Suara azan subuh sudah berkumandang. Dev pun langsung membuka kedua matanya. Karena sudah saatnya menunaikan ibadah salat subuh.Ia mengucek matanya, karena pagi ini begitu melelahkan baginya. Apalagi ia kurang tidur karena begadang. Padahal hari ini ia memiliki jadwal yang padat di kampus."Ra, bangun! Udah azan subuh tuh. Lu nggak mau salat?"Dev menepuk-nepuk pipi tembem istrinya yang nampak nyenyak dalam kalut mimpi. Sehingga ia tidak bisa merasakan sentuhan tangan suaminya yang begitu hangat."Astaga ... nih anak kebo banget, sih! Bikin kesel aja. Ra, bangunnn ... lihat tuh udah pukul empat, loh."Ia berusaha keras untuk membangunkan istrinya. Namun, Clara hanya mendesis kesal. Karena sepertinya ia sedang kelelahan. Karena kemarin sudah melayani dosennya."Kamu duluan aja, Dev. Aku masih ngantuk," ujar Clara masih dengan mata terpejam."Ini udah waktunya salat subuh, Ra. Ayo salat subuh berjamaah!" ajak Dev.Ia menatap istrinya penuh arti. Entah mengapa mulutnya langsung mengatak
Langkahnya terhenti ketika manik mata menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. Clara menatapnya penuh arti. Mereka saling menatap, namun tak bersuara satu sama lain."Apakah kamu juga akan membenci aku seperti orang-orang?" tanya Clara.Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar saat membuka suara. Hatinya merasa hancur bak dihujam seribu pisau. Karena sahabatnya, Caca, tidak menghubunginya setelah kejadian kemarin.Tanpa berkata-kata, Caca langsung berjalan dan memeluk gadis itu penuh kehangatan."Maafin aku, Ra. Harusnya aku ada di samping kamu saat kamu sedang dalam masalah. Aku benar-benar menyesal, Ra."Clara membalas pelukan itu dengan mata berkaca-kaca. Namun ia terharu, karena ternyata masih ada seseorang yang mau menjadi temannya, yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri."Aku pikir kamu akan mengolok-olok aku dan menghakimi aku seperti orang lain. Tapi ternyata kamu tetap mau berteman sama aku. Kenapa, Ca? Apa kamu nggak mau punya teman seperti aku?" tanya Clara dengan muka ma
Caca mencari keberadaan Dev. Karena laki-laki itu harus tahu mengenai kondisi Clara. Sebab, Dev adalah suami sah Clara. Kemarin, ia mendengar percakapan antara Pak Tirta dan Pak Arya. "Di mana sih, Dev? Perasaan dari tadi nggak nongol-nongol," gerutu Caca. Ia menendang sesuatu di depannya, hingga botol minuman itu jatuh tepat mengenai kepala seorang laki-laki."Sialan!" umpat laki-laki itu penuh kemarahan.Ia melihat sekeliling, mencoba memahami siapa yang baru saja membuatnya merasa kesal. Sorot matanya terhenti pada seorang gadis yang berjalan dengan santai."Woiiii ...!" teriaknya dengan lantang.Caca sama sekali tidak bergeming. Karena pikirannya terus tertuju untuk mencari sosok laki-laki yang berstatus sebagai suami sahabat sejatinya."Sial, tuh cewek kenapa dah ngelamun sambil berjalan?"Karena merasa kesal tidak dihiraukan, Radit memutuskan untuk menghampirinya. Karena ia harus membuat perhitungan pada gadis yang sudah menendang botol minuman ke arahnya."Woi!" Ia menepuk pu
Algo membaringkan tubuh mungil Clara di brankar UKS. Ia meletakkan tubuh ramping itu dengan sangat hati-hati. Hal itu membuat gadis itu merasa baper."Lu nggak usah salah paham sama gue. Karena gue nolongin lu atas dasar kemanusiaan," ujar Algo dengan tatapan dingin."Aku ngerti kok, Al. Kamu nggak perlu cemas. Aku bisa mengerti bagaimana perasaan kamu," jawab Clara.Hati Clara teriris dengan ucapan Algo barusan. Ia memang tidak mengharapkan yang lebih, tapi tetap saja rasanya sakit. Dulu manggilnya aku-kamu, sekarang lu-gue. Entahlah ia merasa canggung sekarang. Tapi, perasaannya pada laki-laki itu belum berubah. Ia masih Clara yang dulu, yang mencintai Algo tanpa batas."Kamu adalah my first love, Al. Aku mencintai kamu tanpa syarat. Tapi, mungkin sekarang rasa itu sudah hilang. Kamu bukan yang dulu lagi," gumamnya dalam hati.Algo menatap mantan kekasihnya itu lekat-lekat. Ia masih tidak percaya orang yang ia cintai telah berkhianat dan selingkuh di belakangnya.Ia pikir Clara ada
Clara menatap ke arah langit yang nampak gelap, seperti hidupnya. Bisa dipastikan jika sebentar lagi hujan akan turun. Namun, gadis itu masih lontang-lantung di jalanan.Ia tidak melanjutkan pelajaran kuliahnya, karena hatinya sedang tidak baik-baik saja. Kata-kata Algo di UKS tadi benar-benar menggema dalam pikirannya."Jika saja aku boleh meminta, aku ingin kembali ke masa kecilku. Di mana tidak ada luka maupun kehancuran. Hanya ada canda tawa dan rasa suka. Aku ingin hidupku bahagia seperti dulu. Tidak ada beban dalam pundakku," lirih Clara.Air matanya menetes bersamaan dengan rintik hujan. Luka dalam hatinya seakan tidak akan pernah bisa sembuh. Hanya ada kenangan pahit yang mengisi hari-harinya.Ia pun berjalan menyusuri jalanan yang lenggang. Tidak ada orang yang peduli. Mereka hanya haha-hihi menertawakan nasib buruknya.Hujan turun rintik-rintik, menambah rasa sakit dalam dadanya. Juga ... ia merasa jika hujan tak lagi seperti dulu. Mereka ikut tertawa dengan dukanya."Jika h
Laki-laki itu nampak fokus dengan layar ponselnya. Ia sama sekali tidak bersuara meski Clara berada di dekatnya."Kenapa gue jadi canggung begini, sih," gerutu Dev dalam hati.Ia pun mulai menscroll beranda sosmed-nya. Sesekali ia melirik ke arah gadis itu. Namun, ia juga sama. Sama-sama sibuk dengan dunia masing-masing."Ra, lu lagi ngerjain tugas?" tanya Dev kikuk."Astaga Devaro, pertanyaan macam apa yang lu ajukan. Udah tahu dia lagi ngerjain tugas, masih aja nanya," batinnya.Gadis itu melihat sekilas ke arahnya sembari berkata, "Iya, aku lagi ngerjain tugas kuliah."Ia pun kembali fokus dengan layar laptopnya. "Apakah lu baik-baik aja?" tanya Dev."Memangnya aku kenapa? Kamu bisa lihat sendiri, kan?" jawabnya tanpa berekspresi.Dev hanya manggut-manggut paham. Ia pun membentuk huruf O dalam mulutnya."Kalau kamu laper, tadi aku udah masak. Tinggal panasin aja kalau nggak mau makan makanan dingin," ujar Clara yang masih fokus dengan laptopnya."Kapan masaknya? Perasaan dari tadi
"Jadi ini istrinya Devaro, cantik juga, manis lagi. Kumis-kumis tipis," gumam Galang dalam hati."Woi, kenapa lu malah bengong. Lu jadi meriksa istri gue nggak?" celetuk Dev.Galang pun langsung terperangah kaget. Karena ia sibuk menghayal istri orang, yang tak lain adalah istri teman masa kecilnya."Kok kalian kayak orang yang udah saling kenal," ujar Clara menatap keduanya secara bergantian."Dia ini Galang, teman masa kecil gue. Sekarang dia udah sukses jadi dokter. Jadi, Dokter Galang yang akan meriksa lu," kata Dev.Mata Clara langsung melotot sempurna. Keringat dinginnya bercucuran. Bulu kuduknya berdiri, ia merasa merinding saat suaminya mengatakan kata dokter. "Udah lu nggak usah takut. Karena Galang nggak akan makan lu hidup-hidup," kata Dev mencoba meyakinkan istrinya.Ia mengusap lembut puncak kepala istrinya. Hal itu membuat Galang seperti obat nyamuk saja. Padahal ia seorang tamu yang harus dilayani. Tapi, malah melayani pasien.Untung saja pasiennya cantik. Kalau nggak
"Dev, kepala aku pusing banget. Hari ini kamu masak sendiri ya? Aku nggak kuat mau berdiri," keluhnya."Yaudah lu istirahat aja. Kan lu sedang mengandung. Jangan sampai calon anak kita kenapa-napa," sahut Devaro.Ia mengelus puncak kepala istrinya dengan penuh kasih sayang. Entah mengapa ia merasa jika anak yang Clara kandung adalah darah dagingnya.Karena saat melakukan hubungan intim dengannya, Clara dalam masa subur. Jadi, besar kemungkinan jika itu memang anaknya."Nanti aku juga nggak ke kampus, tolong kamu bilang ke Caca kalau aku sakit," pesan Clara."Lu nggak usah mikirin orang lain. Pikirin kondisi lu sendiri," pinta Dev."Iya-iya, bawel banget jadi laki," cercanya. Lelaki itu hanya memutar kedua bola matanya malas. Karena berdebat dengan gadis keras kepala tidak ada ujungnya.Ia pun pergi ke dapur untuk memasak. Sedangkan Clara ... ia istirahat.Setelah suaminya pergi, ia menangis. Karena terlalu sakit, ia sampai tak bersuara."Kenapa kamu harus hidup, Ra? Harusnya kamu mat
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
Dev melihat istrinya yang sedari tadi mondar-mandir di depannya. Clara terlihat sibuk mencari buku-buku dan keperluan kuliahnya hari ini. Ingin rasanya ia mengutarakan segala isi hatinya pada Clara, tapi ... ia takut jika gadis itu akan marah setelah tahu semuanya."Ra," panggil Dev lirih. Meski sangat lirih, ia yakin jika gadis itu bisa mendengar suaranya. Namun, Clara hanya meliriknya sekilas lalu pergi dari sana. "Clara, tunggu!" teriak Dev saat Clara hendak membuka pintu kamar.Clara menoleh. "Ada apa?" tanyanya datar."Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu," pinta Dev tersenyum manis.Clara menyipitkan kedua matanya. 'Sepertinya ada yang aneh dengan suami aku,' pikirnya."Kamu mau ngomong apa?" tanya Clara penasaran.Clara berjalan menuju tempat tidur. Di mana Dev duduk sila dengan laptop di depannya. "Duduk di sini," pinta Dev meminta istrinya duduk di pangkuannya.Clara terdiam sejenak. Pikirannya ke mana-mana. Namun, ia langsung duduk di sebelah suaminya. "Mau ngomong ap
"Dev, cukup ya kamu bersikap cuek sama aku! Aku udah nggak sanggup lagi!" marah Clara tak kuat menahan diri.Dev tak menyahut sedikit pun. Ia tetap fokus dengan layar laptopnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Clara saat ini."Dev! Aku sedang bicara sama kamu. Apa kamu sengaja melakukan ini sama aku?" tanyanya dengan rasa amarah."Nggak usah lebay deh, Ra," ketus Dev tanpa ekspresi. Bahkan ia tak melihat lawan bicaranya sama sekali."Lebay kamu bilang?" Clara geleng-geleng kepala tak percaya. "Aku hanya bertanya, Dev. Harusnya kamu jawab aja ada apa sebenarnya. Kalau aku ada salah, katakan di mana letak kesalahan aku. Nggak perlu diemin aku kayak gini. Aku bukan patung yang nggak punya perasaan. You know?"Dev berhenti mengetik dan melihat sekilas istrinya yang menahan rasa sakit dan marah bersamaan. Wajahnya yang memerah membuat Dev merasa bersalah.Tapi, ia masih tak bisa berkata jujur. Karena terkadang, kejujuran sangat menyakitkan."Terserah kamu, Dev. Aku nggak peduli lagi. Ma
Kedua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan pernikahan Devaro dan Alice. "Bagaimana menurutmu, Dev? Apakah kamu suka gaun yang ini?" tanya Farah disertai senyum tipis di wajahnya. Dev melirik mamanya sekilas, lalu kembali fokus dengan benda pipih di tangannya. "Terserah Mama aja," jawabnya datar. "Kenapa kamu terlihat tidak minat seperti itu, Dev? Sebentar lagi kita akan menikah, harusnya kamu bahagia bisa menikah dengan aku," sahut Alice yang menatapnya. "Anda tahu jika saya tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini. Jika Anda suka, ya sudah, ambil aja," ketus Dev. Jika sebelumnya Devaro bersikap sopan terhadap Alice. Tidak kali ini. Atau mungkin, ia akan sangat membencinya. Karena keegoisannya, Dev harus poligami. Itu pun tanpa sepengetahuan istrinya. "Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Aku ini calon istri kamu, Dev!" Alice membuang napas gusar. "Anda sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya? Dan ya ... bagi saya, hanya Clara yang menjadi istri saya satu-satuny
"Assalamualaikum," ucap Devaro dengan nada kurang bersemangat. Bagaimana mau semangat? Ia harus memulai drama agar istrinya tak curiga mengenai pengkhianatan yang akan ia lakukan. Meski rasanya tidak tenang, namun ini demi kebaikan semua orang.Kebaikan semua orang katanya? Mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Bahkan dirinya sama sekali tak bahagia dengan pernikahan yang akan ia jalani."Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Clara. Ia mencium punggung telapak tangan suaminya dan mengambil tas kerjanya."Kamu kenapa, Dev? Pulang-pulang kok mukanya masam gitu?" tanya Clara. Ia nampak curiga.Dev mengendurkan dasinya. "Nggak papa, Sayang. I am fine," jawabnya.Dev berjalan ke kamar. Clara yang masih tidak percaya dengan apa yang suaminya katakan, berjalan mengikutinya. Dev membuang dasinya ke ranjang. Memang kebiasaan, selalu Clara yang membereskan nantinya."Kenapa aku merasa kalau kamu berusaha menghindar dari aku?" tanya Clara penasaran. Ia mengambil dasi suaminya d
ANDAI KU MALAIKAT KU POTONG SAYAPKU DAN RASAKAN PERIH DI DUNIA BERSAMAMU. PERANG KAN BERAKHIR CINTA KAN ABADI DI TANAH ANARKI, ROMANSA TERJADI ....Seroang dengan rambut pirang blonde itu bernyanyi dengan jiwa rock-nya. Tania tampak menikmati pertunjukan rock and roll itu dengan sangat antusias. Ditambah lagi teriakan para penonton yang memekakkan telinga. Belum lagi aksi gila sang gitaris yang bisa memainkan gitarnya dengan lihai sambil lompat-lompat.Acara ini diselenggarakan tidak jauh dari sekolahnya. Ia pun menerima ajakan temannya untuk menonton konser SID (Superman Is Dead) penuh rasa bangga."Gimana, Tan? Bagus kan konsernya?" tanya Algi, teman sekolahnya. Meski masih duduk di bangku satu SD, mereka seperti anak kuliahan yang tak memiliki rasa takut."Bagus banget, Algi!" teriak Tania dengan girangnya.Sejenak kemudian, Tania nampak sedih dan menundukkan kepalanya."Katanya bagus. Kenapa wajah kamu sedih?" tanya Algi dengan wajah penasaran."Aku takut Momma dan Dadda aku nant
Caca melihat alamat di ponselnya. Dari alamat yang dikirim orang misterius itu, dirinya berada di lokasi yang benar. Namun, ia merasa aneh dengan tempatnya. Pasalnya tempat itu sangat gelap dan terlihat kumuh. Bukan hanya itu, dari luar saja ... bangunan itu nampak horor."Masuk, nggak? Masuk, nggak? Masuk. Ish ... ayolah Caca, masuk aja," ucapnya meyakinkan diri.Setelah merasa yakin dan mengumpulkan keberanian, Caca menaruh ponselnya di tas selempang yang ia kenakan. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak.Saat kakinya hendak melangkah masuk ke bangunan tua itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Drt ... drt ... drt ....Ia memutar bola matanya malas. "Astaga, siapa sih yang ngirim pesan di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan wajah cemberut.Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. Di sana tersemat seuntai pesan dari orang yang sama.[CEPAT MASUK! SAYA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!]Begitulah isi pesan dari orang misterius yang akan Caca temui. Tiba-ti
"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Dev? Papa tidak punya banyak waktu, cepat putuskan!" desak Anton tak punya perasaan.Devaro menatap istrinya yang tidak hentinya menangis dalam rangkulan mamanya. Ia sama sekali tak tega melihatnya. Tapi ia terdesak di antara dua pilihan yang sulit."Dev belum bisa memutuskan sekarang, Pa. Ini terlalu sulit untuk Dev," balasnya. Ia memejamkan mata sejenak.Anton menyipitkan matanya. "Apa kamu mau keluarga kita hidup di jalanan? Papa tidak mau tahu, kamu harus putuskan sekarang!" bentak Anton terus mendesak Dev mengambil keputusan.Dev mendengar kesal. "Tidak semudah itu, Pa. Apa hanya karena sebuah janji, Papa tega membuat hidup anak papa tidak bahagia nantinya? Aku nggak cinta sama pilihan papa. Lagi pula, kenapa harus aku yang menikahi dia?" "Satu lagi, aku tidak mungkin pisah sama Clara. Tidak mungkin," sambungnya.Farah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Sejujurnya ia tak mau putranya menikah lagi. Tapi keadaannya sangat genting. Selain u