Clara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menunduk malu, tak berani menatap wajah teman-temannya dan para dosen. Apalagi di sana ada Algo, kekasihnya. Sekaligus ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ia sudah tak punya nyali lagi. Dirinya benar-benar rendah, serendah-rendahnya.
Ini merupakan titik terendah dalam dirinya, menjadi mantan gadis. Ia sudah tak suci lagi. Dalam masyarakat gadis seperti itu adalah pembawa sial, sekaligus sampah masyarakat.
"Ternyata gadis bar-bar kayak Clara, kelakuannya juga bar-bar ya? Lihat tuh, udah digituin duluan. Padahal kan masih belum lulus kuliah," bisik Anne, salah satu teman kampus Clara yang suka menebar gosip.
"Nah iya, gue aja nggak nyangka ternyata Clara berani juga. Di luar aja kelihatan sok polos, tapi dalemnya uh ... gue aja malu menganggapnya kaum perempuan," balas mahasiswi yang lain.
"Ih kok Clara nggak malu sih, ngelakuin hal menjijikkan di kampus. Bisa jelek reputasi kampus kita kalau masyarakat tahu."
"Udah dapet Algo yang gentengnya maksimal. Masih aja cari laki. Emang apa kurangnya Algo coba. Nggak ngotak tuh cewek."
"Pasti orang tuanya malu banget punya anak kayak dia. Nggak bisa jaga diri dan kehormatannya sebagai perempuan."
"Cewek macam Clara ini harus dimusnahkan. Karena akan menghasilkan bibit-bibit perceraian dalam rumah tangga. Benar-benar nggilani (menjijikkan)!"
"Gue malu deh punya temen kayak Clara, udah bar-bar, ternyata udah nggak perawan. Memalukan!"
"Dasar gadis menjijikkan! Urat malunya udah putus. Masak ngelakuin hal begituan di kampus. Di gudang lagi, harusnya ya di hotel."
Seperti itulah hinaan yang ia dapatkan dari teman-temannya. Meskipun mereka hanya berbisik-bisik, ia bisa mendengar dengan jelas. Apalagi saat ada yang bilang ia sudah tidak perawan. Hal itu benar-benar menusuk jantungnya.
Ingin rasanya ia menghilang saja dari sana. Agar ia tak menerima segala umpatan dan hinaan dari mereka. Benar-benar memalukan dan menjijikkan.
"Dasar gadis bodoh!"
Algo menghampiri kekasihnya yang menunduk lemas tak berdaya. Matanya sembab karena terus menangis. Dan penampilannya ... bisa dibilang tidak pantas untuk ukuran mahasiswi. Ia lebih pantas disebut gelandangan, karena pakaian yang ia kenakan robek-robek.
Hal itu memperlihatkan sedikit pakaian dalamnya yang berwarna merah muda. Tentu saja itu semua karena ulah dosen gila yang tak bertanggung jawab.
"Jadi ini kelakuan kamu di belakang aku, Ra? Selama ini kamu punya hubungan sama Dev? Aku nggak nyangka kalau kamu tega ngelakuin ini di belakang aku," marah Algo.
"Dan ... kamu nggak lebih dari seorang perempuan murahan. Kamu sama aja udah menjadi pemuas orang lain. Kamu nggak punya malu? Dasar perempuan murahan!" cerca Algo habis-habisan.
Siapa pun yang ada di posisinya pasti akan berpikir yang serupa. Mana ada laki-laki yang mau menerima pasangan yang sudah tak perawan lagi? Pasti ujung-ujungnya adalah perceraian. Kalau tidak ... ya kekerasan. Itu yang sering terjadi di lingkungan tempat tinggal kita.
"Al, aku nggak ngelakuin itu," jawabnya lirih.
Ia tak kuat mendengar cercaan dari kekasihnya. Orang yang sangat ia cintai, bahkan ia sampai menentang orang tuanya demi mempertahankan hubungannya dengan Algo. Tega mengatainya seorang perempuan murahan? Padahal ia bukan perempuan seperti itu.
"Lihat tuh, pakaian dalam Clara kelihatan. Wajar saja Dev nafsu, orang pakaiannya aja kurang bahan."
Sedangkan lelaki yang dituduh melakukan aneh-aneh dengan Clara, tiba-tiba menghampirinya dan menyampirkan almamater yang ia kenakan. Karena mendengar kata-kata Zidni, teman seangkatannya.
"Pakai ini, lihat tuh ... pakaian dalam lu kelihatan," ujarnya. Kemudian ia menatap laki-laki yang berstatus kekasihnya Clara sekilas. Kemudian berpaling.
"Kenapa lu diam aja? Lu harusnya mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Karena ulah lu, gue yang dituduh enggak-enggak," bisik Dev tepat di telinga kanan gadis itu.
Clara hanya menunduk tak berani menatap Dev. Gara-gara dia, Dev harus dituduh hal yang menjijikkan. Tapi ia tak berani mengatakan jika pelakunya bukan Dev, melainkan dosennya sendiri, Arya Mahendra.
Karena pasti para fans fanatiknya tidak akan percaya dan menganggapnya hanya omong kosong belaka. Karena itu juga ia memilih bungkam.
"Ternyata lu hobi banget ngerebut pacar orang. Dulu aja waktu gue deket sama Sonia, lu embat dia. Sekarang Clara. Bukan hanya lu embat, tapi udah lo gauli sekalian. Otak kotor lu masih berfungsi?" tanya Algo dengan nada meninggi.
Ia menatap laki-laki seperti orang jijik. Karena sudah melakukan hal memalukan dengan pacarnya.
"Gue nggak ngelakuin apa-apa sama kekasih lu ini. Gue aja ke sini dia udah kayak gini. Bukan gue pelakunya. Gue ke sini disuruh sama, mana tuh dosen ...."
Ia mengamati sekitar dan mencari keberadaan dosen sok kecakepan itu, ya ... dia adalah Arya Mahendra. Dosen biologi yang tampan, namun memiliki otak yang kotor.
Mungkin karena terlalu mendalami ilmu-ilmu biologi, hingga mempraktikkannya di dunia nyata. Namun salah waktu dan tempat.
"Nah, itu dia si pelaku sebenarnya. Arya Mahendra!" tegasnya.
Ia bahkan langsung menyebut nama dosennya tanpa embel-embel pak di depannya. Karena dirinya benar-benar emosi dipermainkan seperti ini. Ia bukan penjahat, tapi terlihat seperti penjahat.
"Devaro! Jangan ngarang cerita kamu. Berani sekali kamu menuduh saya sembarangan. Saya ini dosen kamu, kamu harus bersikap hormat!" tegas Arya, dengan seribu penolakan.
Hormat katanya? Dia pikir dosen seperti dia bisa dijadikan panutan. Harusnya sih dibasmi dari kampus, kalau perlu ditendang dari planet bumi sekalian. Karena hanya akan mengotori planet kita yang sudah kotor akan sampah plastik.
'Shittt ... apa katanya? Dosen macam dia bahkan nggak pantas disebut manusia. Ia tak lebih dari seekor binatang yang kelayapan mencari mangsa' gumam Dev dengan segala umpatan.
Ingin rasanya menendang Arya saat itu juga. Tapi di sana tidak ada orang yang percaya pada perkataannya.
"Orang seperti Bapak tidak pantas dihormati, lebih baik Anda pergi saja dari bumi ini. Daripada jadi beban masyarakat," ujar Dev.
"Kamu sudah berbuat hal yang memalukan masih aja ngelak. Kamu ini punya harga diri sebagai laki-laki atau tidak? Kalau berani berbuat yang harus mau bertanggung jawab!" tukas Arya.
Sepertinya ia lupa jika dirinya lah yang melakukan perbuatan keji itu pada Clara. Ia sama sekali tak ingin mengatakan yang sebenarnya. Malah memutar balik fakta, dan melempar segala kesalahannya pada Dev.
Benar-benar memalukan. Orang seperti Arya memang pengecut. Hanya mau enaknya saja. Nggak gentle.
"Jangan-jangan Bapak sendiri yang udah menodai gadis ini. Pasalnya tadi gerak-gerik Bapak mencurigakan," tuduh Dev asal.
Ia memang tidak tahu apakah Arya pelakunya atau bukan. Tapi setelah dari arah gudang, ia langsung memintanya untuk ke sana. Dengan alasan untuk menaruh barang.
Bodohnya, ia menurut saja tanpa berpikir panjang. Karena ia pikir ... dosennya ini memang murni dosen yang meminta tolong pada mahasiswa. Ternyata eh ternyata ... punya maksud terselubung. Seperti pepatah, ada gajah di balik batu.
"Sekarang semuanya diam dan kembali ke kelas masing-masing. Karena ini bukan bahan tontonan!" seru Pak Tirta.
"Yah ... Bapak ini nggak seru. Padahal mau nonton kelanjutan dramanya. Mana makin seru lagi," rengek Anne. Ia memutar bola matanya jengah.
Karena jika ia kembali ke kelas, maka tidak ada bahan ghibahan untuk nanti disebarkan. Kan nanti dia jadi untung bisa balas dendam pada Clara. Salah sendiri dulu berani deketin Algo. Padahal ia juga suka pada laki-laki itu.
"Silakan kembali atau nilai IPK kalian di bawah dua!" ancam Pak Tirta. Ia tak pernah main-main dengan perkataannya.
Akhirnya para mahasiswa dan mahasiswi kembali ke kelas mereka dengan wajah kecewa. Pasalnya mereka ingin melihat sinetron dalam dunia nyata.
"Dan untuk kalian ... ikut saya ke kantor. Saya akan panggil orang tau kalian. Tindakan kalian ini tidak bisa dibenarkan. Sangat menjijikkan!" teriak Pak Tirta.
Ia memang tipe dosen yang sabar. Tapi masalahnya ini menyangkut reputasi kampus. Ia harus bertidak tegas dan adil. Agar tidak ada yang dirugikan.
"Ya Tuhan ... bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Mama dan Papa?"
Pak Tirta, selaku dosen biologi di Universitas Manura, menghubungi orang tua Clara dan Devaro. Orang tua mereka harus tahu bagaimana kelakuan anaknya sewaktu di kampus. Melihat hal itu, tangis Clara sekian histeris."Pak saya mohon, jangan hubungi orang tua saya. Mereka akan marah dan malu karena hal ini, Pak!"Namun, dosen biologi itu tidak menghiraukan permintaan Clara, meskipun dirinya sudah berderai air mata."Perbuatan kamu ini sangat memalukan, Clara! Kamu sudah mencoreng nama baik kampus. Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum bertindak nekat seperti ini!" Kali ini Arya Mahendra yang bersuara. Biang kerok yang menjadi sumber masalah. Bisa-bisanya ia mengatakan seolah-olah dirinya tidak bersalah. Padahal kenyataannya ... ia bukan dosen yang baik. Jangankan dosen, dirinya tidak pantas disebut binatang.'Kenapa Bapak tega melakukan ini kepada saya. Apa salah saya, hingga Bapak harus merenggut kegadisan saya? Bahkan Anda bertingkah seolah-olah tidak bersalah. Tapi aku tak bisa berk
Pak Tirta sudah kelihatan tidak sabar ingin mengeksekusi mereka berdua. Karena waktu yang ia berikan tidak mereka penuhi tepat waktu. Sudah hampir lima belas menit, namun kedua sejoli itu tak menampakkan batang hidungnya. "Pak Arya, kenapa mereka berdua lama sekali? Apakah mereka akan melakukan hal aneh-aneh lagi?" tanyanya. Ia menggerak-gerakkan jari-jari kakinya. Ia tidak suka menunggu. Apalagi menunggu sesuatu yang menjengkelkan. Karena hanya akan membuang waktu yang sangat berharga. "Apakah perlu saya menyusul mereka, Pak? Takutnya mereka malah kabur lagi," tawarnya. Sikapnya yang sok nggak bersalah itu, membuat siapapun yang mendengarnya muak. Karena ia memang pandai berakting. Lihat saja dirinya, bahkan ia bisa tersenyum menang atas piala yang ia menangkan. Meskipun sangat memalukan jika terpublikasi. "Tidak perlu," sahut laki-laki bertubu tegap penuh penekanan. Ya ... dia adalah Devaro Mahardika Sanjaya. "Saya akan menuruti apa kata Bapak. Saya akan menikahi Clara dan bert
Setelah acara akad nikah yang digelar secara sederhana, Dev dan Clara merasa capek. Apalagi Clara yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Ia merasa jika harga dirinya sudah tidak ada lagi. Apalagi Dev yang seharusnya tidak menjadi suaminya, kini malah menjadi pendamping hidupnya. Permainan takdir sungguh kejam. Ia tak bisa menentangnya, karena ini akan membahayakan masa depannya."Ra, kenapa diem aja?" tanya Dev.Ia menatap istrinya penuh teka-teki. Ia merasa bingung dengan gadis yang satu ini. Karena hanya menangis saja sejak tadi."Udah nggak usah nangis. Anggap aja lu punya nasib yang beruntung. Karena bisa nikah sama cowok ganteng kayak gue," ujar Dev dengan bangga."Kamarnya ada di mana?" tanya Clara."Kan ini di kos, Ra. Kamarnya udah jelas di depan lu, soalnya di sini hanya ada satu kamar. Jadi kita tidurnya barengan," kata Dev.Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kos Dev untuk sementara waktu. Karena mereka masih belum memiliki keberanian untuk pulang ke rumah. M
Alunan lagu galau milik Mahen itu membuat hati Clara teriris. Memang ia tak suka mendengarkan lagu galau, tapi entah mengapa lagi itu terus muncul dalam beranda sosial medianya."Kenapa aku terus memikirkan kamu, Al? Padahal kamu udah benci sama aku. Kenapa aku sulit melupakan kamu?" lirih Clara.Tak disadari, cairan bening itu keluar dari pupil matanya. Ia tak sanggup lagi membendungnya. Karena batinnya sangat sakit teringat akan kata-kata Algo sewaktu di kampus tadi.Ia pun mencoba memejamkan matanya. Ia harap bisa keluar dari mimpi buruk ini. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Karena nasi sudah menjadi bubur."Lu kenapa, Ra?" Suara nyaring itu membuat Clara tertegun. Ia pun langsung merubah posisinya senormal mungkin. Karena ia tak mau orang tahu akan perasaannya sekarang, apalagi suaminya sendiri.Ia juga segera menghapus air matanya sebelum Dev meledeknya karena terlalu cengeng. "Aku nggak papa, Dev. Tidur gih," pinta Clara. Ia pun mencoba tersenyum di depan Devaro. Karena
Dev membopong tubuh istrinya ke kamar. Karena ulahnya yang kebablasan, ia sampai membuat Clara jatuh pingsan. Sepertinya gadis itu sangat kaget dengan ulahnya yang berlebihan."Duh Dev, apa yang ada di pikiran lu, sampai buat anak orang pingsan," kata Dev bermonolog.Ia menatap wajah istrinya yang nampak sayu. Tubuhnya terasa sangat enteng, karena berat badannya tidak sampi setengah kwintal."Maafin gue, Ra. Harusnya gue bisa menahan nafsu gue. Gue benar-benar nggak sengaja," ujar Dev.Ia meletakkan tubuh Clara dengan hati-hati. Kemudian, ia mengambil segelas air hangat untuk membuat istrinya sadar. Tak lupa, ia mencari minyak kayu putih untuk merangsang Indra penciumannya.Saat Dev mendekatkan minyak kayu putih ke hidung istrinya, ia nampak mengendusnya. Mungkin sebentar lagi Clara akan segera siuman."Aw," ringis Clara yang masih setengah sadar.Ia memegang kepalanya yang dirasa sedikit pusing. Padahal tidak terbentur, tapi entah mengapa rasanya pusing tujuh keliling. Ia juga tak pu
Devaro tersenyum ke arah Clara penuh kasih. Senyuman itu nampak sangat tulus. Walaupun Dev sadar jika tidak mungkin mereka akan terus bersama. Karena pernikahan mereka bisa diibaratkan sebagai pernikahan kontrak. Ya ... mereka memang sepakat akan menjalani pernikahan tanpa cinta ini hingga lima tahun. Memang waktu lima tahun sangat lama, tapi ini sudah menjadi kesepakatan mereka berdua. Kedua insan itu bersitatap dengan retina yang menyala bagai anala. Seolah mereka bisa merasakan dan terikat satu sama lain. Memang, semesta tahu apa yang terbaik untuk seluruh umat. "Lu istirahat dulu aja, Ra. Pasti capek kan nangis mulu?" goda Dev. Ia menaikkan sebelah alisnya.Gadis itu hanya tersenyum kecut, mengalihkan pandangannya dari kedua retina Dev yang sangat manis. Ia tak mau sampai hatinya terbawa suasana. Karena ia harus kembali pada kenyataan. Tak ada lagi kesan indah dalam hidupnya yang kelam. Ia harus belajar untuk bertaut dengan kelam. Berdamai dengan nasibnya yang penuh kemalangan.
Suara azan subuh sudah berkumandang. Dev pun langsung membuka kedua matanya. Karena sudah saatnya menunaikan ibadah salat subuh.Ia mengucek matanya, karena pagi ini begitu melelahkan baginya. Apalagi ia kurang tidur karena begadang. Padahal hari ini ia memiliki jadwal yang padat di kampus."Ra, bangun! Udah azan subuh tuh. Lu nggak mau salat?"Dev menepuk-nepuk pipi tembem istrinya yang nampak nyenyak dalam kalut mimpi. Sehingga ia tidak bisa merasakan sentuhan tangan suaminya yang begitu hangat."Astaga ... nih anak kebo banget, sih! Bikin kesel aja. Ra, bangunnn ... lihat tuh udah pukul empat, loh."Ia berusaha keras untuk membangunkan istrinya. Namun, Clara hanya mendesis kesal. Karena sepertinya ia sedang kelelahan. Karena kemarin sudah melayani dosennya."Kamu duluan aja, Dev. Aku masih ngantuk," ujar Clara masih dengan mata terpejam."Ini udah waktunya salat subuh, Ra. Ayo salat subuh berjamaah!" ajak Dev.Ia menatap istrinya penuh arti. Entah mengapa mulutnya langsung mengatak
Langkahnya terhenti ketika manik mata menatap ke arahnya dengan tatapan sendu. Clara menatapnya penuh arti. Mereka saling menatap, namun tak bersuara satu sama lain."Apakah kamu juga akan membenci aku seperti orang-orang?" tanya Clara.Matanya berkaca-kaca. Bibirnya bergetar saat membuka suara. Hatinya merasa hancur bak dihujam seribu pisau. Karena sahabatnya, Caca, tidak menghubunginya setelah kejadian kemarin.Tanpa berkata-kata, Caca langsung berjalan dan memeluk gadis itu penuh kehangatan."Maafin aku, Ra. Harusnya aku ada di samping kamu saat kamu sedang dalam masalah. Aku benar-benar menyesal, Ra."Clara membalas pelukan itu dengan mata berkaca-kaca. Namun ia terharu, karena ternyata masih ada seseorang yang mau menjadi temannya, yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri."Aku pikir kamu akan mengolok-olok aku dan menghakimi aku seperti orang lain. Tapi ternyata kamu tetap mau berteman sama aku. Kenapa, Ca? Apa kamu nggak mau punya teman seperti aku?" tanya Clara dengan muka ma
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
Dev melihat istrinya yang sedari tadi mondar-mandir di depannya. Clara terlihat sibuk mencari buku-buku dan keperluan kuliahnya hari ini. Ingin rasanya ia mengutarakan segala isi hatinya pada Clara, tapi ... ia takut jika gadis itu akan marah setelah tahu semuanya."Ra," panggil Dev lirih. Meski sangat lirih, ia yakin jika gadis itu bisa mendengar suaranya. Namun, Clara hanya meliriknya sekilas lalu pergi dari sana. "Clara, tunggu!" teriak Dev saat Clara hendak membuka pintu kamar.Clara menoleh. "Ada apa?" tanyanya datar."Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu," pinta Dev tersenyum manis.Clara menyipitkan kedua matanya. 'Sepertinya ada yang aneh dengan suami aku,' pikirnya."Kamu mau ngomong apa?" tanya Clara penasaran.Clara berjalan menuju tempat tidur. Di mana Dev duduk sila dengan laptop di depannya. "Duduk di sini," pinta Dev meminta istrinya duduk di pangkuannya.Clara terdiam sejenak. Pikirannya ke mana-mana. Namun, ia langsung duduk di sebelah suaminya. "Mau ngomong ap
"Dev, cukup ya kamu bersikap cuek sama aku! Aku udah nggak sanggup lagi!" marah Clara tak kuat menahan diri.Dev tak menyahut sedikit pun. Ia tetap fokus dengan layar laptopnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Clara saat ini."Dev! Aku sedang bicara sama kamu. Apa kamu sengaja melakukan ini sama aku?" tanyanya dengan rasa amarah."Nggak usah lebay deh, Ra," ketus Dev tanpa ekspresi. Bahkan ia tak melihat lawan bicaranya sama sekali."Lebay kamu bilang?" Clara geleng-geleng kepala tak percaya. "Aku hanya bertanya, Dev. Harusnya kamu jawab aja ada apa sebenarnya. Kalau aku ada salah, katakan di mana letak kesalahan aku. Nggak perlu diemin aku kayak gini. Aku bukan patung yang nggak punya perasaan. You know?"Dev berhenti mengetik dan melihat sekilas istrinya yang menahan rasa sakit dan marah bersamaan. Wajahnya yang memerah membuat Dev merasa bersalah.Tapi, ia masih tak bisa berkata jujur. Karena terkadang, kejujuran sangat menyakitkan."Terserah kamu, Dev. Aku nggak peduli lagi. Ma
Kedua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan pernikahan Devaro dan Alice. "Bagaimana menurutmu, Dev? Apakah kamu suka gaun yang ini?" tanya Farah disertai senyum tipis di wajahnya. Dev melirik mamanya sekilas, lalu kembali fokus dengan benda pipih di tangannya. "Terserah Mama aja," jawabnya datar. "Kenapa kamu terlihat tidak minat seperti itu, Dev? Sebentar lagi kita akan menikah, harusnya kamu bahagia bisa menikah dengan aku," sahut Alice yang menatapnya. "Anda tahu jika saya tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini. Jika Anda suka, ya sudah, ambil aja," ketus Dev. Jika sebelumnya Devaro bersikap sopan terhadap Alice. Tidak kali ini. Atau mungkin, ia akan sangat membencinya. Karena keegoisannya, Dev harus poligami. Itu pun tanpa sepengetahuan istrinya. "Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Aku ini calon istri kamu, Dev!" Alice membuang napas gusar. "Anda sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya? Dan ya ... bagi saya, hanya Clara yang menjadi istri saya satu-satuny
"Assalamualaikum," ucap Devaro dengan nada kurang bersemangat. Bagaimana mau semangat? Ia harus memulai drama agar istrinya tak curiga mengenai pengkhianatan yang akan ia lakukan. Meski rasanya tidak tenang, namun ini demi kebaikan semua orang.Kebaikan semua orang katanya? Mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Bahkan dirinya sama sekali tak bahagia dengan pernikahan yang akan ia jalani."Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Clara. Ia mencium punggung telapak tangan suaminya dan mengambil tas kerjanya."Kamu kenapa, Dev? Pulang-pulang kok mukanya masam gitu?" tanya Clara. Ia nampak curiga.Dev mengendurkan dasinya. "Nggak papa, Sayang. I am fine," jawabnya.Dev berjalan ke kamar. Clara yang masih tidak percaya dengan apa yang suaminya katakan, berjalan mengikutinya. Dev membuang dasinya ke ranjang. Memang kebiasaan, selalu Clara yang membereskan nantinya."Kenapa aku merasa kalau kamu berusaha menghindar dari aku?" tanya Clara penasaran. Ia mengambil dasi suaminya d
ANDAI KU MALAIKAT KU POTONG SAYAPKU DAN RASAKAN PERIH DI DUNIA BERSAMAMU. PERANG KAN BERAKHIR CINTA KAN ABADI DI TANAH ANARKI, ROMANSA TERJADI ....Seroang dengan rambut pirang blonde itu bernyanyi dengan jiwa rock-nya. Tania tampak menikmati pertunjukan rock and roll itu dengan sangat antusias. Ditambah lagi teriakan para penonton yang memekakkan telinga. Belum lagi aksi gila sang gitaris yang bisa memainkan gitarnya dengan lihai sambil lompat-lompat.Acara ini diselenggarakan tidak jauh dari sekolahnya. Ia pun menerima ajakan temannya untuk menonton konser SID (Superman Is Dead) penuh rasa bangga."Gimana, Tan? Bagus kan konsernya?" tanya Algi, teman sekolahnya. Meski masih duduk di bangku satu SD, mereka seperti anak kuliahan yang tak memiliki rasa takut."Bagus banget, Algi!" teriak Tania dengan girangnya.Sejenak kemudian, Tania nampak sedih dan menundukkan kepalanya."Katanya bagus. Kenapa wajah kamu sedih?" tanya Algi dengan wajah penasaran."Aku takut Momma dan Dadda aku nant
Caca melihat alamat di ponselnya. Dari alamat yang dikirim orang misterius itu, dirinya berada di lokasi yang benar. Namun, ia merasa aneh dengan tempatnya. Pasalnya tempat itu sangat gelap dan terlihat kumuh. Bukan hanya itu, dari luar saja ... bangunan itu nampak horor."Masuk, nggak? Masuk, nggak? Masuk. Ish ... ayolah Caca, masuk aja," ucapnya meyakinkan diri.Setelah merasa yakin dan mengumpulkan keberanian, Caca menaruh ponselnya di tas selempang yang ia kenakan. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak.Saat kakinya hendak melangkah masuk ke bangunan tua itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Drt ... drt ... drt ....Ia memutar bola matanya malas. "Astaga, siapa sih yang ngirim pesan di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan wajah cemberut.Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. Di sana tersemat seuntai pesan dari orang yang sama.[CEPAT MASUK! SAYA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!]Begitulah isi pesan dari orang misterius yang akan Caca temui. Tiba-ti
"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Dev? Papa tidak punya banyak waktu, cepat putuskan!" desak Anton tak punya perasaan.Devaro menatap istrinya yang tidak hentinya menangis dalam rangkulan mamanya. Ia sama sekali tak tega melihatnya. Tapi ia terdesak di antara dua pilihan yang sulit."Dev belum bisa memutuskan sekarang, Pa. Ini terlalu sulit untuk Dev," balasnya. Ia memejamkan mata sejenak.Anton menyipitkan matanya. "Apa kamu mau keluarga kita hidup di jalanan? Papa tidak mau tahu, kamu harus putuskan sekarang!" bentak Anton terus mendesak Dev mengambil keputusan.Dev mendengar kesal. "Tidak semudah itu, Pa. Apa hanya karena sebuah janji, Papa tega membuat hidup anak papa tidak bahagia nantinya? Aku nggak cinta sama pilihan papa. Lagi pula, kenapa harus aku yang menikahi dia?" "Satu lagi, aku tidak mungkin pisah sama Clara. Tidak mungkin," sambungnya.Farah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Sejujurnya ia tak mau putranya menikah lagi. Tapi keadaannya sangat genting. Selain u