“Kamu bisa memberitahuku kalau dia menghukummu,” kata Josiah.Tiba-tiba saja dia mengangkat tangan Emmy, melebarkan telapak tangannya dan merogoh kantong jas. Dia mengeluarkan sebuah pulpen dan terlihat keren sekaligus misterius ketika dia membuka tutup pulpen menggunakan mulutnya.Josiah menulis nomor ponselnya di telapak tangan Emmy. “Jangan lupa hubungi aku segera!” katanya.Emmy tersenyum senang. “Aku bahkan tak tahu di mana tas dan ponselku. Para pria itu mencampakkannya entah ke mana.”“Akan ku ganti,” kata Josiah lagi. “Lagipula, ini semua salahku. Dan aku ingat aku belum mengucapkan maaf. Maafkan aku Em, karena masalah antara aku dan keluargamu, kamu malah terlibat seperti ini.”“Tidak masalah,” kata Emmy santai. “Sudah begini sejak dulu. Kamu hanya baru mengetahuinya sekarang.”“Ini masih sebagian kecil dari trik mereka.” Lily ikut menimpali, namun di saat yang bersamaan dia melirik Axel. “Ups, aku lupa kalau masih ada sisa satu orang lagi pemuja Isa di sini.”“Itu cukup kasa
Bunyi decitan pintu membuat Keenan mengangkat wajahnya. Dia mempertajam pendengarannya, menyadari kalau Emmy sudah pulang. Dengan langkah sempoyongan dia berjalan menuju pintu dan membuka, tepat ketika Emmy hendak masuk ke dalam kamarnya.“Kenapa kamu kembali?” tanya Keenan, suaranya sedikit kurang jelas.Wajahnya memerah karena pengaruh alkohol dan tubuhnya limbung ke kiri dan kanan. Emmy bersedekap, menyandarkan tubuhnya ke dinding. “Kamu minum?”Keenan tertawa, dia menggeleng. “Tidak banyak,” jawabnya.“Tapi kamu mabuk!”“Aku tidak mabuk!”“Kalau begitu tidurlah. Aku ingin istirahat sekarang,” kata Emmy dingin.“Tunggu.” Keenan berjalan ke arahnya dengan berpegangan pada dinding kamar. Emmy sangat yakin kalau tanpa bantuan, Keenan tak akan sanggup berjalan tanpa terjatuh.Keenan memegang tangan Emmy, menyeretnya ke dalam kamar.“Apa yang kamu lakukan?” Emmy berusaha melepaskan tangannya, namun kalah kuat dari Keenan.Kondisi kamar Keenan gelap gulita saat keduanya masuk dan Emmy ha
Sialan, Keenan memilih memejamkan matanya dan berusaha memblokir ingatan itu. Jujur saja, jika Isa tidak bergantung padanya seperti ini, semuanya masih bisa diterima oleh Keenan. Namun sekarang, semua kehidupan Isa seolah Keenan yang bertanggung jawab.Keenan tidak mempermasalahkan jumlah uang yang diberikannya untuk menutup hutang Isa. Tidak, bukan itu. Sebaliknya, Keenan hanya berharap justru Isa tidak terlalu sering muncul dalam kehidupannya karena Keenan tahu, dirinya tidak akan kuasa menolak semua permintaan Isa walau itu tak masuk akal.Ketika tangan Emmy turun ke punggungnya dan mengelusnya seolah dirinya adalah anak kecil, entah kenapa golakan emosi berputar di dadanya. Ditambah lagi karena dia mabuk dan kelelahan mengurus urusan Isa dan bahkan dipermalukan di hadapan Josiah, dia tidak mampu menegakkan kepalanya untuk sekedar menatap Emmy.Dan buliran bening itu jatuh menyusuri sudut matanya, membuat Keenan seketika mengerjap untuk menghalanginya, namun sudah terlanjur jatuh k
Wajah Emmy semakin membara ketika jemari Keenan berlari bebas menjelajahi punggungnya. Dia memejamkan mata, sapuan bibir Keenan yang sangat lembut membuatnya semakin tergelitik. Emmy sadar dengan apa yang dia lakukan, namun sepertinya dia sulit mengontrol diri dan menolak semua pesona Keenan.“Emmy,” bisik Keenan, lalu kembali mendaratkan ciuman-ciuman singkat di pipi dan keningnya.“Ya?”Kata itu justru keluar berupa desahan nafas Emmy yang tidak teratur, dan Keenan kini menatapnya dalam-dalam. Pundak mereka naik turun, dan menyadari dirinya tidak mengenakan sehelai benang pun dan duduk berhadap-hadapan dengan Keenan membuat pipi Emmy semakin memerah.Tubuhnya dibiarkan sedikit merosot hingga air sebatas lehernya dan tangannya mengumpulkan busa yang melimpah untuk menutupi area dadanya. Emmy menelan ludahnya dengan susah payah, kedua mata mereka kembali bertemu.“Kamu sudah sadar?” tanya Emmy.“Selesaikan mandimu secepatnya dan aku akan menunggumu di luar.”Keenan berdiri, melepas su
“Kamu tidak akan bisa mengubah sikap jika menyangkut Isa, bukan?”Kali ini, nada suara Emmy terdengar lebih rendah dan lebih rapuh. Seolah gadis itu kehilangan harapan atau sedang memohon padanya.Emmy tertawa pahit. Bisa-bisanya, setelah cumbuan panas sialan itu, Emmy berpikir kalau Keenan mungkin akan berubah. Tetap saja. Kalau Isa muncul dan mempengaruhinya, Keenan akan kembali menjadi sosok yang kejam.“Bagaimana kamu bertemu Josiah?”Emmy bersedekap, dia menjadi lebih kesal. “Bukan urusanmu!”“Aku suamimu,” sergah Keenan. “Aku berhak tahu tentang dia.”“Cih!” Emmy mencibir. Dia mencoba menenangkan dirinya sebelum kembali bicara. “Ketika Enzo sedang berusaha melecehkanku, Josiah muncul di sana. Kalau kamu berpikir aku merencanakannya, enyahkan pikiran itu karena aku sama sekali tidak mengenal Josiah sebelumnya.”“Aku hanya penasaran. Bahkan untuk urusan bisnis penting sekalipun dia jarang sekali muncul dan hampir tidak pernah terlihat. Tapi kenapa demi menyelamatkanmu, dia bisa ke
Emmy tidak mengingat banyak hal setelah mendengarkan suara tarikan nafas yang lembut dan teratur ketika Keenan tidur. Dia mencoba mengintip, memastikan kalau Keenan memang terlelap. Emmy menarik selimut dan menutup tubuh mereka hingga ke batas dadanya.Rasanya menyenangkan, namun di saat yang bersamaan Emmy juga khawatir. Dia takut kalau Keenan hanya sekedar mabuk, atau yang terparah, Keenan hanya menjadikannya pelampiasan nafsunya. Kalau benar begitu, betapa bodohnya Emmy karena sudah terlanjur melakukannya bersama Keenan.Tiba-tiba Keenan berbalik. Tangan kirinya diselipkan ke wabah leher Emmy dan langsung menariknya ke dalam pelukan Keenan. Emmy tersentak, sekali lagi dipenuhi rasa shock yang membuat jantungnya berdetak tak karuan.“Tidurlah,” bisik Keenan di telinganya.Dengan suasana hati seperti ini, dengan tubuh menempel seperti ini, bagaimana caranya dia bisa tidur?Emmy mencoba rileks. Dia memejamkan matanya dan tak lama dia segera menyusul Keenan untuk tidur.Dan ketika bang
Isa bisa merasakan bubungan emosi dan kemarahan menjalar dari ujung kakinya hingga ke kepala. Kertas di tangannya nyaris remuk tak berbentuk dan rahangnya mengetat kasar. Sorot matanya penuh kekesalan yang menggebu-gebu.Kenapa? Kenapa Keenan berubah secepat ini? Apa yang membuatnya menyukai Emmy?Tidak. Ini tidak bisa terjadi. Aku harus mencari jalan lain untuk merebut Keenan kembali. Keenan hanya milikku. MILIKKU!Dia menarik nafas, wajah tegangnya berubah lebih lembut dan senyuman pura-pura itu mengembang di wajahnya. Isa tiba di kediaman Barat dan tak sengaja mencuri dengar pembicaraan Keenan dan Axel.“Kalian di sana,” sapa Isa dengan wajah berseri.Keenan dan Axel serempak menengok ke arah Isa dan setelah meletakkan map di atas meja, Isa duduk di samping Keenan.“Aku rasa aku belum mengatakan maaf pada kalian, khususnya kamu.” Isa melirik Keenan. “Maaf sudah mengacaukan harimu semalam, Keenan. Aku dan Mom sungguh meminta maaf padamu.”“Its okay.” Keenan berdiri, mengeluarkan beb
Emmy berjalan menyusuri jalanan yang cukup sepi dengan rumah-rumah penduduk yang berjejer di sisi kanan dan kirinya. Pagar tanaman menghiasi hampir semua halaman rumah dan sebagian besar tembok masih terbuat dari batu alam yang disusun.Jujur saja, Emmy belum pernah datang ke sana sebelumnya. Bahkan dia yang sudah lama tinggal di kota itu tidak mengetahui sama sekali jika ada hunian seperti itu di pesisir kota. Dia mengecek ponselnya sekali lagi.Alamat yang diberikan oleh ayahnya, Simone sudah benar. Dia sudah berada di lokasi yang tepat. Tapi sepanjang yang dia lihat, tak ada sosok Simone di sana atau penduduk yang bisa ditanyainya.[Terus berjalan ke depan hingga kamu tiba di persimpangan. Belok ke kiri, masuk ke dalam rumah pertama dengan pagar bercat cokelat.]Emmy menyipitkan mata saat membaca pesan Simone yang baru saja masuk ke ponselnya. Gadis itu menghela nafas, cukup takut namun dia juga dipenuhi oleh rasa penasaran. Dia harus bertanya soal rekening itu. Lily terus bersikuk