Langit hitam pekat oleh awan mendung malam ini. Angin yang semakin dingin menusuk tulang mengharuskan Calvin mengajak Diandra pulang. Mobil melaju kencang, tidak ada ocehan-ocehan dari bibir Diandra. Hanya wajah kecewa yang terlihat sekelebat dari kaca spion mobil, karena Calvin harus fokus ke jalan. Di tengah perjalanan, hujan turun sangat lebat. Sial, jalan untuk ke kost Diandra ditutup dan bertuliskan menerangkan adanya longsor yang menutupi jalanan tersebut. "Hubungi saja Ibu kost lu, Ket. Ini pasti akan lama pengerjaannya karena malam ini juga hujan masih turun sangat lebat," ucap Calvin ketika mobilnya berhenti. "Tapi aku tidur di mana?" "Apartemen gue." "Apa?" "Tenang aja, ada nyokap gue. Gak akan terjadi apa-apa, kok." "Oh ...." Calvin tersenyum sedangkan Diandra langsung mengirim pesan singkat pada ibu kostnya. Calvin memutar arah mobil ketika Diandra sudah memberikan kabar pada ibu kostnya. Kost Diandra memang cukup ketat. Di atas jam sepuluh malam, pintu gerbang ak
Malam semakin larut, hujan pun masih deras mengguyur bumi. Diandra masih terjaga, ia masih terpikir akan ucapan Calvin di depan Leona. Antara percaya dan tidak kalau sahabatnya bisa mengucapkan hal itu pada ibunya. Bahkan, pada Diandra sendiri masih ia pendam. Mungkin karena Calvin lebih memilih cinta dalam diam karena Diandra masih berstatus istri orang. "Ya Allah ... aku harus gimana?" gumam Diandra sambil membalik tubuhnya miring ke kanan. Baru saja Diandra hendak memejamkan mata, ponsel yang ia taruh di nakas terdengar berdering. Ada satu notifikasi dari nomor yang tidak dikenal. Apakah ini nomor yang lama? Batin Diandra. Ia mengingat ketika dulu ada yang memberikan video suaminya berselingkuh dari nomor yang tidak ada di phone book-nya.Diandra tidak langsung membuka pesan misterius tersebut. Ia memilih untuk melihat nomor yang dulu memblokirnya. Matanya membulat karena ternyata nomornya berbeda. "Ini siapa lagi?" gumam Diandra yang semakin penasaran. Diandra membuka pesan
Sudah berhari-hari Diandra mengumpulkan keberanian. Hingga saatnya ketika libur bekerja, ia memutuskan untuk pulang ke rumah Bayu, di mana suaminya tinggal di rumah itu. "Non Andra?" Asisten rumah tangga Bayu terlihat kaget saat melihat Diandra berada di hadapannya. "Iya, ini aku, Bi." Diandra tersenyum. "Mas Dewanya ada?" sambung Diandra. "Ada, Non. Masih di kamar, mungkin masih tidur. Silahkan masuk." Asisten rumah tangga Bayu membukakan pintu lebar. Di dalam rumah terlihat sepi. Mungkin Bayu dan Ratna sedang ada acara di luar rumah. Diandra langsung menuju kamar dan benar saja, suaminya masih terlentang di kamar tidur tanpa mengenakan baju. "Mas?" Diandra membangunkan Dewa. "Bangun, Mas." Laki-laki berkumis dan berjanggut tipis itu menggeliatkan tubuhnya, perlahan ia membuka mata. "Andra?" ucap Dewa dengan suara serak khas bangun tidur. "Iya, ini aku." Dewa tidak langsung bertanya. Ia terfokus pada penampilan dan wajah Diandra yang malah semakin terlihat cantik setelah jauh
Di hari esok, Tiara kembali menghubungi Calvin. Kebetulan ia mengajak bertemu siang hari di tempat yang tentu saja telah dipesan. Satu restoran yang cukup terkenal di dekat kawasan perkantoran sudah menjadi tempat untuk ajang pertemuan antara Calvin dan Tiara. Calvin memang terkenal disiplin jika memang tidak ada urusan yang datang tiba-tiba, ia pasti selalu datang lebih awal untuk menepati janji bertemu. Di restoran itu pun ia sudah memesan secangkir hot latte favoritnya setelah ia memegang usaha dari Leona. "Hai ...." sapaan seorang perempuan terdengar, bahkan lambaian tangan dan senyuman manis yang menghiasi bibir seorang gadis. Calvin tersenyum dan mempersilahkan duduk. "Dari tadi?" tanya Tiara. "Lumayan." "Maaf, ya? Tadi malah ada temanku ke rumah, enggak enak kalau ninggalin mereka." "Gak pa-pa, santai aja. Oh, iya, pesanlah apa yang dimau." Tiara meraih buku menu yang memang sudah terletak di meja. Buku yang cukup besar berwarna hitam sekarang telah dibuka oleh jemari Ti
Usia Ratna dan Bayu memang terpaut cukup jauh. Ratna akhirnya menerima Bayu ketika Teo memilih mundur darinya. Hingga akhirnya Ratna melihat Teo dengan wanita lain setelah ia menerima pinangan Bayu. Sejak saat itu lah Ratna begitu membenci Teo. Padahal posisi Teo memiliki lagi kekasih juga sudah putus darinya. Namun, keegoisan Ratna yang membenci Teo hingga detik ini yang seolah membutakan mata hatinya saat melihat orang baik. "Ratna, ayok kita pulang!" ajak Bayu. "Eh, Mas. Udah selesai?" Tampak sekali Ratna kaget ketika Bayu mengajaknya pulang. "Sudah. Masih ada lebih untuk menutupi utang kemarin. Sepertinya aku akan membuka usaha kecil-kecilan," ujar Bayu. Ratna memeluk Bayu dengan erat dan banyak kata maaf terucap dari bibirnya. Sesungguhnya hingga detik itu kebencian Ratna pada Teo tidaklah membuahkan kebaikan apa pun, yang ada malah rumah tangga mereka tidak harmonis karena Ratna masih terbayang-bayang akan sosok Teo. Ia benar-benar menyesal dan ingin memperbaiki keadaan me
Hari indah itu akhirnya tiba, Dewa tidak memberitahu Diandra karena tidak ingin ada kata cerai dari bibir istrinya. Pernikahan siri menjadi pilihan keduanya. Apalagi ayahnya tidak mungkin setuju kalau Magdalena menikah dengan laki-laki sembarangan. Di depan penghulu dan saksi bayaran, Dewa mantap mengucap ikrar janji suci pernikahan. Tidak membutuhkan waktu yang lama, kini mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri yang sah secara agama.Magdalena mencium punggung lengan Dewa yang kini sudah resmi menjadi suaminya. Hubungan mereka kini sudah sah di mata agama. "Selamat, Pak Dewa dan Bu Magdalena. Saat ini kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri." Seseorang yang menjadi saksi pernikahan mereka menjabat tangan."Makasih." Dewa menjawab seadanya. Kali ini Dewa merasa heran dengan perasaannya. Perasaan yang dulu seolah ingin memiliki Magdalena, tetapi setelah resmi menikah malah terkesan bisa saja. Atau mungkin ini semua karena ia telah membohongi/tidak jujur pada Diandra
Tiga hari berlalu Diandra tidak menerima kabar dari Dewa sejak dirinya melakukan video call tetapi tidak diangkat oleh suaminya. Ada rasa khawatir dalam hati Diandra karena Dewa masih menjadi suaminya. Ia memutuskan ke rumah Bayu di hari libur bekerja. Namun, semuanya harus terjeda saat sepeda motor berhenti di depan pintu gerbang kostnya. "Naveen?" Diandra menyipit melihat keponakannya. Naveen tersenyum di balik helm full face yang kacanya ia buka. Matanya menyipit ketika senyum itu melengkung meski tidak dapat dilihat oleh Diandra."Iya, Tan. Tante mau ke mana? Kok, udah rapi aja," tanya Naveen masih dengan kekepoannya. "Aku mau ke rumah Om Bayu." "Lah, kok, bisa samaan? Gue baru mo telpon ajak Tante ke rumah, tapi takut Tante gak mau. Jadi gue putusin dateng aja." "Eh, kamu mau ke sana juga?" "Ho'o, kuy, naik lah!" Tanpa ada jawaban, Diandra pun naik ke motor yang cukup tinggi baginya. Meski sering protes, tetapi memang Naveen menyukai motor jenis itu dari dulu. Waktu ditem
[Mas, aku udah mengetahui tentang pernikahanmu. Aku saat ini sudah ada di rumah Om Bayu dan aku harap kamu segera pulang. Aku menunggu hingga sore nanti di rumah Om Bayu!] Isi pasan singkat Diandra yang dibaca Dewa saat berada di perkebunan. Mata Dewa membelalak ketika membaca pesan dari sang istri. Ia emosi dan mengira kalau Bayu lah yang memberitahukan kabar pernikahan siri-nya dengan Magdalena pada Diandra. "Aarrggghhh! Om Bayu sialan!" kesal Dewa. Bukannya Dewa menelepon Diandra, ia malah sibuk menghubungi Bayu dan sudah siap dengan umpatan-umpatan yang sebentar lagi sepertinya akan membludak. "Halo?" Terdengar suara Bayu dari dalam ponsel. "Om, kenapa Om kasih tau kalau aku sudah menikah lagi? Bukannya aku udah larang Om dan Tante Ratna supaya tidak beritahu Diandra?" Tidak ada lagi kata basa-basi, Dewa sudah terlampau emosi. "Hah? Kenapa kamu bicara seperti itu, Dewa?" "Halah! Jangan sok tidak tahu. Bukankah hanya kalian berdua saja yang mengetahui tentang adanya pernikah
Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa usia pernikahan Calvin dan Diandra sudah menginjak dua tahun. Tepat di hari pernikahan mereka yang kedua, perut Diandra terasa mulas saat siang hari. Betapa syoknya dia ketika melihat celana dalamnya ada bercak darah dan ia pun berteriak."Bi! Bibi! Tolong aku!" teriakan itu menggelegar ketika rasa mulas sedikit mereda. Rasa mulas bercampur sakit yang datang lalu menghilang, datang dan menghilang, terus saja terulang hingga ritmenya semakin cepat. "Iya, Non." Pembantunya datang menghampiri. "Aku udah mules-mules, Bi. Di celanaku juga udah ada bercak darah. Apa aku mau melahirkan, ya?" tanya Diandra sambil memejamkan mata menahan rasa sakit dan mules. "Iya, Non, sepertinya cepat itu. Mari Bibi tolong, Non Diandra duduk dulu di tempat tidur dan Bibi akan panggil dulu Pak Winoto," ujar asisten rumah tangga itu yang akan memanggil laki-laki yang menjadi sopir. Diandra mengangguk dan berjalan ke tepi ranjang dibantu oleh asisten rumah tanggany
Rumah dua lantai yang terlihat elegan di atas lahan yang luas di depan, belakang serta samping kiri dan kanannya kini sudah selesai dengan rentan waktu sekitar enam bulan pengerjaan. Calvin dan Diandra kini sudah tinggal di rumah tersebut. Diandra mengatur segala perabotan di rumah itu. Ia merasa bahagia hidup bersama Calvin. Rasa syukur atas limpahan rahmat dan kebahagiaan yang menurutnya sempurna dari Tuhan. Mulai dari memiliki suami yang baik, sabar, tampan dan begitu perhatian padanya. Keadaan mereka yang tentu saja tidak merasa kekurangan bahkan dapat dikatakan bergelimang harta tetapi tidak sama sekali membuat mereka merasa tinggi hati. Seperti saat ini, Diandra dan Calvin berencana ke panti asuhan sekadar ingin memberikan santunan wajib untuk anak-anak yang mungkin kurang beruntung. "Sudah siap, Sayang?" Calvin berbisik pada istrinya yang sedang duduk di kursi riasnya. "Dikit lagi, kamu tunggu di mobil aja, Ko. Enggak lama, tinggal dikit lagi," jawab Diandra sambil menepuk-
Calvin terbangun. Antara merasa sadar dan bermimpi saat ia merasa ada seseorang yang terisak. Perlahan matanya terbuka dan ia sempat terkejut saat istrinya terlihat duduk memunggunginya dengan suara tangis pelan. "Sayang? Kamu kenapa?" tanya Calvin setelah ia duduk di samping Diandra. Diandra tidak menjawab, ia masih terisak dan tidak mau menatap suaminya. Lagi-lagi Calvin cukup kesulitan mengorek tentang apa yang sedang dirasakan oleh Diandra. Padahal seharusnya Diandra sudah lebih bisa terbuka pada Calvin. Namun, nyatanya traumatik itu cukup sulit dihilangkan. Trauma tentang kepercayaan yang ternodai oleh perselingkuhan masih terbawa hingga dipernikahannya yang kedua. "Coba jelaskan, please, Ket. Kalau seperti ini terus, gimana aku tau salah aku di mana?" "Maafin aku." Diandra berucap bersama suara tangis serta air mata yang tertumpah di pipi, bahkan pangkal hidungnya pun sudah memerah karena terus-menerus menangis. "Sini." Calvin memeluk erat Diandra. Calvin memberikan waktu b
Pernikahan Calvin dan Diandra sudah berjalan tiga bulan. Mereka tampak bahagia meski di awal-awal pernikahan cukup banyak penyesuaian. Ya, pasti akan ada banyak hal yang harus diterima, dimaklumi dan diubah. Mereka saat ini dua kepala yang harus menjadi satu hati. Dua pemikiran yang harus bisa sejalan tentu saja sulit. Namun dengan saling menerima dan saling melengkapi akan dapat dijalani dengan baik, meski di awal-awal pasti akan terasa sulit. "Sarapan dulu, Ko!" Diandra berteriak di meja makan memanggil Calvin. Saat ini Diandra memilih menjadi istri yang full time di rumah, tentu saja mengurus rumah dan suaminya. Memanjakan diri dengan aktivitas yang ia sukai dan meninggalkan kantor di mana ia bekerja. Hal ini atas kesepakatan mereka berdua tentunya. "Iya, Sayang!" jawab Calvin yang keluar dari kamar bersama dasi yang ia pegang. Diandra bangkit dari kursi, lalu meraih dasi itu untuk dipakaikan di kerah kemeja suaminya. Calvin menatap wajah yang terlihat khusuk memasangkan dasi,
Calvin dan Diandra saling menatap, wajah mereka berdua terlihat bingung dan juga panik. "Mas? Mas Dewa?" Diandra mencoba menepuk-nepuk tangan Dewa, tetapi tidak ada pergerakan. Calvin meletakkan telunjuk di bawah hidung Dewa bermaksud mengecek napas laki-laki yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Lalu melanjutkan pada pergelangan tangan untuk mengecek detak nadinya. Hilang. "Kamu tunggu di sini, aku akan kembali secepatnya." Calvin gegas persegi dari ruang inap Dewa. Diandra bingung dengan sikap Calvin, hatinya berkata kalau ada hal buruk menimpa Dewa. Ia ingin mengecek tubuh Dewa, tetapi rasa takutnya membuat nyalinya menciut. Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu Calvin belum juga kembali hingga akhirnya Diandra nekat untuk mengecek keadaan mantan suaminya. Mulai napas dari hidung, detak di nadi dan perlahan meski terasa sesak, ia memberanikan menempelkan telinganya pada dada Dewa yang masih terpejam tak berdaya. Mata Diandra membulat ketika tanda-tanda kehidupan tidak ditunjuk
Dewa telah dipindah ruangan. Saat ini Magdalena masih setia menjaganya. Kekhawatiran menyelimuti wajah cantik Magdalena setelah enam jam berlalu, Dewa belum juga siuman. Padahal, kata dokter kondisinya sudah stabil. Sekitar jam delapan malam akhirnya ada pergerakan dari tubuh Dewa. Bibirnya mengatup-atup, tetapi belum ada suara. Sontak, Magdalena pun terlihat bahagia dan takjub bahwasannya seseorang yang ia cintai telah sadar dari komanya. "Dewa?" Magdalena menggenggam tangan Dewa dengan hangat. "Andraaaa ...." lirih Dewa dengan tatapan kosong melihat langit-langit kamar inap. Ada yang sakit, tetapi tidak berdarah ketika Dewa malah menyebutkan nama wanita lain padahal yang menjaga dan membawanya ke rumah sakit itu Magdalena. Namun, ia tidak bisa marah ketika menyadari begitu mengkhawatirkannya keadaan Dewa saat ini. Rasa ibanya mengalahkan rasa kecewa yang dirasakan Magdalena. **Pernikahan Diandra semakin dekat. Semuanya sudah dipersiapkan dengan matang. Perbincangan hangat pun
Sudah semakin dekat pernikahan antara Calvin dan Diandra. Mereka masih sama-sama sibuk dengan urusan pekerjaannya. Seluruh staf kantor pun telah mengetahui kabar bahagia mereka hingga saat ini semua bungkam dengan memberi julukan janda gatal pada Diandra. Apalagi nanti ia akan menjadi anggota keluarga dari tempat mereka bekerja. Entah mengapa Calvin ingin terus bersama Diandra. Ia seolah tidak ingin menjauh meski sekejap saja. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjemput calon istrinya saat menjelang pulang. Sesungguhnya Diandra sudah mendapatkan cuti menikah dari beberapa hari yang lalu agar ia bisa mempersiapkan pernikahannya dengan lebih fokus dan mengistirahatkan tubuh dan otaknya dari rutinitas pekerjaan. Namun, ia tidak ingin melalaikan semua pekerjaan yang belum usai. "Sayang?" sapa laki-laki yang saat ini sudah ada di pintu ruang kerjanya. "Koko?" jawab Diandra dengan ekspresi heran melihat calon suaminya ada di hadapannya. "Udah selesai?" tanya Calvin sambil melangkah me
Hari pernikahan sudah semakin dekat. Baik Calvin dan juga Diandra masih sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka. Namun, tidak dengan Dewa yang malah diusir dari rumah Magdalena kerena sudah berbeda pemikiran. Magdalena yang sibuk di kantor dengan segudang pekerjaan yang harus ia selesaikan menjadikan perasaannya terkadang kurang baik. Apalagi Dewa semakin cuek padanya. "Aku sudah salah memilihmu, Lena!" kesal Dewa saat diusir dari rumah mewah istrinya. "Aku juga udah capek dengan sikap kamu, Dewa! Ada baiknya memang kita bercerai!" Dewa tersenyum sarkas. "Itu hanya hal yang sangat mudah bagiku, Nona. Detik ini juga, aku ceraikan kamu!" tegas Dewa. Magdalena tercengang, ia tidak mengira kalau Dewa bisa semudah itu menceraikan dirinya. "Kenapa diam? Kita udah resmi bercerai, kan? Tidak usah mengetuk palu karena kita hanya menikah secara agama tanpa ada hukum yang mengatur perceraian." Dewa melenggang pergi. "Pergi! Pergi sana dan jangan harap aku akan mau kembali padamu, Dewa. Ing
Diandra mengobati luka pada wajah Calvin terutama di bagian sudut bibirnya yang hingga mengeluarkan cairan merah kental. "Pelan-pelan, Ket." Calvin meringis."Makanya enggak usah berantem, loh, Ko." Diandra mengerucutkan bibir. "Gimana gue gak emosi, coba? Liatin lu dipaksa-paksa begitu." "Iya, tapi enggak harus berkelahi gitu, kan?" "Gak bisa! Siapapun yang berani menyakiti lu, gue gak akan terima." Diandra menghela napas karena tidak mungkin untuknya saat ini membantah ucapan Calvin. Dari sudut lain, Calvin memang begitu terlihat menyayangi Diandra sehingga ia tidak rela kalau sampai ada orang yang menyakiti kekasihnya itu. *** Calvin memutuskan untuk menikah dengan Diandra. Sudah hampir satu tahun Diandra bergelar janda. Perkenalan antara Diandra dan orangtuanya pun sudah terjadi satu Minggu lalu. Tanggal cantik pun telah ditetapkan oleh keduanya dan tentu saja telah mendapatkan restu dari kedua orang tua Calvin. Leona yang awalnya sempat menentang karena status janda Dian