“Maaf, Isa. Tapi sepertinya aku tidak bisa makan siang bersamamu.”Isa mengernyit, mendadak merasakan nada bicara Keenan terdengar sangat enggan ketika mereka bicara lewat telepon. Ada apa ini? Semalam, semuanya baik-baik saja, tak ada masalah. Kenapa Keenan bisa berubah dalam sekejap?“Kamu sakit?” tanya Isa khawatir.Keenan menggeleng, duduk di sofa kamar dengan tirai yang masih tertutup dan lampu yang padam. “Hanya merasa tidak nyaman.”“Kamu sudah minum obat?”Keenan tidak sakit, setidaknya bukan fisiknya. Namun hatinya lah yang gelisah setelah tak sengaja menampar Emmy lagi tadi malam. Dia tidak bisa tidur, semalaman hanya duduk di sofa sambil menenggak alkohol.Bahkan hingga jarum jam sudah menunjukkan angka delapan pagi, bisa-bisanya Keenan tidak tergerak, sekalipun untuk beranjak ke kamar mandi. Rasanya pria itu benar-benar sangat kesal pada dirinya sendiri dan Emmy sampai-sampai dia tidak bisa mengontrol emosinya.Keenan mendesah, menenggak lagi alkoholnya. “Maaf, Isa. Aku bu
Emmy kaget mendengar nada bicara Josiah yang berubah drastis, menjadi sangat dingin dan berbeda dengan nada bicara yang diberikan pria itu padanya. Simone pun terlihat tersenyum tipis sambil menarik tangannya dengan kaku.Simone berpikir, untuk seorang Josiah Miller yang tak pernah terlihat menangani sesuatu secara langsung, hal ini memang cukup mengejutkan. Josiah, Tuan Boujee yang terkenal selalu bertindak dari balik layar, malah muncul hanya untuk membantu Emmy.Sambil menatap keduanya bergantian, Simone menebak, hubungan apa yang ada diantara mereka? Apakah Josiah menyukai Emmy?“Apa terjadi sesuatu?” bisik Emmy, berusaha berjinjit agar dia bisa lebih dekat bicara ke telinga Josiah.“Aku hanya tidak suka bekerja dengan orang yang tidak ku percaya,” sahut Josiah dingin. “Aku tidak membutuhkannya, Em. Aku akan melakukannya dengan caraku.”“Kita membutuhkannya.” Leo menahan tangan Josiah ketika pria itu berbalik hendak pergi. “Hanya dia satu-satunya orang yang berada di dalam rumah i
Hendak berbohong pun Emmy tahu Josiah akan bisa mengetahuinya. Entah kenapa, Josiah seperti lebih memahami dirinya dibanding Keenan, suaminya sendiri. Bersama Josiah, Emmy tak perlu repot-repot untuk menyembunyikan emosinya. Hanya mendengar tarikan nafasnya saja Josiah bisa menebak apa yang terjadi pada Emmy.“Emmy...”“Makan siangnya sudah siap,” tiba-tiba Katherine memanggil dari arah dapur.Emmy segera memalingkan wajah tanpa mengenakan kaca matanya lagi. Dia berdiri, mengajak Josiah dan Leo ikut serta. Josiah menggeram, gundukan emosi menggunung dalam dirinya. Kalau Keenan tidak menyukai Emmy dan tidak berkenan pada pernikahan mereka, kenapa dia tidak melepasnya? Kenapa harus menyiksa Emmy seperti ini?Masih banyak orang di luar sana yang menginginkan Emmy. Sangat banyak!“Dad, kamu tidak ikut makan?” Emmy mengernyit heran ketika Simone mengenakan kembali jasnya.Simone menggeleng. “Ada beberapa hal penting yang harus ku lakukan. Kalian makanlah, aku pulang dulu.”Josiah menyingki
Emmy masih menangis tersedu-sedu saat dia melepas pelukannya dari tubuh Josiah dan menatap pria itu. Dia melihat gerakan naik turun di leher pria itu saat dia berusaha menelan ludah dengan paksa. Emmy melihat kemarahan yang lebih menakutkan dari kemarahan Keenan di wajah Josiah, dan tidak menyangka pria itu akan bereaksi seperti itu.“Cerai?”“Ya,” sahut Josiah dingin. “Cerai dan temukan pria lain yang lebih baik darinya!”Bagaimana bisa Josiah memikirkan hal yang sama seperti yang dia pikirkan?“Kamu memberiku saran yang buruk lagi,” kata Emmy, walau dia sebenarnya sudah memikirkannya sebelumnya.“Aku tidak akan menyarankan kamu selingkuh denganku lagi karena kita sudah memiliki rencana untuk Nyonya Nikky. Aku ngotot memintamu melakukannya karena aku mendengar Isa mengancammu menggunakan nama Nyonya Nikky. Dan sekarang, aku hanya memberimu satu saran penting itu.”Saran itu sebenarnya membuat hati Emmy sakit, karena bagaimana pun pernikahannya dan Keenan benar-benar sah. Jika dia ber
Isa menoleh, bersamaan dengan kedua pria tadi. “Leo?” Isa mengernyit, terkejut karena kemunculannya.Dia sama sekali tidak menyangka jika Leo akan datang menyelamatkan Ivy. Dan setelah Isa berpikir lagi, ya, dia akhirnya menemukan alasan kenapa Ivy tidak menjalankan perintahnya. Saat itu Leo ada di restoran yang sama dengannya dan pria inilah yang meminta Ivy untuk memberikan anggur tanpa menaruh bubuk itu ke dalam.Leo berjalan masuk dengan tenang dan santai. Dia mengabaikan Isa dan menemui kedua pria yang masih memegangi Ivy. “Sudah ku bilang, lepaskan dia!”“Memangnya kamu siapa?” seru salah satu dari pria itu.Leo hanya tersenyum menyeringai. Dia meraba kantung jasnya, mengeluarkan satu buah pistol lalu menodongkannya ke kepala pria itu. “Kamu ingin menuruti suaraku atau suara benda ini?”Kedua pria itu langsung melepas Ivy dan secepat kilat gadis itu berbalik untuk menutupi tubuhnya. Leo menoleh, menatap Isa dengan tajam. Mendapat seringaian mengerikan seperti itu membuat Isa ber
Keenan mengetuk pintu kamar Emmy lagi, mencoba menekan emosinya ketika gadis itu tak kunjung membuka pintu baginya. Karena sedang berusaha untuk tidak menciptakan masalah lain, Keenan tidak mau menerjang masuk. Dia tetap menunggu walau dia sudah berdiri selama sepuluh menit di sana.Madam Karen memberitahu Keenan kalau Emmy tidak turun ketika dia makan siang bersama Isa. Keenan pikir Emmy sedang tidur, jadi dia mengabaikan gadis itu dan berpesan agar Madam Karen mengantar makan siang Emmy ke kamar.Tapi Madam Karen mengatakan lagi kalau Emmy tidak membukakan pintu dan dia tidak berani merangsek masuk, jadi dia membawa makan siang Emmy kembali. Dan saat makan malam tadi, Madam Karen melaporkan hal yang sama pada Keenan.Saat itu Keenan hanya mengangguk, tanpa berusaha untuk menyusul Emmy ke kamarnya. Menurutnya, bagus mereka berdua mengambil waktu untuk sama-sama memperbaiki diri. Tapi ini sudah sangat malam dan Emmy sama sekali tidak keluar. Dari kamarnya, Keenan tak mendengar apa pun
Bayang-bayang kebersamaan Emmy dan Josiah menari-nari di pelupuk mata Keenan. Pria itu duduk dengan lemah, jantungnya berdebar membayangkan hal yang seharusnya tidak dia bayangkan. Bagaimana kalau sekarang Emmy tidur di tempat tidur Josiah? Bagaimana kalau mereka melakukan sesuatu yang terlarang?Pikiran kalut itu menyeret Keenan hingga tak sadar tahu-tahu dirinya sudah ada di dalam sedannya. Keenan tak ingin menunggu dan tak akan memberikan kesempatan sekecil apa pun pada Josiah. Emmy adalah istrinya. Tak ada yang bisa menyentuh Emmy selain dirinya sendiri.Jalanan yang sepi mempercepat laju kendaraan Keenan. Hanya butuh dua puluh menit, dia sudah tiba di apartemen Josiah. Namun berkali-kali menekan bel, pintu tak kunjung terbuka. Keenan mengumpat marah, memaki Josiah dalam hati.Dia mencoba menghubungi Leo, tersambung, dan tak lama dia mendengar suara kantuk dari seberang.“Ya, Tuan?”“Leo, apakah kamu tahu dimana Josiah berada?”Leo mengucek mata, setengah bangun di sofa dan meliha
Kedua bola mata Keenan menyipit, berusaha melihat lebih jauh ke dalam diri Emmy. Namun dia tidak melihat apa pun selain kesungguhan dan ketenangan yang justru membuatnya merasakan gelagak amarah yang berapi-api.“Apa katamu?” desis Keenan.“Ayo bercerai!”“Kamu gila?” teriak Keenan.“Ya, aku memang gila,” sahut Emmy, suaranya tak kalah bergema. “Kamu lihat dia.” Emmy menunjuk Isa yang berdiri di sisi Keenan. “Menikah saja dengan dia dan kalian berdua bisa hidup dengan bahagia.”“Emmy, tutup mulutmu,” pekik Keenan. “Sudah ku katakan berkali-kali kalau aku dan Isa adalah sahabat. Kenapa kamu tidak mengerti juga?”“Lalu kenapa kamu marah jika aku dekat dengan Josiah?” Emmy mengernyit. “Bukankah apa yang kulakukan adalah cerminan apa yang kamu lakukan? Kalau kamu sakit hati, maka ingatlah, aku jauh lebih sakit hati!”“Memangnya kamu dan Josiah bersahabat? Aku sudah bertemu Isa saat usiaku sembilan tahun, sedangkan kamu? Kenapa kamu membandingkan dirimu denganku?”“Kalau ku bilang akulah a