“Kamu tidak akan bisa mengubah sikap jika menyangkut Isa, bukan?”Kali ini, nada suara Emmy terdengar lebih rendah dan lebih rapuh. Seolah gadis itu kehilangan harapan atau sedang memohon padanya.Emmy tertawa pahit. Bisa-bisanya, setelah cumbuan panas sialan itu, Emmy berpikir kalau Keenan mungkin akan berubah. Tetap saja. Kalau Isa muncul dan mempengaruhinya, Keenan akan kembali menjadi sosok yang kejam.“Bagaimana kamu bertemu Josiah?”Emmy bersedekap, dia menjadi lebih kesal. “Bukan urusanmu!”“Aku suamimu,” sergah Keenan. “Aku berhak tahu tentang dia.”“Cih!” Emmy mencibir. Dia mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali bicara. “Ketika Enzo sedang berusaha melecehkanku, Josiah muncul di sana. Kalau kamu berpikir aku merencanakannya, enyahkan pikiran itu karena aku sama sekali tidak mengenal Josiah sebelumnya.”“Aku hanya penasaran. Bahkan untuk urusan bisnis penting sekalipun dia jarang sekali muncul dan hampir tidak pernah terlihat. Tapi kenapa demi menyelamatkanmu, dia bisa ke
Emmy tidak mengingat banyak hal setelah mendengarkan suara tarikan nafas yang lembut dan teratur ketika Keenan tidur. Dia mencoba mengintip, memastikan kalau Keenan memang terlelap. Emmy menarik selimut dan menutup tubuh mereka hingga ke batas dadanya.Rasanya menyenangkan, namun di saat yang bersamaan Emmy juga khawatir. Dia takut kalau Keenan hanya sekedar mabuk, atau yang terparah, Keenan hanya menjadikannya pelampiasan nafsunya. Kalau benar begitu, betapa bodohnya Emmy karena sudah terlanjur melakukannya bersama Keenan.Tiba-tiba Keenan berbalik. Tangan kirinya diselipkan ke wabah leher Emmy dan langsung menariknya ke dalam pelukan Keenan. Emmy tersentak, sekali lagi dipenuhi rasa shock yang membuat jantungnya berdetak tak karuan.“Tidurlah,” bisik Keenan di telinganya.Dengan suasana hati seperti ini, dengan tubuh menempel seperti ini, bagaimana caranya dia bisa tidur?Emmy mencoba rileks. Dia memejamkan matanya dan tak lama dia segera menyusul Keenan untuk tidur.Dan ketika bang
Isa bisa merasakan bubungan emosi dan kemarahan menjalar dari ujung kakinya hingga ke kepala. Kertas di tangannya nyaris remuk tak berbentuk dan rahangnya mengetat kasar. Sorot matanya penuh kekesalan yang menggebu-gebu.Kenapa? Kenapa Keenan berubah secepat ini? Apa yang membuatnya menyukai Emmy?Tidak. Ini tidak bisa terjadi. Aku harus mencari jalan lain untuk merebut Keenan kembali. Keenan hanya milikku. MILIKKU!Dia menarik nafas, wajah tegangnya berubah lebih lembut dan senyuman pura-pura itu mengembang di wajahnya. Isa tiba di kediaman Barat dan tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Keenan dan Axel.“Kalian di sana,” sapa Isa dengan wajah berseri.Keenan dan Axel serempak menengok ke arah Isa dan setelah meletakkan map di atas meja, Isa duduk di samping Keenan.“Aku rasa aku belum mengatakan maaf pada kalian, khususnya kamu.” Isa melirik Keenan. “Maaf sudah mengacaukan harimu semalam, Keenan. Aku dan Mom sungguh meminta maaf padamu.”“Its okay.” Keenan berdiri, mengeluarkan beb
Emmy berjalan menyusuri jalanan yang cukup sepi dengan rumah-rumah penduduk yang berjejer di sisi kanan dan kirinya. Pagar tanaman menghiasi hampir semua halaman rumah dan sebagian besar tembok masih terbuat dari batu alam yang disusun.Jujur saja, Emmy belum pernah datang ke sana sebelumnya. Bahkan dia yang sudah lama tinggal di kota itu tidak mengetahui sama sekali jika ada hunian seperti itu di pesisir kota. Dia mengecek ponselnya sekali lagi.Alamat yang diberikan oleh ayahnya, Simone sudah benar. Dia sudah berada di lokasi yang tepat. Tapi sepanjang yang dia lihat, tak ada sosok Simone di sana atau penduduk yang bisa ditanyainya.[Terus berjalan ke depan hingga kamu tiba di persimpangan. Belok ke kiri, masuk ke dalam rumah pertama dengan pagar bercat cokelat.]Emmy menyipitkan mata saat membaca pesan Simone yang baru saja masuk ke ponselnya. Gadis itu menghela nafas, cukup takut namun dia juga dipenuhi oleh rasa penasaran. Dia harus bertanya soal rekening itu. Lily terus bersikuk
“Apakah ayahku sering mengunjungimu juga?” tanya Lily pada Katherine, membuat Emmy yang melamun menengok ke arah Katherine.Katherine mengangguk. “Cukup sering. Keduanya datang mengunjungiku sekali seminggu dan akan membawakan banyak sekali bahan makanan. Padahal aku tidak membutuhkannya karena aku menanam apa saja yang ku perlukan,” katanya sambil menunjuk ke arah area luas yang dipagari oleh pagar kayu.“Lihat, itu adalah kebunku dan aku menanam banyak tanaman di sana.”“Wah, aku jadi ingin ke sana,” kata Lily bersemangat.Emmy menyentuh pundaknya, menggeleng pertanda dia tidak setuju. Namun Katherine langsung menggenggam tangannya dan membuat perasaan Emmy mendadak nyaman.“Aku tahu kamu tidak pernah bertemu denganku, tapi percayalah, aku selalu melihatmu dari kejauhan.”Ini memang sangat mengejutkan, mengetahui kenyataan kalau dia ternyata masih memiliki nenek.“Kenapa hanya melihatiku dari kejauhan?” tanya Emmy.“Simone yang memintaku melakukannya.” Raut wajah Katherine berubah m
Emmy tiba di kediaman Barat ketika malam sudah merayap. Dia berjalan gontai menyusuri tanaman-tanaman bunga yang sedang bersemi. Biasanya Emmy akan duduk di sana sebentar, sekedar menikmati keindahan tumbuhan itu.Namun kali ini kepala Emmy dipenuhi hal-hal yang membuatnya tidak yakin apakah dirinya harus membenci Simone selamanya atau melepas pengampunan. Fakta yang didengarnya diperkuat oleh dukungan Katherine dan juga Frans.Bahkan saat dia pulang diantar oleh Frans, pria itu berpesan, “Em. Jadilah bijak, Nak. Segala sesuatu terjadi bukan tanpa alasan. Jangan membuat dirimu menyesal terhadap pilihan yang seharusnya bisa kamu pilih sejak sekarang. Kehidupan ini tak akan ada yang tahu ujungnya dan kapan berhentinya. Jangan menunda-nunda kebaikan dalam dirimu.”Kata-kata itu seolah menegaskan agar Emmy tidak boleh terlalu lama membenci Simone. Tapi luka di masa kanak-kanaknya tak bisa disembuhkan begitu saja. Goresan pahit akibat penyiksaan yang dilakukan keluarganya amat membekas, me
Dengan lembut Keenan meletakkan Emmy ke tempat tidur. Dia melihat gadis itu menggeliat, meracau tentang hal-hal yang tidak dimengerti Keenan. Dia mendekatkan telinganya dan Emmy tidak bicara lagi.“Apa apa sebenarnya? Kemana kamu pergi seharian ini?”Emmy membuka matanya perlahan-lahan, mendapati Keenan berada tepat di wajahnya. Gadis itu menggumam, menelengkan kepala untuk terus memperhatikan wajah Keenan. Tiba-tiba saja kedua kelopak matanya berkaca-kaca, hingga buliran-buliran bening meluncur dari ujung matanya.Keenan mengelus pipi Emmy yang panas akibat pengaruh alkohol. Air mata gadis itu dihapusnya dengan lembut dan tatapannya tak pernah beralih dari Emmy. Baru kali ini Keenan merasakan kepedihan dalam tangisan Emmy. Gadis itu menangis tanpa bersuara, membuat jantung Keenan seolah tercabik-cabik.“Kamu bisa mengatakan apa pun padaku,” bisik Keenan. “Jangan khawatir, aku di sini.”Emmy berusaha mengumpulkan sisa realitasnya yang dibabat habis oleh kesedihannya. Dia berusaha dudu
Setelah satu jam berlalu dan keheningan dalam ruangan itu terus bertahan, Emmy tersentak oleh bunyi petir yang menggelegar. Mendadak Emmy berbalik ke arah Keenan dan nyaris berteriak karena ternyata Keenan belum tidur.“A-aku pikir kamu sudah tidur.” Emmy merasakan tubuhnya mendadak gugup dan bergetar oleh tatapan intens Keenan padanya.Tarikan nafas Keenan membuat Emmy merasa lebih gugup. Dia tidak mau mendesak Keenan atau bertanya apa-apa lagi, tidak ingin membuat pria itu merasa tidak nyaman karena dia terlalu banyak bicara. Namun Emmy tak tahu, Keenan sedang berjuang untuk membentengi diri dari keinginannya untuk mencumbu Emmy.Keenan tidak akan bisa bertahan kalau dia terus meladeni Emmy bicara. Dan kalau dia memalingkan wajah menatap gadis itu, Keenan takut segala usahanya akan runtuh dan detik berikutnya malah akan semakin membuat keadaan memburuk. Keenan tidak mau Emmy menganggap dirinya mengambil keuntungan dari keadaannya yang pusing akibat alkohol.Tapi Keenan ingin membica