“Kenapa kau masih diam dan melamun?” tanya Ramon pada Vero dengan nada datar tapi penuh tekanan.“Bukan apa-apa, Ramon! Aku memang merasa sedang tidak enak badan saja,” jawab Veronica dengan kembali berbohong.“Kalau begitu, berbaring lah dengan benar dan tidur di pelukanku. Kau akan langsung sembuh saat berada di dalam pelukanku.”“Kau benar. Pelukanmu memang penyembuh sakitku. Andai semua sakitku bisa dan selalu bisa kau obati dengan pelukan hangatmu ini,” ungkap Vero yang sudah berada di dalam pelukan sang CEO.Vero mempunyai maksud tersembunyi saat dia mengatakan hal itu kepada Ramon. Hatinya tidak bisa benar-benar mengabaikan bahwa sebentar lagi Ramon akan menikah dengan Miana. Walau pun Vero sadar akan posisinya, dia tidak bisa menahan rasa sedih dan terlukanya oleh kenyataan itu.Ramon menyadari ada yang berbeda pada sikap dan ekspresi Vero sejak kembalinya Miana. Sebagai seorang pria, tentu saja Ramon yakin jika ada kecemburuan di dalam diri Vero saat ini. Apalagi, selama Mia
Ramon dan Vero akhirnya memang melakukan senam ranjang lagi dan hal itu ternyata direkam oleh seorang pria yang sebenarnya sudah datang sebelum Ramon dan Vero datang. Hanya saja, Ramon dan Vero sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Sejak masuk ke apartemen itu pun, Ramon tidak beranjak dari ranjangnya karena menunggu kedatangan Vero dengan tenang. Jadi, tidak menggeledah isi apartemen karena dia memang tidak pernah melakukan hal itu juga selama ini. “Kau puas, Sayang?” tanya Ramon kepada Vero dengan nada yang sangat lembut bak sutra. “Sangat puas. Terima kasih, Ramon. Seharusnya, aku yang memberikanmu kepuasan seperti biasa,” jawab Vero dengan senyum malu-malu. Pipinya bahkan merona merah seperti kepiting rebus saat ini. Pasalnya, ini kali pertamanya Ramon memanjakan hasrat dan gairah yang mendadak menggelora di dalam jiwanya. Tidurnya terusik karena sentuhan-sentuhan kecil yang sengaja dilakukan oleh Ramon tadi. Dengan menggeliat manja, Vero pun terdengar mengerang dan mendes
“Aku hanya sedih karena tidak akan pernah datang lagi ke apartemen ini, Ramon. Apalagi jika nanti Miana meminta untuk menetap di sini,” jawab Vero apa adanya dan memang seperti itulah perasaannya saat ini.“Kau akan aku berikan tempat yang mewah juga. Tidak perlu mencemaskan hal itu!” ucap Ramon dengan nada datar dan mendominan.“Aku sebenarnya tidak peduli apakah itu tempat yang mewah atau biasa saja, Sayang. Namun, yang terpenting bagiku adalah bisa sesering mungkin bersamamu dalam urusan pribadi!” ungkap Vero yang jelas tidak ingin dikatakan sedih karena harus meninggalkan hunian mewah dan unlimited ini.“Aku masih akan tetap bisa bersamamu sepanjang waktu. Kau tenang saja dan percayakan semuanya padaku. Hanya soal Miana saja, aku masih bisa mengurusnya dengan mudah!”“Tapi, Ramon … hubungan ini saja sudah salah. Apalagi jika nanti kalian menikah, aku tidak mau kalau suatu saat semua itu malah menjadi boomerang bagi dirimu sendiri atau mungkin saja bagi diriku!”“Kau mencemaskan ha
Sementara Miana yang juga diminta oleh Ramon untuk datang ke salah satu restoran mewah itu, merasa sangat kesal. Ramon yang memintanya datang untuk bertemu keluarganya. Namun, sekarang dia sendiri yang tidak datang pada acara makan malam kedua keluarga yang akan segera bersatu itu.“Tenanglah, Mia Sayang. Dia pasti sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kau jangan mengganggu Ramon seperti itu. Tunjukkan kalau kau itu wanita berkelas,” ujar Leni yang tak lain adalah ibu kandung Miana sendiri.“Mami jangan pernah mengguruiku dalam hal ini. Apa Mami ingin aku bersikap cuek dan tidak memperdulikan calon suamiku? Lalu, akhirnya dia memilih jalang lain yang memberikan perhatian dan selalu membuatnya merasa lebih berarti?” tanya Miana dengan sangat kasar pada sang ibu.Mereka memang tidak memiliki hubungan yang baik satu sama yang lainnya. Namun, akan ada kalanya mereka bersikap layaknya ibu dan anak yang saling mencintai. Hal itu karena Miana memang adalah putri satu-satunya dari pasangan Leny d
Malam itu Ramon dan Vero kembali bercinta dengan penuh gairah. Vero sangat menyukai saat-saat bersama dengan Ramon meskipun pria itu tidak menunjukkan hal yang menurutnya dirasakan seorang kekasih saat bersama pasangannya. Hal itu tentu saja dimaklumi oleh Vero, karena memang Vero bukan lah kekasihnya. Hubungannya dengan Ramon memang hanya sebatas teman ranjang saja. Tidak ada ikatan khusus yang mereka miliki sejak awal. Vero sangat sadar dengan posisinya yang tidak punya hak menuntut apapun pada Ramon. Dia juga tidak bisa melakukan apa saja yang wanita umumnya lakukan pada sang kekasih di depan umum. Pagi harinya, Ramon sudah terlebih dahulu bangun dan menyiapkan sarapan untuk Vero. Saat wanita itu bangun, semua sudah terhidang di atas meja makan dan juga sepasang seragam baru sudah tergantung pada besi gantungan pakaian Ramon yang ada di samping lemari super mewah dan lebar itu. “Wangi sekali aroma masakanmu, Honey.” Vero memberikan sedikit pujian untuk Ramon di pagi hari. “Lalu
“Tuan … ada yang bisa aku bantu?” tanya Vero yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan mejanya. Ramon pasti melamun dan tidak menyadari kedatangan Vero tadi. Padahal, Ramon sendiri yang menekan tombol atau bel pemanggil di meja kerjanya dan langsung terhubung ke ruang kerja Vero satu lagi. “Tentu saja. Kau selalu aku butuhkan dalam hal apapun, Babe,” jawab Ramon dengan maksud yang lain dan tentu saja dapat dipahami oleh Vero. Vero tersenyum malu meski Ramon hanya mengatakan hal sepele seperti itu padanya. Tidak ada terbesit sedikit pun kemarahan dalam hal itu karena memang Vero sadar bahwa dirinya adalah sekretaris serba guna bagi Ramon. Untuk hal pekerjaan dan tentu saja juga urusan peranjangan. Tidak perlu diragukan lagi jika Ramon tidak akan bisa berpaling dari sentuhan dan kenikmatan yang selalu dia suguhkan untuk pria itu. Dalam hal ini, Vero tentu lebih unggul dari wanita manapun termasuk dari Miana – calon istri Ramon yang agresif dan temperamental itu. “Jadi, apa yang
Vero merasa tidak nyaman berada di sekitar Ramon dan Miana karena mereka yang tengah bertengkar hebat saat ini. Pertengkaran itu juga disebabkan oleh dirinya dan tentu Vero menjadi merasa bersalah karena sudah membuat Ramon marah besar kepada Miana. Seharusnya, Vero tidak melawan dan membantah semua ucapan Miana sehingga masalah ini tidak terjadi.Dengan gerakannya yang perlahan tapi pasti, Vero beringsut dari belakang tubuh Ramon dan berniat untuk pergi meninggalkan ruangan itu. Ia merasa tidak pantas berada di tengah pertengkaran sepasang kekasih yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahannya itu. Vero mengira gerak geriknya itu tidak akan diketahui oleh Ramon karena lelaki itu masih menatap tajam pada Miana.“Tetap di sini! Jangan coba-coba pergi tanpa perintah dariku!” teriak Ramon pada Vero yang sudah hampir sampai di ambang pintu.Langkahnya terhenti dan dia berbalik untuk melihat Ramon. Ternyata, pria itu sudah mengalihkan pandangannya dari Mania dan kini tengah mendelik
Yang jelas, Vero hanya bisa membalas pelukan Ramon dan menikmati berada di dalam dekapan pria perkasa yang dicintainya itu. “Untuk apa meminta maaf, Tuan?” tanya Vero setengah berbisik karena penasaran untuk apa Ramon meminta maaf padanya. “Karena aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Membiarkan Miana menghina dan menyakitimu di depan mata kepalaku sendiri,” jawab Ramon semakin mengencangkan pelukannya pada tubuh Vero. Sesekali, pria itu mengecup puncak kepala Vero dan menyandarkan dagunya di atas kepala wanita itu. Terasa sangat indah dan nyaman bagi Vero, meskipun ia tahu bahwa semua ini hanya sementara dan tidak bisa ia dapatkan kapan pun. Nyatanya, tetap saja Ramon bukan lah pria yang diciptakan untuk dirinya dan Vero harus terima kenyataan pahit itu. Ia tentu saja harus sadar diri dan bisa menerima takdir bahwa diirnya hanya lah sebagai cadangan saja. Ketika Ramon membutuhkan dirinya, maka dia harus bersedia. Jika Ramon tidak ingin bersamanya, maka ia harus pergi dan pura-pura
“Apa yang kau lakukan di sini, Sayang?”Pria yang sedang mengamati Rayhan dan Vero dari kejauhan itu pun terkejut mendengar suara wanita di dekatnya. Satu tangan juga terasa menyentuh pundaknya dengan sangat lembut. Pria itu tak lain adalah orang kepercayaan Rayhan yang tidak ingin lagi terjadi apa-apa pada majikannya yang baru saja kembali setelah belasan tahun pergi.“Sayang! Kau mengejutkanku,” kata Petrus pada istrinya – Alesha.“Kenapa kau harus terkejut? Memangnya, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alesha dengan kening berkerut.“Aku sedang menjaga tuan muda dan istrinya, Sayang.”“Apa yang terjadi pada mereka? Di mana mereka sekarang?” tanya Alesha yang justru menjadi cemas.“Mereka ada di dalam mobil. Sepertinya, suasana sedang tidak bersahabat jika kita berada di sekitar mereka,” jawab Petrus yang sudah melihat dengan jelas semua hal yang terjadi di dalam aula tadi.“Aku mengerti, Sayang. Tentu saja kita tidak boleh mengganggu sepasang pengantin baru itu,” kata Ales
Rayhan tidak menyangka jika ternyata reaksi Vero akan seperti itu. Tadinya, dia sudah merasa bahagia karena akhirnya bisa kembali dan berkumpul lagi bersama Vero dan juga William. Namun, karena percakapannya bersama William barusan, ternyata Vero langsung marah.“Dad, tidak apa-apa. Aku sangat mengenal mami dan aku tahu dia hanya sedang syok saja. Sebaiknya, kita biarkan mami sendiri dulu,” jelas William kepada Rayhan dengan santai.“Tidak, Nak. Aku yang lebih mengenal mami-mu itu terlebih dahulu sebelum kau. Aku akan pulang bersamanya.” Rayhan membantah saran dari William.“Daddy benar juga. Tentu saja Daddy yang lebih mengenal mami dari pada aku, karena aku baru ada setelah kalian bersama.” William tersenyum menggoda pada ayahnya itu.Rayhan yang masih saja tampan seperti dulu, menyaingi ketampanan putra semata wayangnya dan jelas mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Apalagi, ketika tadi nama Vero dan Rayhan dipanggil untuk menemani William ke atas panggung, semua orang m
“Bolehkah aku bertanya padamu, Sayang?” tanya Rayhan dengan nada serius.“Tentu saja. Apa yang ingin kau tanyakan padaku? Aku akan menjawabnya dengan senang hati,” jawab Vero dengan senyuman yang cerah.Rayhan menggenggam tangan Vero dengan lembut tapi sangat erat. Mereka berdua sedang duduk di kursi undangan dan menyaksikan acara kelulusan putra semata wayang mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari pada hari ini bagi Veronica Sweet.Hari ini putranya di wisuda dan itu pertanda bahwa putranya itu benar-benar sudah dewasa. Selain itu, di hari yang istimewa ini pula Rayhan kembali pulang setelah bertahun-tahun hilang tanpa kabar dan membuat Vero terus menunggu dalam ketidak berdayaan bersama dengan harapan-harapan yang tinggi.“Aku hanya ingin tahu, kenapa kau terus menatapku seperti itu sejak tadi.” Rayhan berkata dengan suara setengah berbisik dan membuat Vero tersipu malu pada awalnya.“Kau ingin tahu kenapa?” tanya Vero pula dan Rayhan mengangguk pelan.Sebuah tarikan napas
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha