"Maaf, Bu, saya tidak sengaja." Nasya buru-buru memungut buku yang terjatuh dari tangan wanita itu. Buku panduan memasak berbagi jenis menu makanan. "Gak papa, Mbak. Saya juga salah gak lihat-lihat mau belok," jawab wanita itu tersenyum lembut. Meski sudah banyak garis penuaan di wajahnya, tapi tetap masih menunjukkan kecantikan wanita itu. Nasya tebak saat masa mudanya, dia pasti sangat cantik. "Ibu suka masak?" Nasya memperhatikan buku yang baru diambil dari lantai dan mengamati sebelum menyerahkan kembali pada wanita itu. "iya kebetulan Ibu juga buka restoran kecil-kecilan nggak jauh dari sini. Kalau sempat silakan mampir," lanjutnya tersenyum lembut. Ada rasa nyaman timbul ketika berbicara dengannya, Nasya bisa merasakan hal itu. Lagi pula senyumnya begitu bersahabat dan tutur katanya lembut. "Saya Nasya, Bu," ucapnya menyodorkan tangan ke depannya. "Saya Bu Ema," katanya sembari menerima uluran tangan Nasya. "Ada apa?" tanya Airin mendekati mereka. Diliriknya wanita yang
Airin kembali ke rumah masih dengan perasaan kacau balau. Nasya bilang Radit tidak mengatakan apapun padanya. Setidaknya Airin masih bisa mengangkat wajah di depan keluarga suaminya. Baru membuka pintu Airin menyadari kalau suaminya ada di rumah. Sepatu Radit tergeletak begitu saja di lantai. "Bapak udah pulang, Bi?" tanya Airin ketika Bi Sum menyambut kedatangannya di depan pintu. Ini masih terlalu sore untuk kebiasaan Radit pulang ke rumah. Apa mungkin pria itu jatuh sakit hingga pulang cepat? "Sudah Bu, sudah sejam yang lalu." Airin mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya sama sekali tidak berniat mencari keberadaan Radit di ruang kerja."Kamu sudah pulang? Pergi dengan Nasya?" tanya Radit mulai mengintrogasi. Sikap Radit yang seperti itulah yang membuat Airin kadang salah mengerti. Seharusnya kalau memang Radit tidak punya perasaan apapun terhadap dirinya tidak perlu memberikan perhatian menunjukkan kepedulian padanya. Airin mengangguk lalu melewati pria itu untuk t
"Kamu harus coba ini, Mas!" Nasya menata makanan yang dia bawa dari resto Bu Ema. Penuh semangat dia menawarkan pada Chris karena sangat yakin kalau suaminya itu akan suka. "Kamu masak?" "Hentikan omong kosong itu, kamu tahu sendiri aku tidak bisa masak. Terimalah kekurangan istrimu ini yang hanya bisa membuatmu jatuh cinta," jawab Nasya percaya diri. Itu kenyataan yang ada, tidak terbantahkan. Nasya hanya mengingatkan kalau dulu Chris berucap tidak masalah punya istri yang tidak bisa masak, asal wanita itu adalah Nasya. Jadi, tidak punya alasan untuk menyesal. Tawa Chris menggema di ruang makan malam itu. Dia senang menggoda Nasya. Tentu saja dia tidak mengharapkan semua menu yang ada di atas meja ini hasil tangan istrinya. Biasanya juga bi Rahma yang mempersiapkan semua. "Udah, jangan diketawain. Coba makan dulu, kamu pasti suka. Ini tuh, enak banget, Mas!" Satu kursi sudah ditarik lebih dekat ke arah Chris. Nasya duduk dan mulai mengamati suaminya mencicipi bebek goreng
"Ada apa mengajakku bertemu?" Airin langsung to the poin. Mengambil tempat di seberang meja. Sebenarnya dia sendiri tidak mengerti mengapa dia harus mau diajak bertemu Dinar.Hari ini rencananya dia melihat perkembangan tempat yang sedang dibangun jadi cafe miliknya. Setelah lama mempertimbangkan, Airin memutuskan membuka cafe saja bersama Nasya. saat di jalan dia menerima pesan dari Dinar yang entah dari siapa wanita itu bisa mendapatkan nomornya. Dinar mengajaknya bertemu ada hal serius yang ingin dibahas katanya. Airin sudah sempat menolak tapi Dinar memaksa. Rasa penasaran akhirnya membawa langkah Airin bertemu dengan Dinar.Ide berbisnis itu datang begitu saja. Untuk membunuh rasa tepinya di rumah setiap ditinggal Radit, terlebih kalau suaminya itu pergi ke luar kota. Niat untuk buka usaha sudah ada sejak dua bulan lalu jauh sebelum masalah Dinar muncul. Namun, begitu Dinar hadir dalam kehidupan mereka yang membawa keretakan dalam rumah tangganya, Airin semakin yakin untuk memb
Bagaimana mungkin seorang istri sah akan mengizinkan kekasih suaminya tinggal satu atap bersamanya? Kalau ada yang demikian wanita itu pasti sudah gila dan Airin tidak ingin menjadi bagian dari kelompok wanita gila tersebut. "Aku tidak setuju! Dia tidak boleh tinggal di rumah ini!" tentang Aira tegas. Ketiganya duduk di ruang tamu. Dinar datang dengan satu koper besar yang berisi barang-barangnya padahal belum tentu diizinkan untuk tinggal di sana tapi Wanita itu sudah nekat membawa perlengkapannya karena mengetahui bahwa Radit tidak akan tega terhadap dirinya. "Radit, aku mohon aku takut tinggal di sana sendirian. Kalau memang Airin tidak mengizinkan aku tinggal di sini maka aku minta kamu tinggal bersamaku, temani aku di apartemenku," rengek Dinar, si wanita tidak tahu malu itu.Kali ini tidak hanya wajah Airin yang memerah karena emosi tapi juga rambutnya berdiri seperti singa mengamuk. Bisa-bisanya Dinar meminta suaminya tinggal bersamanya yang bukan siapa-siapa Radit."Dasar w
"Ada yang aneh dengan Chris," celetuk Nasya memecah keheningan sejak tadi baik Airin ataupun Nasya diam berkutat dengan pikiran masing-masing. Airin pun menoleh ke samping. dia merasa tidak enak hati karena masalahnya dengan Radit, dia sampai mengabaikan Airin. Mungkin sahabatnya itu sedang ada masalah dalam rumah tangganya juga. "Memangnya ada apa dengan Chris?" "Kamu tahu nggak, setelah mencicipi makanan yang kita bawa dari restoran Bu Ema, Chris berubah dia lebih suka menyendiri dan diam. Kadang kala juga suka marah-marah." "Marah sama kamu?" sambar Airin. Enak saja dia memarahi Nasya. "Bukan, sama sopir lah, sama Bram lah. Padahal masalahnya juga simple, tapi marah aja." Kening Airin berkerut Apa pula yang terjadi pada kalau dia tidak suka dengan masakan Bu Ema dia bisa saja menolak dan tidak perlu marah-marah berlebihan seperti cerita Airin. "Apa mungkin Bu Ema selingkuhan suamimu kali," jawab Airin bercanda. Dia ingin menghibur Nasya agar tidak menjadi stress sep
"Aku yakin kalau Ema itu adalah ibu mertuamu!" Mulut Nasya menganga dan bola matanya melotot, terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Airin apa yang terjadi dengan sahabatnya itu mengapa tiba-tiba mengeluarkan statement yang menurut Nasya tidak masuk akal. "Kamu ngomong apa sih Ai, aku jadi bingung." "Aku menduga bahwa ibu Ema adalah ibu kandung Chris yang dulu pernah meninggalkannya ketika masih kecil kamu ingatkan cerita itu?" "Tapi kenapa kamu tiba-tiba berpikiran seperti itu mana mungkin Ibu Ema adalah orang tua dari Mas Chris?" Nasya masih belum bisa menerima dengan akal sehatnya. Tidak mungkin di dunia ini ada hal yang tiba-tiba begitu. Mereka bukan hidup di dunia sinetron yang sudah diatur oleh sang sutradara. "Coba kamu pikirkan, kemarin kamu bilang nggak kalau wajah Ema itu sangat familiar karena memang bentuk wajahnya mirip dengan Chris." Nasya jadi bingung sekarang. Semakin dia memikirkan Chris dan ibu Ema, pendapat Airin semakin benar terlebih dengan hidung d
Menolak kemauan Airin sama saja dengan kehilangan kehangatan dan juga canda tawa wanita itu. Radit tidak sanggup jadi dia memilih untuk berkorban pasang badan demi istrinya. Selama dua hari anak buahnya ditugaskan untuk menyelidiki sosok wanita bernama Ema hingga pada akhirnya mereka informasi yang selama ini mereka cari Ema memang benar ibu dari Chris, data itu sudah valid dan bisa dipertanggungjawabkan. "Apa aku bilang benar kan dugaanku," ujar Airin penuh bangga. Dia sudah tidak sabar untuk menyampaikan kebenaran itu kepada Nasya tinggal bagaimana cara mereka untuk mempertemukan Chris dengan Bu Ema. "Kamu harus hati-hati jangan sampai terus mengetahui kalau selama ini kamu sudah menyelidiki tentang ibunya," nasehat Radit yang sedikit khawatir kalau masalah ini akan menjadi bumerang bagi Airin nanti. Namun sebagai suami apapun yang terjadi Dia akan berada di garda terdepan untuk membela istrinya. "Iya aku tahu. Makasih, Sayang," ucap Airin mendaratkan ciuman di bibir Radi
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid