"K-kamu sedang apa?" tanya ayah River sambil mematung di pintu kantornya. Pria paruh baya itu jelas terkejut saat mendapati adegan-adegan tak senonoh yang sedang dilakukan putranya yang mengaku 'perjaka' itu. "Tadi, Mama kamu cerita, katanya dia sudah kehilangan harapan sama kamu. Tapi ... Ini apa?"
Dengan gerakan sigap, River bangkit dan berdiri dengan canggung, sementara Islandia langsung menutup wajahnya dengan blazer oversize yang gadis itu pakai.Sial. Mereka baru saja terpergok sedang melakukan yanh iya-iya dihadapan bos super besar! Ini lebih parah daripada tadi mereka berhadapan dengan ibu River. Bisa-bisa Islandia langsung dipecat dan di-blacklist dari semua kantor di kota ini.Gara-gara River yang tidak bisa menahan diri! Padahal tadi mereka sedang sesi pijat normal. Lalu, semua tiba-tiba saja berubah jadi ke arah lain."Ini ... Bukan apa-apa. Kita nggak ngapa-ngapain, kok," elak River yang mendadak jadi bodoh. Apanya yang tidak melakukan apa-apa! Mana mungkin ayahnya tidak melihat adegan ciuman itu. Gila saja. "Isla! Bilang sama Ayah kalau kita nggak ngapa-ngapain!"Dasar bos gemblung! Sengaja Islandia menutup wajahnya supaya tidak ketahuan. Dia tadinya berencana akan menutup wajah sampai akhir, lalu kabur dari situasi tidak mengenakkan itu. Eh, River malah menyebut namanya! Tamat sudah karir Islandia.Terdengar suara helaan napas dari ayah River. "Kamu pikir Papa buta dan tolol? Kalian baru aja bergulat di atas sofa, sampai nggak dengar suara ketukan dari luar. Nggak ngapa-ngapain apanya?" tukas pria itu.Dan karena sudah ketahuan, Islandia pun bangkit duduk dan membuka penutup wajahnya, lalu menunduk malu. Sumpah. Tadi, dia sama sekali tidak ada intensi untuk berbuat yang tidak-tidak. River saja yang punya pikiran mesum, lalu menyerangnya dengan liar.Ruangan itu pun hening sejenak, sebelum akhirnya sang super bos besar kembali angkat suara. "Ya sudah, kalau kamu memang berniat merahasiakan ini dari Mama dan Papa. Papa nggak akan bilang sama siapa pun juga, toh, ini urusan pribadi kamu. Tapi, satu hal yang harus kamu ingat, kalau Mama sampai tau dan semua sudah terlambat, jangan sampai kalian menyesal."Sesudahnya, River dengan canggung mengakui kalau dia memang tadi sedang melakukan yang iya-iya, lalu meminta sang ayah untuk tutup mulut dan bertindak seakan tidak melihat apa pun. Pokoknya, anggap saja kejadian barusan tidak pernah terjadi.Selama percakapan itu pula, Islandia merasa seperti kalau dia adalah rahasia kecil yang kotor. Yang tidak layak diketahui siapa pun juga. Tapi, mau bagaimana lagi? Sedari awal, waktu ditanya apa dia sudah tidur dengan River, Isla selalu menampiknya."Ayah ada apa ke sini?" tanya River pada akhirnya."Tadi katanya Mama lupa bawa berkas rapat minggu lalu. Kalian tadinya berniat bahas soal proyek baru, kan?" tanya ayah River yang enggan masuk ke dalam dan setia berdiri di pintu kantor. Mungkin pria itu merasa kalau kantor anaknya sudah tercemar.Padahal tidak, kok! Islandia bisa bersumpah untuk itu. Yang tercemar justru kamar River yang ada di rumah mewah pria itu.River kemudian berlari ke arah mejanya dan segera mengobrak-abrik berkas di sana. Hanya dalam waktu kurang dari satu menit saja, berkas yang diminta langsung ketemu dan segera diserahkan.Lalu, sebelum pergi, pria itu sempat berpesan pada anak bujang lapuk dan sekertarisnya. "Kalian ... Boleh melanjutkan, kalau bisa jangan pakai pengaman," ucapnya sambil kembali menutup pintu kantor dan menghilang dari sana.Sial. Baru saat itu Islandia bisa bernapas kembali. Tekanan yang dirasakan dari pria turunan bangsawan Spanyol itu sudah menghilang begitu saja. Rasa rendah dirinya yang seakan 'kotor' pun ikut hilang dengan kepergian ayah River.Hari ini sepertinya adalah hari sial gadis itu. Sudah dijambak, diinterogasi, dicium, eh, sekarang dipergoki. Kurang sial apa lagi, coba? "Pak, kenapa nyebut nama saya, sih? Saya mau kabur diam-diam, tau!" tegur Isla sambil kembali merapikan penampilannya."Ck. Tanpa itu pun Papa pasti udah tau itu kamu. Mama pasti tadi cerita soal kejadian tadi, lagian, nggak ada perempuan lain di lantai ini selain kamu," ujar River. "Nah, mau apa kamu rapih-rapih? Kan sebentar lagi bakal saya acak-acak lagi. Kamu dengar 'kan apa kata Papa tadi? Yang soal jangan pakai pengaman."Maka Islandia pun segera berlari dari tempat itu, tak peduli kalau tasnya ketinggalan. Dia tidak mau menghadapi bosnya yang gila, tidak mau juga mengotori tempat kerjanya dengan hal-hal yang tidak patut. Jadi, gadis itu pun kabur tanpa menoleh ke belakang.Dan tentu saja, momen itu River manfaatkan dengan sangat baik. Pria itu jadi membuntuti Isla sampai ke lobi, di mana para pegawai sudah pada pulang dan kantor mulai sepi. "Jangan cepet-cepet jalannya, ini tas kamu ketinggalan. Memangnya kamu pikir, kamu bisa pulang tanpa tas berisi dompet dan ponsel ini?" tanya River dengan sangat menyebalkan.Terpaksa Isla berbalik dan mengambil paksa tasnya dari tangan sang bos dengan wajah masam. Kalau saja ini jam kerja, River pasti akan menegurnya karena memasang tampang seperti itu.Yang lebih menyebalkan adalah, River mengikuti Isla sampai naik bis! Dan karena pria itu tidak punya e-card untuk bayar, terpaksa sang sekertaris lah yang membayari bos besar. "Pak! Ngapain ikutin saya, sih? Saya mau pulang! Bapak yang bangsawan dan berkelas ini nggak sepatutnya naik bis, kan?" bisik Islandia pada sang bos.Wajah risih River sama sekali tidak bisa disembunyikan. Maklum saja, seumur hidup, pria itu pasti baru pertama kali naik kendaraan umum. Mana pernah sebelumnya River berdesak-desakan di dalam bis atau angkutan kota. River pasti selalu dapat kendaraan yang terbaik dan juga ekslusif. Isla agak iri, sih, tapi, mau bagaimana lagi? Iri pun tidak membuatnya kaya raya."Saya mau coba naik yang beginian sama kamu. Ternyata gerah banget dan agak bau, ya," balas River sambil me-review pengalaman pertamanya naik kendaraan umum.Sontak saja, ocehannya yang cukup keras itu mendapatkan tatapan sinis dari orang lain, sehingga Islandia langsung pura-pura tidak kenal dan mengabaikan ajakan mengobrol River.Lalu, saat tiba di halte dekat rumah Isla, River pun ikut turun. Juga ikut berjalan mengikuti gadis itu dan ikut masuk ke dalam beranda rumahnya, sehingga Isla naik pitam."Pak! Mau ngapain ikut terus, sih? Jangan buat saya marah terus, dong. Saya kalau marah suka jadi jahat. Masa saya harus jahatin orang berumur seperti Bapak?" ujar Islandia sambil memegang kunci rumah dan siap untuk masuk. Namun, karena ada River, gadis itu jadi enggan."Saya 'kan nggak bisa pulang sekarang karena nggak ada supir. Mau pulang naik bis pun nggak ngerti dan nggak punya saldo. Memangnya kamu tega lihat saya menggembel sendirian di pinggir jalan?" River pun merebut kunci di tangan Isla, lalu membuka pintunya dan masuk seakan-akan pria itu adalah tuan rumah. "Lagian, enteng banget kamu ngatain saya berumur. Kita ini cuma beda delapan belas tahun. Nggak ada yang salah sama itu, toh sudah legal juga."Mata Islandia pun melotot. "Memangnya kenapa kalau sudah legal?""Ya, itu artinya, mau kita ngapain aja juga itu sah, atas kesadaran dan kemauan kita sendiri."Islandia kemudian membahas saat kejadian mereka tidur bersama itu, kalau mereka sedang tidak dalam kesadaran dan kemauan sendiri. Lagipula, gadis itu sudah berkata jangan membahasnya, tapi River malah mengungkit-ngungkit terus. Mana seharian ini pria itu menempel padanya seperti lalat yang tertarik pada kotoran, pula.Bukan apa-apa, hanya saja, Isla ingin River melupakan kehadian itu dan bertindak seakan tidak terjadi apa-apa. Islandia tidak mau membuat hidupnya rumit hanya karena kesalahan satu malam bersama sang bos. Namun, River sendiri malah menyinggungnya dengan enteng.Karena malas berdebat dengan River, Islandia pun kabur ke kamarnya untuk berganti pakaian dan menghapus riasan tipisnya. Sayang, tepat saat gadis itu tengah membuka pakaian, entah bagaimana River menerobos masuk ke kamarnya yang sudah diselot supaya terkunci. "Astaga, Pak! Kenapa masuk sembarangan, sih?!" pekik Isla sambil menarik selimutnya untuk menutupi diri."Oh, saya kira kamu pingsan di dalam, habis lama sekali, sampai pesanan makan sore kita sudah tiba. Ayo cepat keluar dan makan, supaya kegiatan malam kita lebih bermakna dan enak," celetuk River yang matanya sempat jelalatan.Sebuah bantal pun melayang ke arah pria tampan tersebut.Parahnya, entah karena refleks atau apa, saat itu ponsel Isla berdering. Ada panggilan video dari Ivy yang langsung membuat Islandia tanpa pikir panjang langsung mengangkatnya."Lho, Mbak habis ngapain? Kok kayak yang nggak pakai baju sampai ditutupi selimut gitu?" tembak Ivy langsung, tanpa basa-basi sedikit pun.Di tengah kepanikan Isla yang sedang memikirkan jawaban, River malah bertingkah dan mendesah, "Ah, iya, enak," ucapnya dengan jahil. Seakan pria itu sedang dilanda perasaan yang bergejolak, padahal River sedang berdiri biasa dan tidak melakukan apa pun.Wajar kalau pertanyaan yang dilontarkan Ivy adalah, "Mbak, itu siapa?"Dan tubuh Islandia pun langsung kaku."Astaga, Violet! Jangan aneh-aneh, ah! Aku lagi teleponan sama adik aku, bukan sama pacar. Jadi, nggak akan ada yang cemburu. Haha!" ujar Isla dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Entah siapa Violet yang namanya dia sebut, pokoknya, sebisa mungkin Isla akan mengelak dengan berpura-pura kalau itu temannya yang jahil!Dasar River sialan! Bukannya pulang ke rumahnya sendiri, River malah ikut dengannya dan mengganggu Isla tanpa tahu malu. Jadi, dengan gerakan yang singkat, sang sekertaris pun hanya sempat mengambil kaus kaki yang berceceran di dekatnya, lalu melemparkan benda tersebut ke wajah River, sehingga pria itu langsung lari ke kamar mandi untuk mencuci muka. "Itu temen kantor Mbak yang datang buat numpang buang air besar. Orangnya emang jail banget. Dia kira kamu itu pacarnya Mbak, makanya sok-sokan bikin drama supaya ada yang cemburu," elak Isla pada Ivy. Untung saja otaknya sedang fast response, sehingga Isla bisa langsung mencari alasan untuk kejadian barusan. "Kamu gim
"Sama muncikari sekaligus rentenir. Makanya saya bilang, Bapak sebaiknya pulang. Nggak ada bagus-bagusnya di sini terus sama saya. Saya orangnya bermasalah sampai punya hutang banyak," ujar Islandia sambil berjalan melewati River, lalu melemparkan selimut untuk menutupi tubuh bosnya. Dia sendiri kembali memakai blazernya untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang agak terbuka.Lalu, Islandia mengambil tumpukan uang yang ada di lacinya dan membawa puluhan lembaran berwarna merah itu ke depan. Kemudian, keributan pun berhenti begitu saja, seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya dan si penagih hutang pergi dengan santainya.Baru saat Islandia masuk ke kamar, kebisingan pun terjadi lagi karena sang bos dengan tidak tahu malunya, masih berdiri tanpa sehelai benang pun. "Pak! Astaga. Bapak udah nggak waras, ya? Kenapa nggak berpakaian juga?! Cepat pakai baju!" pekik Isla sambil membalikkan tubuhnya untuk tidak melihat.Namun, River malah mengabaikan omonga Isla dan bertanya soal hal lain. "Ka
Memang dasar sial, Islandia sama sekali tidak bisa mengelak, tidak bisa juga menolak karena dia lah yang tadi meminta hal gila itu.Jadi, seperti janji River sebelumnya, pria itu benar-benar menghabisi Isla. Sampai semalam penuh, dengan alasan selama ini setiap kali River ingin menyentuh Isla, pasti saja ada gangguannya. Jadi, ini adalah balas dendamnya.Sampai pagi menjelang, Islandia hanya diizinkan tidur sebentar saja, sehingga saat matahari mulai muncul, mata gadis itu malah ingin terpejam."Jangan tidur. Kita masih harus kerja hari ini," ucap River sambil mengelus punggung terbuka Isla. Mereka tengah ada di atas ranjang, baru selesai menghabiskan sesi terakhir mereka di pagi itu. Isla sendiri sudah hampir kehilangan kesadaran kalau saja bosnya tidak bicara. "Atau mau cuti saja? Kita habiskan seharian di atas ranjang tanpa gangguan? Mumpung adik kamu pulangnya masih lama.""Bapak gila, ya? Saya nggak bisa kalau lebih dari ini. Saya bisa mati kecapekan," gumam Isla yang masih berba
"Pak! Kalau ada masalah pribadi, lebih baik diselesaikan dengan kepala dingin. Dan kalau bisa, tolong jangan bawa-bawa saya ke dalam masalah itu," ujar Islandia dengan senyum kakunya. Sebisa mungkin, gadis itu akan mengelak dan sama sekali tidak akan mengakui kalau dia sudah tidur dengan bosnya. Sampai berkali-kali, pula."Diam. Sekarang bukan waktunya kamu bicara," balas River dengan cukup kasar, membuat hati Isla sedikit tercubit. Dia tahu kalau dia hanya 'digunakan' oleh sang bos, toh, dia juga menggunakan pria itu untuk kesenangannya sendiri. Tapi, Memangnya harus, ya, bersikap searogan itu? Seakan Islandia memang tidak punya hak bicara. Dia 'kan manusia, yang punya hak untuk berpendapat, bukan kambing congek!Suasana hati gadis itu yang tadinya lempeng-lempeng saja jadi mendadak berubah haluan. Islandia gondok sekali."Tuh, kan. Bener, Tante. Kata aku juga apa, mereka pasti udah tidur bareng!" sahut Eloise dengan agak histeris. Jelas sekali kalau wanita itu tidak terima dengan ke
"Bu-bukan saya juga, Pak. Perempuan mana pun yang bakal dapat restu dari keluarga Bapak dan yang sekiranya setara. Pokoknya, jangan sampai Eloise. Nanti bukan cuma saya yang menderita, Bapak juga bakal menderita," elak Isla sambil mendorong sang bos agar pelukan itu terlepas.Mereka pun pada akhirnya kembali sibuk karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.Namun, memang sial bagi Isla, setelah menyetujui perjanjian itu, dia malah diboyong pulang oleh River dan langsung dilahap semalaman, sampai tengah malam menjemput, River baru berhenti dari kegiatan gilanya."Pak, yang ngotak, dong. Sekali aja sehari, jangan terus-terusan kayak gini. Saya rasanya mau mati," ujar gadis itu sambil turun dari ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.Begitu keluar setengah jam kemudian, Isla sudah dalam keadaan rapih. Sontak saja ekspresi River berubah jadi mengerut. "Mau ke mana kamu?" tanyanya dengan nada bossy. Tipikal pria itu sekali."Pulang. Sekarang sudah malam. Gara-gara Bapak saya
"Ma-maksud Ibu gimana, ya? Saya lagi sakit dan istirahat di rumah. Jadi, saya tidak tahu kalau Pak River juga ternyata tidak ke kantor, soalnya saya sama sekali tidak diberi kabar mengenai pekerjaan lagi semenjak saya izin sakit," ujar Isla dengan agak tergagap.Sial. Bagaimana bisa wanita itu langsung menebaknya hanya dalam sekali dengar? Tahu saja kalau River sedang ada di rumah Isla. Namun, tentu saja gadis itu harus mengelak. Percuma dia menerima tawaran bosnya kalau langsung ketahuan."Benar?" tanya si nyonya besar dengan nada yang agak tidak percaya. "Tapi, tidak ada kemungkinan lain selain dia bersama kamu. River sama sekali tidak muncul di kantor mau pun di rumahnya. Kalau tidak bersama kamu, terus dia di mana?" Suara Gaia pun berubah jadi keraguan.Bagus. Memang ini yang Isla mau. "Coba Ibu cek apa Pak River di villa pribadinya, atau cari histori penerbangannya, kali saja beliau ke luar negeri. Waktu itu beliau 'kan pernah pergi diam-diam dan membuat keributan di kantor," pap
"Kamu ini, kerja yang benar, dong! Masa kayak begini saja nggak bisa!"Islandia, yang biasa dipanggil Isla, hanya bisa tersenyum ala sales yang sedang menawari dagangannya, padahal dia sedang dicaci maki atas kesalahan yang tidak diperbuatnya. Namun, apa mau dikata? Sebagai budak korporat, sekaligus budak River Angelos, bos-nya yang maha benar, Islandia hanya bisa mengiyakan sambil meminta maaf."Mohon maaf, Pak. Saya keliru memberikan berkas yang seharusnya Bapak tandatangani. Biar saya yang urus soal masalah ini. Nanti saya akan hubungi pihak CFO supaya berkas itu tidak diproses," ujar Isla dengan sangat ramah, meskipun di dalam hatinya dia mengutuk sang bos. Padahal, yang tidak membaca ulang dan main tanda tangan itu, ya, River sendiri. Isla sudah melakukan pekerjaannya sesuai protokol biasa, River lah yang melenceng dan membuat kesalahan ini, namun malah menyalahkan sang sekertaris.CEO sekaligus bosnya ini memang terkenal dengan sifatnya yang menyebalkan, arogan dan bossy, sehing
Sebenarnya, pesta di aula West Stone malam itu tidak ada yang salah. Dekorasinya indah, makanannya sangat enak terutama untuk Isla yang sedang kelaparan, tamunya ramah-ramah dan vibes-nya sangat nyaman, seperti sedang reuni dengan teman-teman lama.Sampai kemudian, si cacing kremi itu datang. Seorang wanita cantik berambut panjang berwarna merah terang alami dengan gaun berwarna hitam seksi memasuki ruangan pesta dengan anggunnya.Tatapan tajam wanita itu langsung tertuju pada Isla yang tengah menggandeng River dan tentu saja Isla langsung membuang muka, seakan mata mereka tidak pernah saling terpaku. Isla pun langsung mencengkram lengan River untuk mengisyaratkan kalau ada bahaya yang mendekat."Apa?!" bisik River dengan sangat judes.Cih. Kalau saja Isla sedang dalam suasana hati yang ingin ketenangan, dia pasti akan membiarkan River dalam ketidaktahuan dan tenggelam dalam bencana bernama Eloise. Untung Islandia sedang berbaik hati. "Eloise ada di arah jam tiga, pakai gaun hitam dan
"Ma-maksud Ibu gimana, ya? Saya lagi sakit dan istirahat di rumah. Jadi, saya tidak tahu kalau Pak River juga ternyata tidak ke kantor, soalnya saya sama sekali tidak diberi kabar mengenai pekerjaan lagi semenjak saya izin sakit," ujar Isla dengan agak tergagap.Sial. Bagaimana bisa wanita itu langsung menebaknya hanya dalam sekali dengar? Tahu saja kalau River sedang ada di rumah Isla. Namun, tentu saja gadis itu harus mengelak. Percuma dia menerima tawaran bosnya kalau langsung ketahuan."Benar?" tanya si nyonya besar dengan nada yang agak tidak percaya. "Tapi, tidak ada kemungkinan lain selain dia bersama kamu. River sama sekali tidak muncul di kantor mau pun di rumahnya. Kalau tidak bersama kamu, terus dia di mana?" Suara Gaia pun berubah jadi keraguan.Bagus. Memang ini yang Isla mau. "Coba Ibu cek apa Pak River di villa pribadinya, atau cari histori penerbangannya, kali saja beliau ke luar negeri. Waktu itu beliau 'kan pernah pergi diam-diam dan membuat keributan di kantor," pap
"Bu-bukan saya juga, Pak. Perempuan mana pun yang bakal dapat restu dari keluarga Bapak dan yang sekiranya setara. Pokoknya, jangan sampai Eloise. Nanti bukan cuma saya yang menderita, Bapak juga bakal menderita," elak Isla sambil mendorong sang bos agar pelukan itu terlepas.Mereka pun pada akhirnya kembali sibuk karena banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.Namun, memang sial bagi Isla, setelah menyetujui perjanjian itu, dia malah diboyong pulang oleh River dan langsung dilahap semalaman, sampai tengah malam menjemput, River baru berhenti dari kegiatan gilanya."Pak, yang ngotak, dong. Sekali aja sehari, jangan terus-terusan kayak gini. Saya rasanya mau mati," ujar gadis itu sambil turun dari ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.Begitu keluar setengah jam kemudian, Isla sudah dalam keadaan rapih. Sontak saja ekspresi River berubah jadi mengerut. "Mau ke mana kamu?" tanyanya dengan nada bossy. Tipikal pria itu sekali."Pulang. Sekarang sudah malam. Gara-gara Bapak saya
"Pak! Kalau ada masalah pribadi, lebih baik diselesaikan dengan kepala dingin. Dan kalau bisa, tolong jangan bawa-bawa saya ke dalam masalah itu," ujar Islandia dengan senyum kakunya. Sebisa mungkin, gadis itu akan mengelak dan sama sekali tidak akan mengakui kalau dia sudah tidur dengan bosnya. Sampai berkali-kali, pula."Diam. Sekarang bukan waktunya kamu bicara," balas River dengan cukup kasar, membuat hati Isla sedikit tercubit. Dia tahu kalau dia hanya 'digunakan' oleh sang bos, toh, dia juga menggunakan pria itu untuk kesenangannya sendiri. Tapi, Memangnya harus, ya, bersikap searogan itu? Seakan Islandia memang tidak punya hak bicara. Dia 'kan manusia, yang punya hak untuk berpendapat, bukan kambing congek!Suasana hati gadis itu yang tadinya lempeng-lempeng saja jadi mendadak berubah haluan. Islandia gondok sekali."Tuh, kan. Bener, Tante. Kata aku juga apa, mereka pasti udah tidur bareng!" sahut Eloise dengan agak histeris. Jelas sekali kalau wanita itu tidak terima dengan ke
Memang dasar sial, Islandia sama sekali tidak bisa mengelak, tidak bisa juga menolak karena dia lah yang tadi meminta hal gila itu.Jadi, seperti janji River sebelumnya, pria itu benar-benar menghabisi Isla. Sampai semalam penuh, dengan alasan selama ini setiap kali River ingin menyentuh Isla, pasti saja ada gangguannya. Jadi, ini adalah balas dendamnya.Sampai pagi menjelang, Islandia hanya diizinkan tidur sebentar saja, sehingga saat matahari mulai muncul, mata gadis itu malah ingin terpejam."Jangan tidur. Kita masih harus kerja hari ini," ucap River sambil mengelus punggung terbuka Isla. Mereka tengah ada di atas ranjang, baru selesai menghabiskan sesi terakhir mereka di pagi itu. Isla sendiri sudah hampir kehilangan kesadaran kalau saja bosnya tidak bicara. "Atau mau cuti saja? Kita habiskan seharian di atas ranjang tanpa gangguan? Mumpung adik kamu pulangnya masih lama.""Bapak gila, ya? Saya nggak bisa kalau lebih dari ini. Saya bisa mati kecapekan," gumam Isla yang masih berba
"Sama muncikari sekaligus rentenir. Makanya saya bilang, Bapak sebaiknya pulang. Nggak ada bagus-bagusnya di sini terus sama saya. Saya orangnya bermasalah sampai punya hutang banyak," ujar Islandia sambil berjalan melewati River, lalu melemparkan selimut untuk menutupi tubuh bosnya. Dia sendiri kembali memakai blazernya untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang agak terbuka.Lalu, Islandia mengambil tumpukan uang yang ada di lacinya dan membawa puluhan lembaran berwarna merah itu ke depan. Kemudian, keributan pun berhenti begitu saja, seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya dan si penagih hutang pergi dengan santainya.Baru saat Islandia masuk ke kamar, kebisingan pun terjadi lagi karena sang bos dengan tidak tahu malunya, masih berdiri tanpa sehelai benang pun. "Pak! Astaga. Bapak udah nggak waras, ya? Kenapa nggak berpakaian juga?! Cepat pakai baju!" pekik Isla sambil membalikkan tubuhnya untuk tidak melihat.Namun, River malah mengabaikan omonga Isla dan bertanya soal hal lain. "Ka
"Astaga, Violet! Jangan aneh-aneh, ah! Aku lagi teleponan sama adik aku, bukan sama pacar. Jadi, nggak akan ada yang cemburu. Haha!" ujar Isla dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Entah siapa Violet yang namanya dia sebut, pokoknya, sebisa mungkin Isla akan mengelak dengan berpura-pura kalau itu temannya yang jahil!Dasar River sialan! Bukannya pulang ke rumahnya sendiri, River malah ikut dengannya dan mengganggu Isla tanpa tahu malu. Jadi, dengan gerakan yang singkat, sang sekertaris pun hanya sempat mengambil kaus kaki yang berceceran di dekatnya, lalu melemparkan benda tersebut ke wajah River, sehingga pria itu langsung lari ke kamar mandi untuk mencuci muka. "Itu temen kantor Mbak yang datang buat numpang buang air besar. Orangnya emang jail banget. Dia kira kamu itu pacarnya Mbak, makanya sok-sokan bikin drama supaya ada yang cemburu," elak Isla pada Ivy. Untung saja otaknya sedang fast response, sehingga Isla bisa langsung mencari alasan untuk kejadian barusan. "Kamu gim
"K-kamu sedang apa?" tanya ayah River sambil mematung di pintu kantornya. Pria paruh baya itu jelas terkejut saat mendapati adegan-adegan tak senonoh yang sedang dilakukan putranya yang mengaku 'perjaka' itu. "Tadi, Mama kamu cerita, katanya dia sudah kehilangan harapan sama kamu. Tapi ... Ini apa?"Dengan gerakan sigap, River bangkit dan berdiri dengan canggung, sementara Islandia langsung menutup wajahnya dengan blazer oversize yang gadis itu pakai.Sial. Mereka baru saja terpergok sedang melakukan yanh iya-iya dihadapan bos super besar! Ini lebih parah daripada tadi mereka berhadapan dengan ibu River. Bisa-bisa Islandia langsung dipecat dan di-blacklist dari semua kantor di kota ini.Gara-gara River yang tidak bisa menahan diri! Padahal tadi mereka sedang sesi pijat normal. Lalu, semua tiba-tiba saja berubah jadi ke arah lain."Ini ... Bukan apa-apa. Kita nggak ngapa-ngapain, kok," elak River yang mendadak jadi bodoh. Apanya yang tidak melakukan apa-apa! Mana mungkin ayahnya tidak m
Panik karena takut dipecat perkara susah tidur dengan sang bos, maka yang bisa Islandia lakukan selanjutnya adalah mengelak. Sebagai pertahanan diri."Bapak masih perjaka, kok, Bu! Saya nggak tidur sama Pak River. Ibu bisa langsung tanya orangnya. Saya juga kurang paham kenapa Ibu Eloise tiba-tiba menuduh saya yang tidak-tidak!" seru Isla yang nadanya masih sangat sopan, padahal kepalanya sudah sakit sekali, seakan rambutnya akan lepas dari kulit kepala.Tatapan sang nyonya besar pun langsung berubah jadi tidak suka perkara anaknya gagal menghilangkan status perjakanya. Lalu, Eloise tak luput mendapatkan pandangan menyipit dari wanita yang sudah melahirkan River. "Lepas. Jangan melakukan tindakan yang merendahkan diri kamu sendiri. Islandia sudah bilang kalau River masih perjaka.""Bohong, Tante! Waktu itu jelas-jelas aku kasih dia minuman berperangsang, nggak mungkin dia bisa menahan diri dan nggak tidur sama pria mana pun!" tukas Eloise yang tangannya masih setia berada di kepala Is
"Iya-iya apanya?!" Islandia memijit dahinya yang langsung merasa pening. "Pak, saya lagi butuh istirahat. Silakan Bapak keluar dari sini dan kita bertemu lagi besok di hari Senin. Tolong jangan ganggu saya hari ini karena ini hari libur. Nggak sepatutnya kita bertemu padahal bukan hari kerja," ujar gadis itu sambil membukakan pintu kamarnya lebar-lebar."Bukannya nggak sepatutnya kita tidur bersama? Tapi, toh, kita tetap melakukannya," balas River dengan gestur mengangkat bahu.Sial. Kenapa bosnya membawa hal itu lagi, sih?! "Lupakan saja, Pak. Anggap kita berdua khilaf saat itu. Lagipula, kita ada di dalam pengaruh perangsang!" sahut Islandia yang semakin lama semakin dibuat kesal. "Ck. Perangsang itu pun dari Eloise. Saya cukup yakin kalau dia melakukan itu supaya saya kecelakaan dengan pria lain dan secara otomatis, saya tidak punya kesempatan apa pun untuk menggoda Bapak."Parahnya, River sama sekali tidak peduli dengan kenyataan itu dan malah bertindak naris. "Yah, saya wajari ti