Sasha memerah karena malu mendengar pertanyaan itu. “Maaf, kalian salah duga. Saya bukanlah pasangan pak Kevin. Saya istri dari asisten beliau dan kebetulan kami satu pesawat. Sementara suami saya sedang tertahan untuk suatu pekerjaan, hingga ia tidak datang bersama dengan saya.”Dalam hati Sasha mengumpat, karena harus menjelaskan hal yang tidak perlu kepada orang asing. Dan itu semua, dikarenakan ulah bos suaminya yang menyiratkan mereka memiliki hubungan.“Maaf, apakah saya bisa mendapatkan transportasi menuju ke lokasi proyek?” tanya Sasha kepada dua orang pegawai Kevin.“Kamu ikut dengan saya! Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memastikan angota keluarga dari pekerja kami mendapatkan pelayanan yang baik.” Kevin memberikan kode kepada dua orang pegawainya itu untuk membawakan koper-koper milik Sasha.“Apakah kau hendak selamanya tinggal di kota ini? Mengapa begitu banyak barang yang kau bawa?” bisik Kevin.Sasha melirik Kevin tidak suka. Dengan suara pelan ia menyahut, “Mas
Mendengar apa yang dikatakan Sasha, Kevin tersenyum kecil. “Kau benar sekali! Karena dirimu itu terlalu menggoda dan membuatku tidak dapat mencegah diriku sendiri untuk menyentuhmu.”Sasha mendorong dada Kevin, agar menjauh darinya. Namun, pria itu justru mendekatkan wajahnya, sampai bibir mereka hanya berjarak beberapa inchi saja.“Bibirmu yang merah mereka terlalu menggoda untuk dilewatkan begitu saja.” Kevin menyentuhkan bibirnya dengan bibir Sasha. Tidak siap dengan apa yang dilakukan Kevin. Bibir Sasha terbuka dengan sendirinya menyambut bibir Kevin. Ia terhipnotis dengan mata coklat milik pria yang seharusnya ia hindari.Suara dering ponsel Kevin yang berbunyi nyaring menjadi penyelamat Sasha dari rasa malu. Karena mereka hampir saja menjadi tontonan dengan mempertunjukan kemesraan di tempat parkir. Yang bisa saja dilihat oleh banyak orang.“Telepon sialan!” umpat Kevin.Ia menjauhkan badannya dari Sasha, sambil tetap memperhatikan wanita itu membuka pintu mobil lalu keluar. Ia
Sasah menundukkan kepala tidak berani menatap mata Kevin. “Maaf, saya sudah mengganggu dengan pertanyaan yang saya buat.”“Tidak mengapa, kami mengerti. Sebagai seorang wanita yang datang ke tempat asing tentu wajar bagi Anda untuk banyak bertanya,” timpal salah seorarng pegawai Kevin.Makan siang itu berlanjut dengan kehenigan. Hanya denting sendok saja yang sesekali terdengar. Tidak ada yang membuka percakapan lagi. Selesai makan sianng kedua pegawai Kevin bangkit dari duduk mereka. Keduanya akan duluan melanjutkan perjalanan. Sasha mengikuti Kevin berjalan keluar restoran tersebut. Sebenarnya ia hendak protes haya saja tidak ingin menjadi tontonan dari pengunjung restoran ituBegitu keduanya sdauh berada di luar jauh dari tatapan dan pendengaran pengunjung restoran lainnya. Sasha bertanya kepada Kevin, “Sekarang kita bagaimana? Kamu sudah mengusir kedua pegawai itu pergi lebih dahulu.”. “Tenanglah! Kita akan sampai di lokasi proyek, walaupun tanpa kedua pegawai itu. Akan ada y
Sasha menyikut perut Kevin menggunakan lengannya. Pipinya bersemu merah ada rasa senang digoda oleh pria itu. Desir aneh menghinggapi hati Sasha. “Bagaiman caranya saya tahu kita akan berangkat besok menuju lokasi proyek? Apakah Tuan akan memanggil saya, melalui resepsionis?”Kevin meletakkan tangannya pada dinding dekat kepala Sasha, hingga wanita itu seolah terkurung. “Aku akan mengundang diriku sendiri untuk datang ke kamarmu. Nantikan saja kedatangan tak terdugaku.”Sasha menundukkan badan, agar ia bisa keluar dari lift tersebut. Sykurnya Kevin tidak menghalanginya. Pria itu juga ikut berjalan keluar tepat di belakang punggungnya.Sasha memasukan kunci dalam bentuk kartu ke tempatnya. Begitu pintu sudah terbuka Sasha membalikkan badan menghadap Kevin. Ternyata itu merupakan suatu kesalahan, karena dirinya menjadi berhadapan dengan tubuh Kevin. Yang berdiri rapat tepat di belakangnya.Tangan Kevin terulur mendorong Sasha masuk. Dengan terpaksa wanita itu berjalan mundur, karena bad
“Kau membuatku melupakan su …” ucapan Sasha dipotong Kevin dalam sebuah ciuman yang dalam.“Jangan pikirkan dan sebut nama pria lain. Saat ini hanya ada kau dan aku saja,” Kevin menyatukan tubuh mereka dalam beberapa kali hentakan.“Ah, Kevin! Mengapa kau memberikan kenikmatan ini kepadaku,” desah Sasha.Kevin menjawab dengan menyatukan tubuh mereka berdua, hingga keduanya mencapai puncak secara bersama-sama.setelah selesai bercinta Kevin mencium bibir Sasha sekilas, kemudian ia beranjak dari atas tempat tidur menuju kamar mandi. Sebelum masuk ia berhenti di depan pintu berkata, “Ayo, bergabunglah denganku membersihkan badan.”Sasha terlihat ragu, karena merasa malu terlihat tanpa busana di hadapan pria itu. Keraguannya diketahui oleh Kevin.“Apakah kau masuh merasa malu di hadapanku? Aku sudah melihat dan menyentuh semua bagian tubuhmu. Tidak ada yang tidak kuketahui dari tubuhmu itu,” kata Kevin.Sasha mendelikkan mata ke arah Kevin, tetapi ia pada akhirnya menyingkirkan juga selim
“Diamlah, Sha!” Sebelum Sasha sempat menyadari apa yang dilakukan oleh Kevin. Ia merasakan tanganya ditarik keluar dari lift tersebut.Sasha tidak berontak, karena ia tidak mau menarik perhatian dari petugas keamanan atau pun tamu hotel yang lainnya. Ia takut akan menjadi berita dan diketahui olah suaminya.Dibiarkannya dirinya dibawa Kevin kembali ke kamarnya. Begitu keduanya sudah masuk, Kevin menutup pintu dengan keras. Ia memukulkan lengannya pada dinding kamar Sasha. Membuat wanita itu berjengit terkejut. “Kau pikir dengan main kabur seperti itu akan memecahkan masalah? Duduk dan nikmati makananmu! Besok kita akan melanjutkan perjalanan. Tidak ada kata, serta sikap merajuk lagi!” perintah Kevin.Sasha berjalan menuju kamar mandi. Sesampai di sana, ia mencuci wajah dengan air hangat. Ia tidak ingin berlama-lama melihat pantulan wajahnya di cermin. “Kukira kau akan mengurung dirimu di kamar mandi dan memerlukan dirimu untuk membopong keluar dari sana,” sindir Kevin.Sasha hanya d
Sasha melototkan mata ke arah Kevin, ia mendengus dengan kasar “Apakah Anda tidak pernah mengetahui, kalau seseorang itu tidak ingin berbicara, berarti Anda juga harus diam.”Mendapat jawaban, seperti itu dari Sasha, Kevin menjadi naik darah. Ia memukul dengan keras meja, hingga membuat piring dan gelas menjadi bergetar. Satu gelas yang terletak di pinggir meja menjadi terjatuh ke lantai menimbulkan bunyi nyaring.Tubuh Sasha bergetar takut, ia sadar sudah memancing kemarahan Kevin. Ia berlutut untuk memunguti pecahan gelas, supaya tidak terinjak. Namun, ia sedikit ceroboh justru menjadi terluka jarinya. Terkena ujung pecahan gelas yang runcing.“Aw!” Sasha bangkit dari berlututnya.Ia berjalan menuju wastafel. Dicucinya luka di tangan dengan air hangat. sambil menggigit bibir menahan rasa sakit.‘Kenapa aku sampai bertindak ceroboh, seperti ini,’ gumam Sasha.Air keran yang tadinya tidak berwarna menjadi berwarna merah, karena bercampur dengan darah yang mengucur dari luka di jarinya
Badan Sasha bergetar, karena emosi. Matanya berkabut dengan butir air mata yang siap tumpah. “K-kau tidak seharusnya mengucapkan kalimat itu! Kau hanya membuatku mengingat, kalau diriku ini adalah seorang pendosa yang pantas dihukum.”“Sial!” umpat Kevin kasar.Ia meraih Sasha kepelukannya dan diabaikannya penolakan, serta perlawanan dari wanita itu. Ia mengukung Sasha ke dalam pelukannya yang kokoh. “Diamlah, Sha! Aku minta maaf, sudah mengatakan hal yang tidak berperasaan, seperti tadi. Berhentilah menyalahkan dirimu,” bisik Kevin.Sasha memukulkan kepalan tangannya yang mungil ke dada Kevin. Ia benci pria itu yang baru saja berkata kasar kepadanya. Kemudian bersikap lembut, setelah melihat ia terluka. “Aku bukanlah ping pong yang bisa kau mainkan sesukamu.”Diusapnya air mata yang membasahi wajah Sasha menggunakan lengan kemejanya. Ia juga menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Sasha. “Kau memang bukan bola, kau adalah wanita yang memiliki hati dan perasaan.”Sasha
Sasha menggeliatkan badan mencoba menghindari cumbuan Kevin. “Tolong, jangan buat aku merasa diriku begitu hina dan rendah. Karena merasa tubuhkulah yang membuatmu menginginkanku.”“Argh!” erang Kevin kesal.Ia beranjak menjauh dengan tangan mengacak rambutnya, hingga menjadi berantakan. “Sebaiknya kita memang tinggal terpisah untuk sementara waktu. Karena aku yang tidak bisa menahan diriku menyentuhmu. Sementara kamu jelas tidak menganggap rendah hal itu.”Kevin berjalan cepat keluar dari kamarnya dan hampir saja menabrak pelayan di rumahnya. Dengan suara dingin ia berkata, “Tolong jaga baik-baik calon istri dan calon anak kami yang sedang dikandungnya. Kabarkan kepada saya keadaan Sasha kapan saja. Saya akan tinggal di apartemen.”Pelayan Kevin tertegun mendengarnya. Sebelum ia dapat menjawab perintah dari tuannya itu. Kevin sudah berlalu pergi menuruni tangga dengan cepat.Sesampai di luar rumah sopir pribadi Kevin dengan sigap membukakan pintu mobil untuknya. Mobil meluncur menuju
Kevin menyembunyikan wajah Sasha dalam pelukan hangatnya. Satu tangannya merapikan tali gaun Sasha yang merosot, karena ulah tangannya. “Tenanglah! Aku akan membereskan masalah ini. Kau tidak perlu merasa bersalah dan gemetaran, karena ulah Lukman.”Sasha merasa bersyukur Kevin tidak membiarkan kamera wartawan memotretnya di saat penampilannya berantakan. Ia dapat merasakan Kevin melepas jas yang dipakainya untuk ia sampirkan di pundak Sasha.Kevin membalikkan badan menghadap wartawan yang siap dengan kamera, alat perekam, serta microphone mereka.“Kalian sudah melanggar privasi. Demi mendapatkan berita yang berasal dari sebuah gosip. Apakah kalian tau, kalau pria bernama Lukman yang menjadi naras umber kalian adalah seorang buronan? Sekarang katakan kepada saya di mana pria itu bersembunyi dan berikan nomor teleponnya kepada pihak berwajib atau pengacara saya!” tegas Kevin.Dipandanginya dengan tajam dan wajah dingin para wartawan yang mengerumuninya. Ia menatap mereka satu persatu.
Sasha membuka mulut lalu membekapnya dengan tangan, Air matanya jatuh berlinang, ia tidak menyangka Kevin akan mengungkapkan isi hatinya. “A-aku tidak tahu,” sahut Sasha dengan suara tersendat,Kevin meraih jemari Sasha kebibirnya untuk ia kecup jari-jari tangan Sasha. Satu demi satu dengan penuh kelembutan. “Apakah kau tidak percaya dengan apa yang kukatakan kepadamu? Aku tidak berbohong, Sha! Aku memang bodoh, karena terlambat menyadari perasaanku untukmu.”“A-aku percaya kepadamu, karena aku dapat merasakannya. Sayangnya cinta kita tidak dapat bersatu, karena aku masih terikat pernikahan,” lirih Sasha.“Aku akan menemukan Lukman, sekalipun aku harus memasuki hutan dan menyelam lautan. Aku akan menemukan keberadaan pria brengsek itu!” ucap Kevin dengan penuh tekad.Sasha menggelengkan kepala mengusir bayangan kekusutan masa depannya. Seandainya ia tidak berhubungan dengan Kevin. Kehamilannya tidak akan menjadi masalah yang besar. “Kita tidak boleh terlihat bersama, hingga bayi yang
Sasha menyunggingkan senyum lemah ke arah wanita itu. Bagaimana mungkin Kevin akan menikarhinya, ia hanyalah pemuas nafsu pria itu. Selain itu dirinya masih berstatus sebagai istri Lukman di mata hukum.“Tidak akan ada pernikahan di antara kami. Maaf, mengecewakan Bibi,” sahut Sasha, setelah terdiam selama beberapa saat.Sesampai di depan pintu sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Pelayan itu mengatakan, jika kamar itu menjadi kamar Sasha. Selama ia berada di rumah tersebut.Dibukanya pintu kamar memperilihatkan ruangan yang tertata rapi. Dilangkahkannya kaki memasuki kamar tersebut.‘Apakah keputusanku tepat dengan berada di rumah ini? Bagaimana, kalau keputusan yang kuambil justru hanya membuatku berada dalam masalah yang lebih besar.’ Sasha membaringkan badan di atas ranjang.Ia sangat lelah dan ingin mengistirahatkan fisik, serta fikirannya dari keruwetan yang terjadi. Semenjak terlibat dalam hubungan terlarang dengan Kevin, ia selalu berada dalam bayang-bayang masalah yang t
Ponsel yang ada di tangan Sasha tergelincir jatuh ke permadani yang menutupi lantai. Kevin langsung mengambil ponsel itu. Wajahnya terlihat dingin dengan mata memperlihatkan kemarahan. ‘Kau tidak akan pernah bisa bertemu atau pun menyakiti Sasha!”Kevin meraih Sasha kepelukannya dan kali ini wanita itu tidak melakukan penolakan. Ia terlihat pasrah dalam pelukan Kevin.“Sekarang kau sudah tidak usah ragu lagi untuk tinggal denganku. Bisa saja Lukman dan kekasihnya akan berlaku jahat kepadamu untuk membalas dendam. Kau tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, bukan?” Kevin meregangkan pelukan Sasha di pinggangnya.Sasha mengangkat wajah, sampai matanya bertemu dengan mata Kevin. “Aku merasa malu, karena suamiku secara terang-terangan lebih memilih selingkuhannya daripada diriku. Ia juga tega sekali membentakku.”Mungkin, karena pengaruh dari kehamilannya. Hingga Sasha berubah menjadi begitu sensitif, serta cengeng. Tubuhnya memiliki keinginannya sendiri yang tidak bisa ia kendalikan.D
Sasha membuka matanya, melalui cermin tatapannya dan Kevin bertemu, “Aku tidak sedang hamil dan aku bisa pergi sendiri ke rumah sakit untuk memeriksakan diriku, jika memang diperlukan!”Kevin menatap tajam Sasha, ia merasa jengkel dengan sikap keras kepala wanita itu. Yang menolak perhatian darinya. Wanita itu berlagak bersikap mandiri bisa mengatasi semua masalahnya seorang diri.“Jangan keras kepala, Sha! Aku tahu kamu pada saat ini sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Setidaknya diriku bisa menjadi teman untukmu, karena hanya itu yang bisa kutawarkan saat ini.” Kevin mengambil tissue gulung membersihkan untuk membersihkan wajah Sasha.Kembali Sasha memejamkan mata, seandainya saja kondisi fisik dan mentalnya dalam keadaan baik. Ia tidak akan terlihat begitu menyedihkan seperti ini.Tiba-tiba saja pandangan Sasha menjadi buram, kakinya goyah tidak sanggup menopang tubuhnya lagi. Hingga ia limbung hendak jatuh ke lantai, tetapi Kevin dengan sigap menangkap pinggang Sasha m
Sasha tersenyum keut dengan lirih ia berkata, “Aku hanya menjadi objek pemuas nafsumu saja selama ini. Terima kasih, sudah berkata jujur, walaupun terasa amenyakitkan menerima kebenaran yang kau berikan. Maaf, hati dan perasaanku bukan untuk percobaan dari perasaanmu!”“Argh!” erang Kevin nyaring.Ia memukulkan kepalan tangannya pada dinding, hingga tangannya menjadi terluka dan berdarah. Namun, ia tidak peduli. Karena dirinya membenci kesalahpahaman dari apa yang ia katakan kepada Sasha.Sasha berjalan mundur, karena merasa takut. Ia tidak berani melihat wajah Kevin yang tadi sempat dilihatnya merah dikarenakan emosi.“Aku tidak menganggapmu sebagai pemuas nafsu semata! Pahamilah, kalau apa yang kuraakan kepadamu itu terlalu rumit untuk bisa kujabarkan. Aku lebih suka kau menyebut apa yang kita berdua rasakan sebagai gairah yang alamiah antara pria dan wanita.” Kevin menatap Sasha dengan lembut.Sasha tertawa sumbang. Ia menertawakan kebodohan dirinya yang sempat berfikir, jika perci
Sontak saja Sasha membelalakkan mata menatap tidak percaya Kevin. “Kamu terlalu percaya diri. Apa kamu pikir aku sekarang masih menyukaimu? Tentu saja tidak! Aku membencimu dan tidak ingin melihat wajahmu lagi.”Kevin menyunggingkan senyum yang terlihat misterius. Ia berjalan mendekati Sasha berhenti tepat di hadapan wanita itu. Di mana jarak antara keduanya begitu rapat. Hembusan nafas hangat Kevin menerpa wajah Sasha.Membuat wanita itu tanpa sadar memejamkan mata meresapi aroma parfum yang dipakai Kevin. Ia terhanyut dengan kenangan akan parfum tersebut. Hal yang seharusnya ia lupakan, karena hanya membuat terluka saja.Suasana intim itu terganggu dengan perut Sasha yang berbunyi nyaring. Membuat Kevin tertawa dengan keras, sementara Sasha menjadi malu dengan wajah bersemu merah.Kevin menangkap tangan Sasha yang memukul dadanya. Ia menarik tangan itu, hingga Sasha jatuh ke dalam pelukannya.“Aku lebih suka kau yang marah seperti ini, dibandingkan dengan dirimu yang bermuram durja.
‘Brensek! Kau harus menemukan keberadaan Lukman jangan sampai ia menghilang begitu saja. Kau melapor, kalau sudah menemukan keberadaan pria itu dan kekasihnya!’ bentak Kevin, melalui sambungan telepon.Suasana hati Keviin menjadi semakin buruk saja. Ia mengerang dengan nyaring melampiaskan rasa marahnya. Dengan cepat ia mengambil keputusan, kalau dirinya harus mendatangi Sasha. Tidak peduli wanita itu akan menolak kedatangannya.Disambarnya jaket yang tergantung di dinding dengan langkah cepat ia berjalan keluar kamar, sambil memasang jaketnya.Sopir Kevin yang baru saja membaringkan badan di sofa menjadi terkejut melihat kehadiran Kevin. “Apakah kita akan pergi, Pak?”“Tidak! Kita tidur,” ketus Kevin.Bergegas sopir itu bangun dari berbaringnya, sambil menguap. Pada saat ia berjalan menuju pintu Kevin menegurnya galak.“Saya tidak mau mendapat celaka dengan kamu yang mengemudi dalam keadaan mabuk! Cuci mukamu dahulu baru kita berangkat,” tegur Kevin galak.Sopir Kevin mengangguk, ia