Malam itu Ramon dan Vero kembali bercinta dengan penuh gairah. Vero sangat menyukai saat-saat bersama dengan Ramon meskipun pria itu tidak menunjukkan hal yang menurutnya dirasakan seorang kekasih saat bersama pasangannya. Hal itu tentu saja dimaklumi oleh Vero, karena memang Vero bukan lah kekasihnya. Hubungannya dengan Ramon memang hanya sebatas teman ranjang saja. Tidak ada ikatan khusus yang mereka miliki sejak awal. Vero sangat sadar dengan posisinya yang tidak punya hak menuntut apapun pada Ramon. Dia juga tidak bisa melakukan apa saja yang wanita umumnya lakukan pada sang kekasih di depan umum. Pagi harinya, Ramon sudah terlebih dahulu bangun dan menyiapkan sarapan untuk Vero. Saat wanita itu bangun, semua sudah terhidang di atas meja makan dan juga sepasang seragam baru sudah tergantung pada besi gantungan pakaian Ramon yang ada di samping lemari super mewah dan lebar itu. “Wangi sekali aroma masakanmu, Honey.” Vero memberikan sedikit pujian untuk Ramon di pagi hari. “Lalu
“Tuan … ada yang bisa aku bantu?” tanya Vero yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan mejanya. Ramon pasti melamun dan tidak menyadari kedatangan Vero tadi. Padahal, Ramon sendiri yang menekan tombol atau bel pemanggil di meja kerjanya dan langsung terhubung ke ruang kerja Vero satu lagi. “Tentu saja. Kau selalu aku butuhkan dalam hal apapun, Babe,” jawab Ramon dengan maksud yang lain dan tentu saja dapat dipahami oleh Vero. Vero tersenyum malu meski Ramon hanya mengatakan hal sepele seperti itu padanya. Tidak ada terbesit sedikit pun kemarahan dalam hal itu karena memang Vero sadar bahwa dirinya adalah sekretaris serba guna bagi Ramon. Untuk hal pekerjaan dan tentu saja juga urusan peranjangan. Tidak perlu diragukan lagi jika Ramon tidak akan bisa berpaling dari sentuhan dan kenikmatan yang selalu dia suguhkan untuk pria itu. Dalam hal ini, Vero tentu lebih unggul dari wanita manapun termasuk dari Miana – calon istri Ramon yang agresif dan temperamental itu. “Jadi, apa yang
Vero merasa tidak nyaman berada di sekitar Ramon dan Miana karena mereka yang tengah bertengkar hebat saat ini. Pertengkaran itu juga disebabkan oleh dirinya dan tentu Vero menjadi merasa bersalah karena sudah membuat Ramon marah besar kepada Miana. Seharusnya, Vero tidak melawan dan membantah semua ucapan Miana sehingga masalah ini tidak terjadi.Dengan gerakannya yang perlahan tapi pasti, Vero beringsut dari belakang tubuh Ramon dan berniat untuk pergi meninggalkan ruangan itu. Ia merasa tidak pantas berada di tengah pertengkaran sepasang kekasih yang tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahannya itu. Vero mengira gerak geriknya itu tidak akan diketahui oleh Ramon karena lelaki itu masih menatap tajam pada Miana.“Tetap di sini! Jangan coba-coba pergi tanpa perintah dariku!” teriak Ramon pada Vero yang sudah hampir sampai di ambang pintu.Langkahnya terhenti dan dia berbalik untuk melihat Ramon. Ternyata, pria itu sudah mengalihkan pandangannya dari Mania dan kini tengah mendelik
Yang jelas, Vero hanya bisa membalas pelukan Ramon dan menikmati berada di dalam dekapan pria perkasa yang dicintainya itu. “Untuk apa meminta maaf, Tuan?” tanya Vero setengah berbisik karena penasaran untuk apa Ramon meminta maaf padanya. “Karena aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Membiarkan Miana menghina dan menyakitimu di depan mata kepalaku sendiri,” jawab Ramon semakin mengencangkan pelukannya pada tubuh Vero. Sesekali, pria itu mengecup puncak kepala Vero dan menyandarkan dagunya di atas kepala wanita itu. Terasa sangat indah dan nyaman bagi Vero, meskipun ia tahu bahwa semua ini hanya sementara dan tidak bisa ia dapatkan kapan pun. Nyatanya, tetap saja Ramon bukan lah pria yang diciptakan untuk dirinya dan Vero harus terima kenyataan pahit itu. Ia tentu saja harus sadar diri dan bisa menerima takdir bahwa diirnya hanya lah sebagai cadangan saja. Ketika Ramon membutuhkan dirinya, maka dia harus bersedia. Jika Ramon tidak ingin bersamanya, maka ia harus pergi dan pura-pura
Walaupun ia sangat sadar diri bahwa dirinya tidak akan pernah sepadan dengan Ramon, tetap saja hatinya sedih ketika menyadari kenyataan jika pada akhirnya mereka hanya sebatas rekan di atas ranjang saja dan Ramon sama sekali tidak mencintai dirinya. Rasa cinta Vero kepada Ramon akhirnya hanya bertepuk sebelah tangan dan gadis itu sempat merasa bahwa dirinya harus pergi menjauh dari kehidupan Ramon. Hanya dengan pergi jauh dari kehidupan pria itu, Vero merasa bisa melepaskan semua perasaannya pada Ramon dan mungkin bisa memulai lagi kehidupannya yang baru. “Hhmmpp … aakhh …,” desah Vero ketika tangan Ramon sudah bermain di antara selangkannya. Ramon memainkan jari jemarinya dengan lincah dan lihai di area kewanitaan Vero dan membuat wanita itu menggelinjang kenikmatan. Sementara, lidahnya sudah bermain cantik di kedua bukit kembar Vero yang sangat menggoda dan membuatnya semakin bersemangat itu. Ramon terus melakukan aksinya dan Vero sudah mendongakkan kepalanya sambil matanya terpej
“Di mana dia? Dia menyuruhku datang dan sekarang ruangannya malah terkunci seperti ini! Kaca ini juga jenis terbaru dan pasti tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangannya,” gumam Rayhan ketika ia berada di depan ruangan kerja Ramon. Sementara Ramon melihat Rahyan berkacak pinggang di depan pintu ruangannya dengan wajah kesal. Ramon memang sengaja membuat Rayhan menunggu dan menjadi kesal seperti itu karena ia belum selesai mengenakan pakaiannya secara utuh. Sementara Vero sudah dia perintahkan untuk istirahat saja di dalam kamarnya yang memang ada di ruangan itu. Jadi, Ramon tidak perlu khawatir akan Rayhan yang akan bertemu dengan Vero saat ini. Namun, Ramon tahu bahwa pertemuan Rayhan dan Vero tidak mungkin bisa terus dia hindari karena sekarang Rayhan akan bekerja di negara dan perusahaan ini untuk beberapa waktu ke depan. Itu semua karena ayahnya sudah murka pada Rahyan dan menganggap Rayhan tidak becus mengurus perusahaan yang diserahkan kepadanya di luar negeri. Jad
“Kenapa aku harus menunggu di sini, Kak?” gerutu Rayhan ketika ia sudah berpapasan dengan Ramon. “Karena jika kau terlalu lama di atas, maka semua pekerjaku akan kau tiduri!” jawab Ramon dan menepuk pundak Rayhan. Lalu Ramon tertawa ringan yang juga diikuti oleh Rayhan. Keduanya saling berpelukan dan melepas kerinduan. Meski sudah lama tidak bertemu, sebenarnya Ramon dan Rayhan selalu aktif berkomunikasi. Mereka tidak terlihat seperti kakak beradik tiri sama sekali karena memang sedekat dan sesayang itu Ramon pada Rayhan. Begitu pula sebaliknya dan mereka bahkan membuat orang-orang berdecak kagum karena jarang sekali yang akur seperti mereka bahkan jika mereka adalah saudara kandung. Tentu saja, semua itu tidak jauh-jauh dari lingkaran warisan dan harta serta tahta. Namun, bagi Rayhan sendiri memang Ramon lah yang lebih berhak atas warisan dan menjadi ahli waris sang ayah. Dirinya sadar bahwa ia hanya anak yang menumpang hidup dari keluarga dan belas kasih ayah Ramon selama ini.
“Ada apa ini, Sayang?” tanya Leny yang tiba-tiba saja muncul karena mendengar adanya keributan di ruangan itu.“Mami … tolong jelaskan padaku siapa yang merekrut wanita ini!” tunjuk Miana kepada Jasmine yang masih tertunduk dan tampak menggigil ketakutan.“Dia adalah orang suruhan papimu, Sayang!” jawab Leny yang juga memasang wajah ketus pada Jasmine.“Hah! Papi yang bawa wanita ini masuk Kenapa? Untuk siapa?” cecar Miana setengah tak percaya pada Leny.“Mami juga tidak tahu. Tapi, dia mengatakan bahwa wanita ini akan membantu banyak hal untuk acara pernikahanmu nanti!” sahut Leny dan memutar bola matanya dengan malas.“Apa Mami yakin? Dia bukannya rekan ranjang papi ‘kan?” tanya Miana yang tidak semudah itu percaya pada sang ayah.Miana tahu bahwa hubungan Leny dan William sudah lama tidak akur dan sepertinya mereka memang sudah sama-sama setuju untuk melakukan perceraian setelah pernikahan Miana dan Ramon. Seperti yang Miana dengar ketika ia berada satu mobil dengan kedua orang tua
Tanpa diduga tubuh Vero merosot dan dengan cepat kedua tangan Rayhan menyambutnya. Vero tak sadarkan diri dan segera digendong kembali ke kamar oleh suami yang tampak begitu sangat mengkhawatirkannya. Tidak lupa juga sepasang suami istri yang selama ini sudah menjaga dan merawat Vero selama Rayhan tidak berada di rumah mewah ini.“Apa yang terjadi pada Vero?” tanya Alisha tentu saja dengan panik.“Sepertinya, Vero masih belum bisa menerima semua yang terjadi hari ini dengan baik. Jadi, pikiran dan perasaannya terlalu banyak bekerja dan membuat daya tahan tubuhnya kembali melemah,” terang Rayhan seolah tahu segalanya tentang Vero.“Bagaimana kau bisa tahu semua itu, Ray?”“Aku mengikuti semua perkembangan Vero meski aku tidak berada di sisinya selama ini, Al. Aku merasa ingin sekali terbang ke sini setiap waktu. Tapi, aku tidak bisa melakukan itu.”“Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?”“Kau tidak akan pernah bisa memahami semua yang terjadi di masa lalu, Al. Aku bersyukur karena kalia
Saat Alesha dan Petrus masuk ke ruang tengah rumah mewah itu, mereka melihat pemandangan yang sudah lama tidak terlihat di sana. Rayhan dan Vero bermesraan sambil menuruni anak tangga. Bersenda gurau layaknya pengantin baru yang masih hangat dalam memadu cinta.“sayang, apa kau lihat itu?” tanya Alesha pada Petrus dengan suara berbisik ke Alesha.“Tentu saja, Sayang. Penglihatanku masih sangat bagus untuk wanita seusia diriku.” Alesha menjawab dengan suara yang tak kalah halusnya lagi.“Kalau begitu, apa menurutmu kita akan tetap ke sana?”“Menurutku itu bukanlah pertanyaan yang harus dijawab, Sayang.”“Kalau begitu, mari kita kembali lagi ke rumah.”“Baiklah, Sayang.”Pasangan yang harmonis dan tampak awet muda itu pun berniat untuk berbalik kembali ke rumah mereka. Sejatinya, mereka tidak ingin mengganggu pasangan yang sedang di mabuk cinta untuk kedua kalinya itu. Meski usia mereka sudah tidak lagi muda, tapi semangat cinta jelas tampak masih sangat membara.Tanpa keduanya sangka,
Rayhan dan Vero menghabiskan waktu sekitar satu jam di dalam kamar untuk melepaskan kerinduan belasan tahun yang mereka tahan dan pendam. Tentu saja tidak satu pun dari orang yang ada di rumah itu berani mengganggu keduanya. Mereka tentu mengerti apa yang terjadi di dalam kamar pengantin baru itu.Di pavilliun tempat Alesha dan Petrus selama ini tinggal dan mengawasi William juga Vero selama Rayhan tidak ada bersama mereka.“Sayang, apa yang terjadi sebenarnya? Ke mana selama ini Rayhan pergi? Apa kau sungguh-sungguh tidak tahu ke mana dia pergi dan menghilang?” tanya Alesha dengan tatapan serius pada suaminya.“Aku benar-benar tidak tahu, Sayang. Apa kau tidak percaya padaku?”Rayhan justru balik bertanya setelah menjawab pertanyaan Alesha. Dia tidak menyangka jika itu adalah pertanyaan yang akan pertama dipertanyakan oleh Alesha saat mereka sampai di rumah.Meskipun begitu, tetap saja Petrus tidak bisa menyalahkan istrinya. Dia justru merasa bangga kepada Alesha. Setelah sekian lama
“Apa yang kau lakukan di sini, Sayang?”Pria yang sedang mengamati Rayhan dan Vero dari kejauhan itu pun terkejut mendengar suara wanita di dekatnya. Satu tangan juga terasa menyentuh pundaknya dengan sangat lembut. Pria itu tak lain adalah orang kepercayaan Rayhan yang tidak ingin lagi terjadi apa-apa pada majikannya yang baru saja kembali setelah belasan tahun pergi.“Sayang! Kau mengejutkanku,” kata Petrus pada istrinya – Alesha.“Kenapa kau harus terkejut? Memangnya, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alesha dengan kening berkerut.“Aku sedang menjaga tuan muda dan istrinya, Sayang.”“Apa yang terjadi pada mereka? Di mana mereka sekarang?” tanya Alesha yang justru menjadi cemas.“Mereka ada di dalam mobil. Sepertinya, suasana sedang tidak bersahabat jika kita berada di sekitar mereka,” jawab Petrus yang sudah melihat dengan jelas semua hal yang terjadi di dalam aula tadi.“Aku mengerti, Sayang. Tentu saja kita tidak boleh mengganggu sepasang pengantin baru itu,” kata Ales
Rayhan tidak menyangka jika ternyata reaksi Vero akan seperti itu. Tadinya, dia sudah merasa bahagia karena akhirnya bisa kembali dan berkumpul lagi bersama Vero dan juga William. Namun, karena percakapannya bersama William barusan, ternyata Vero langsung marah.“Dad, tidak apa-apa. Aku sangat mengenal mami dan aku tahu dia hanya sedang syok saja. Sebaiknya, kita biarkan mami sendiri dulu,” jelas William kepada Rayhan dengan santai.“Tidak, Nak. Aku yang lebih mengenal mami-mu itu terlebih dahulu sebelum kau. Aku akan pulang bersamanya.” Rayhan membantah saran dari William.“Daddy benar juga. Tentu saja Daddy yang lebih mengenal mami dari pada aku, karena aku baru ada setelah kalian bersama.” William tersenyum menggoda pada ayahnya itu.Rayhan yang masih saja tampan seperti dulu, menyaingi ketampanan putra semata wayangnya dan jelas mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Apalagi, ketika tadi nama Vero dan Rayhan dipanggil untuk menemani William ke atas panggung, semua orang m
“Bolehkah aku bertanya padamu, Sayang?” tanya Rayhan dengan nada serius.“Tentu saja. Apa yang ingin kau tanyakan padaku? Aku akan menjawabnya dengan senang hati,” jawab Vero dengan senyuman yang cerah.Rayhan menggenggam tangan Vero dengan lembut tapi sangat erat. Mereka berdua sedang duduk di kursi undangan dan menyaksikan acara kelulusan putra semata wayang mereka. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari pada hari ini bagi Veronica Sweet.Hari ini putranya di wisuda dan itu pertanda bahwa putranya itu benar-benar sudah dewasa. Selain itu, di hari yang istimewa ini pula Rayhan kembali pulang setelah bertahun-tahun hilang tanpa kabar dan membuat Vero terus menunggu dalam ketidak berdayaan bersama dengan harapan-harapan yang tinggi.“Aku hanya ingin tahu, kenapa kau terus menatapku seperti itu sejak tadi.” Rayhan berkata dengan suara setengah berbisik dan membuat Vero tersipu malu pada awalnya.“Kau ingin tahu kenapa?” tanya Vero pula dan Rayhan mengangguk pelan.Sebuah tarikan napas
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di