena Kak El,” gerutu Livy turun dari mobil sembari merapikan kemeja serta rambut panjangnya.Ia berjalan tergesa, terlambat lebih dari lima belas menit. Sebelum keluar dari mobil, El meminta sesuatu yang menyenangkan sebagai sumber semangat.Akibatnya, Livy berlari kecil memasuki restoran, ia merasa tak enak hati pada calon supplier. Setelah berhasil melewati pintu depan, Livy mengatur napas, melangkah anggun mengikuti pramusaji ke ruang VVIP.Setelah pintu terbuka lebar, Livy hanya melihat seorang pria duduk membelakanginya. Sekilas tidak ada yang mencurigakan atau aneh. Secara fisik, lelaki itu masih muda dan terkesan angkuh.“Maaf Tuan, aku datang—“Seketika Livy melebarkan kelopak mata, ia bergeming di tempat, kakinya begitu lengket menempel pada lantai—susah bergerak mundur.“Aku pikir Nyonya Muda Torres wanita yang bisa menghargai waktu.” Lelaki itu bangkit dan mendekati Livy. “Tapi tidak apa, lima belas menitku tidak sia-sia menunggu wanita cantik seperti kamu
“Kalau bukan karena hubungan keluarga kita selama ini, aku muak bertemu denganmu!” sergah El dengan napas memburu.“Sebagai lelaki normal, siapa yang tidak tergoda oleh lekuk tubuh mantan istrimu, El.” Jorge Marquez menyeka darah mengucur dari hidung.Kemarin, setelah menyelesaikan kunjungan ke salah satu pabrik. El tak kuasa menahan amarah pada rekan kerjanya, ia tersiksa mengingat istri dan anaknya diculik.Akhirnya, ia bicara empat mata dengan Tuan Muda Marquez di belakang pabrik. Tidak ada permintaan maaf atau penyesalan dari pria itu. Sehingga, El kalap, memukuli rekannya sampai terkapar tidak berdaya.“Seharusnya kamu tidak menyembunyikan Sonia! Apa yang kalian lakukan sangat … keterlaluan!” teriak El terus menghantam wajah Jorge.Tidak tahan disudutkan, Jorge melepas bogem tepat mengenai rahang kiri El. Pria itu mencoba berdiri walau sempoyongan, menjawab, “Apa Tuan Muda Torres cemburu? Masih mencintai mantan istrimu? Sebagai pria aku hanya melakukan tugas melindungi wanitaku s
“Aw! Sakit Kak!” pekik Livy, mengusap dahi yang tidak terasa sakit. “Kenapa disentil?”.“Sekarang tidak melamun lagi ‘kan?” El terkekeh pelan, ia juga mencubit gemas pipi Livy. “Mau aku apakan pembuat berita itu?” tanyanyas lagi.“Aku … ti-dak suka mereka mengsangkut-pautkan Al. Dia tidak tahu apa-apa Kak!” Sorot mata Livy berubah sendu, isi artikel itu mengoyak perasaannya sebagai seorang ibu. Livy tidak terima putranya dituduh sebagai alat pengeruk harta kekayaan El“Maaf Sayang, aku pastikan satu perusahaan readaksi menerima konsekuensinya,” tegas El, merangkul bahu Livy, mendekapnya erat. “Ada pertanyaan lagi?”Mungkin terlalu berlebihan, jika satu perusahaan menyatakan permohonan maaf. Akan tetapi, berita perkelahian antara Jorge dan El merambat ke segala arah.“Umm … apa benar di kalangan pengusaha selalu bertukar sekretaris untuk—“ “Ya, tapi aku tidak melakukannya! Kami menjual kualitas bukan orang,” jawab El tidak langsung memutus rasa penasaran Livy. “Jangan berpikir kalau a
“Sudahlah El tidak perlu dipermasalahkan! Lagi pula … kamu juga pengusaha, Torres Inc memiliki kolega bisnis pria dan wanita, benar ‘kan?” Diego menyengir lebar, pria berambut hitam pekat ini seolah lupa, tadi El menyuruhnya mengambil sepatu.“Sayang?” Suara Livy tercekat di tenggorokan, pita suaranya seakan terhimpit bebatuan besar, ia berusaha membujuk sang suami tampak marah. “Aku mau makan siang, kita ke ruanganku yuk!” Livy enggan menanggapi ocehan rekan bisnisnya, apa yang dikatakan Diego memang benar … pria itu memantik api cemburu dalam diri El. Sekarang, El menggeram, iris biru safirnya sangat tajam menatap Livy. Pria tertampan dan terkaya seantero negeri matador ini bergeming, tidak menggubris ajakan sang istri.‘Kak El pasti marah, bagaimana ini?’ Livy kelabakan, ia panik mencari cara menjinakkan singa yang sedang marah.El mengangkat sebelah alis, mengedikkan dagu pada Diego, ia berujar sebal, “Lalu? Kenapa Tuan Muda Manassero masih ada di sini? Rapat kalian sudah selesai