Sialan, Keenan memilih memejamkan matanya dan berusaha memblokir ingatan itu. Jujur saja, jika Isa tidak bergantung padanya seperti ini, semuanya masih bisa diterima oleh Keenan. Namun sekarang, semua kehidupan Isa seolah Keenan yang bertanggung jawab.Keenan tidak mempermasalahkan jumlah uang yang diberikannya untuk menutup hutang Isa. Tidak, bukan itu. Sebaliknya, Keenan hanya berharap justru Isa tidak terlalu sering muncul dalam kehidupannya karena Keenan tahu, dirinya tidak akan kuasa menolak semua permintaan Isa walau itu tak masuk akal.Ketika tangan Emmy turun ke punggungnya dan mengelusnya seolah dirinya adalah anak kecil, entah kenapa golakan emosi berputar di dadanya. Ditambah lagi karena dia mabuk dan kelelahan mengurus urusan Isa dan bahkan dipermalukan di hadapan Josiah, dia tidak mampu menegakkan kepalanya untuk sekedar menatap Emmy.Dan buliran bening itu jatuh menyusuri sudut matanya, membuat Keenan seketika mengerjap untuk menghalanginya, namun sudah terlanjur jatuh k
Wajah Emmy semakin membara ketika jemari Keenan berlari bebas menjelajahi punggungnya. Dia memejamkan mata, sapuan bibir Keenan yang sangat lembut membuatnya semakin tergelitik. Emmy sadar dengan apa yang dia lakukan, namun sepertinya dia sulit mengontrol diri dan menolak semua pesona Keenan.“Emmy,” bisik Keenan, lalu kembali mendaratkan ciuman-ciuman singkat di pipi dan keningnya.“Ya?”Kata itu justru keluar berupa desahan nafas Emmy yang tidak teratur, dan Keenan kini menatapnya dalam-dalam. Pundak mereka naik turun, dan menyadari dirinya tidak mengenakan sehelai benang pun dan duduk berhadap-hadapan dengan Keenan membuat pipi Emmy semakin memerah.Tubuhnya dibiarkan sedikit merosot hingga air sebatas lehernya dan tangannya mengumpulkan busa yang melimpah untuk menutupi area dadanya. Emmy menelan ludahnya dengan susah payah, kedua mata mereka kembali bertemu.“Kamu sudah sadar?” tanya Emmy.“Selesaikan mandimu secepatnya dan aku akan menunggumu di luar.”Keenan berdiri, melepas su
“Kamu tidak akan bisa mengubah sikap jika menyangkut Isa, bukan?”Kali ini, nada suara Emmy terdengar lebih rendah dan lebih rapuh. Seolah gadis itu kehilangan harapan atau sedang memohon padanya.Emmy tertawa pahit. Bisa-bisanya, setelah cumbuan panas sialan itu, Emmy berpikir kalau Keenan mungkin akan berubah. Tetap saja. Kalau Isa muncul dan mempengaruhinya, Keenan akan kembali menjadi sosok yang kejam.“Bagaimana kamu bertemu Josiah?”Emmy bersedekap, dia menjadi lebih kesal. “Bukan urusanmu!”“Aku suamimu,” sergah Keenan. “Aku berhak tahu tentang dia.”“Cih!” Emmy mencibir. Dia mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali bicara. “Ketika Enzo sedang berusaha melecehkanku, Josiah muncul di sana. Kalau kamu berpikir aku merencanakannya, enyahkan pikiran itu karena aku sama sekali tidak mengenal Josiah sebelumnya.”“Aku hanya penasaran. Bahkan untuk urusan bisnis penting sekalipun dia jarang sekali muncul dan hampir tidak pernah terlihat. Tapi kenapa demi menyelamatkanmu, dia bisa ke
Emmy tidak mengingat banyak hal setelah mendengarkan suara tarikan nafas yang lembut dan teratur ketika Keenan tidur. Dia mencoba mengintip, memastikan kalau Keenan memang terlelap. Emmy menarik selimut dan menutup tubuh mereka hingga ke batas dadanya.Rasanya menyenangkan, namun di saat yang bersamaan Emmy juga khawatir. Dia takut kalau Keenan hanya sekedar mabuk, atau yang terparah, Keenan hanya menjadikannya pelampiasan nafsunya. Kalau benar begitu, betapa bodohnya Emmy karena sudah terlanjur melakukannya bersama Keenan.Tiba-tiba Keenan berbalik. Tangan kirinya diselipkan ke wabah leher Emmy dan langsung menariknya ke dalam pelukan Keenan. Emmy tersentak, sekali lagi dipenuhi rasa shock yang membuat jantungnya berdetak tak karuan.“Tidurlah,” bisik Keenan di telinganya.Dengan suasana hati seperti ini, dengan tubuh menempel seperti ini, bagaimana caranya dia bisa tidur?Emmy mencoba rileks. Dia memejamkan matanya dan tak lama dia segera menyusul Keenan untuk tidur.Dan ketika bang
Isa bisa merasakan bubungan emosi dan kemarahan menjalar dari ujung kakinya hingga ke kepala. Kertas di tangannya nyaris remuk tak berbentuk dan rahangnya mengetat kasar. Sorot matanya penuh kekesalan yang menggebu-gebu.Kenapa? Kenapa Keenan berubah secepat ini? Apa yang membuatnya menyukai Emmy?Tidak. Ini tidak bisa terjadi. Aku harus mencari jalan lain untuk merebut Keenan kembali. Keenan hanya milikku. MILIKKU!Dia menarik nafas, wajah tegangnya berubah lebih lembut dan senyuman pura-pura itu mengembang di wajahnya. Isa tiba di kediaman Barat dan tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Keenan dan Axel.“Kalian di sana,” sapa Isa dengan wajah berseri.Keenan dan Axel serempak menengok ke arah Isa dan setelah meletakkan map di atas meja, Isa duduk di samping Keenan.“Aku rasa aku belum mengatakan maaf pada kalian, khususnya kamu.” Isa melirik Keenan. “Maaf sudah mengacaukan harimu semalam, Keenan. Aku dan Mom sungguh meminta maaf padamu.”“Its okay.” Keenan berdiri, mengeluarkan beb
Emmy berjalan menyusuri jalanan yang cukup sepi dengan rumah-rumah penduduk yang berjejer di sisi kanan dan kirinya. Pagar tanaman menghiasi hampir semua halaman rumah dan sebagian besar tembok masih terbuat dari batu alam yang disusun.Jujur saja, Emmy belum pernah datang ke sana sebelumnya. Bahkan dia yang sudah lama tinggal di kota itu tidak mengetahui sama sekali jika ada hunian seperti itu di pesisir kota. Dia mengecek ponselnya sekali lagi.Alamat yang diberikan oleh ayahnya, Simone sudah benar. Dia sudah berada di lokasi yang tepat. Tapi sepanjang yang dia lihat, tak ada sosok Simone di sana atau penduduk yang bisa ditanyainya.[Terus berjalan ke depan hingga kamu tiba di persimpangan. Belok ke kiri, masuk ke dalam rumah pertama dengan pagar bercat cokelat.]Emmy menyipitkan mata saat membaca pesan Simone yang baru saja masuk ke ponselnya. Gadis itu menghela nafas, cukup takut namun dia juga dipenuhi oleh rasa penasaran. Dia harus bertanya soal rekening itu. Lily terus bersikuk
“Apakah ayahku sering mengunjungimu juga?” tanya Lily pada Katherine, membuat Emmy yang melamun menengok ke arah Katherine.Katherine mengangguk. “Cukup sering. Keduanya datang mengunjungiku sekali seminggu dan akan membawakan banyak sekali bahan makanan. Padahal aku tidak membutuhkannya karena aku menanam apa saja yang ku perlukan,” katanya sambil menunjuk ke arah area luas yang dipagari oleh pagar kayu.“Lihat, itu adalah kebunku dan aku menanam banyak tanaman di sana.”“Wah, aku jadi ingin ke sana,” kata Lily bersemangat.Emmy menyentuh pundaknya, menggeleng pertanda dia tidak setuju. Namun Katherine langsung menggenggam tangannya dan membuat perasaan Emmy mendadak nyaman.“Aku tahu kamu tidak pernah bertemu denganku, tapi percayalah, aku selalu melihatmu dari kejauhan.”Ini memang sangat mengejutkan, mengetahui kenyataan kalau dia ternyata masih memiliki nenek.“Kenapa hanya melihatiku dari kejauhan?” tanya Emmy.“Simone yang memintaku melakukannya.” Raut wajah Katherine berubah m
Emmy tiba di kediaman Barat ketika malam sudah merayap. Dia berjalan gontai menyusuri tanaman-tanaman bunga yang sedang bersemi. Biasanya Emmy akan duduk di sana sebentar, sekedar menikmati keindahan tumbuhan itu.Namun kali ini kepala Emmy dipenuhi hal-hal yang membuatnya tidak yakin apakah dirinya harus membenci Simone selamanya atau melepas pengampunan. Fakta yang didengarnya diperkuat oleh dukungan Katherine dan juga Frans.Bahkan saat dia pulang diantar oleh Frans, pria itu berpesan, “Em. Jadilah bijak, Nak. Segala sesuatu terjadi bukan tanpa alasan. Jangan membuat dirimu menyesal terhadap pilihan yang seharusnya bisa kamu pilih sejak sekarang. Kehidupan ini tak akan ada yang tahu ujungnya dan kapan berhentinya. Jangan menunda-nunda kebaikan dalam dirimu.”Kata-kata itu seolah menegaskan agar Emmy tidak boleh terlalu lama membenci Simone. Tapi luka di masa kanak-kanaknya tak bisa disembuhkan begitu saja. Goresan pahit akibat penyiksaan yang dilakukan keluarganya amat membekas, me