“Apakah kau nyaman, Sayang?” tanya Rayhan di sela goyangan pinggulnya.Tubuh pria itu kini berada di atas tubuh Vero dan mereka sedang melakukan olahraga ranjang. Keduanya begitu santai dan menikmati permainan sampai pada titik ini. Rayhan merasakan bahwa kewanitaan Vero terasa sangat sempit seperti layaknya masih perawan.“Hmm ... mungkin, karena sudah terlalu lama tidak melakukannya. Aku sedikit tegang,” jawab Vero dengan senyum yang dia lemparkan pada Rayhan.“Itu ... terasa sangat sempit. Rasanya ... seperti kau masih perawan,” bisik Rayhan di telinga Vero dan membuat wajah Vero memerah karena tersipu malu.“Kau menggombal! Aku bahkan baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki dua bulan lalu. Bagaimana itu bisa terasa sempit apalagi seperti perawan!” ucap Vero menyangkal perkataan Rayhan.“Bagaimana aku bisa tahu semua itu. Yang aku rasakan, begitu sempit dan sangat menggigit. Kau menjepitku dengan sangat erat, Sayang.”“Kau ini ... jangan membual terus. Lakukan atau hentikan saj
Rayhan sudah kembali ke rumah yang sudah dua bulan ini ditinggalkannya. Dia tidak mengira jika tidak ada satu pun yang berubah di dalam rumah ini. Semuanya masih sangat sama dengan yang pernah ada dan Vero tidak mengubah apapun selama dia tidak ada di sisinya.“Kenapa semuanya masih terlihat sangat sama?” tanya Rayhan yang kini berjalan sambil memeluk pinggang wanita itu dengan erat seakan takut jika Vero pergi meninggalkannya.“Memangnya kau sudah tidak pulang berapa tahun? Pertanyaanmu seakan kau sudah sepuluh tahun tidak datang ke rumah ini saja!” jawab Vero dengan mengejek.“Setidaknya, sudah ada bayi di rumah ini sekarang. Tapi, kenapa suasananya tidak berubah sedikit pun. Kau berharap aku tidak kembali sepuluh tahun, hem?” tanya Rayhan dan menjawir hidung wanita yang bangir itu.Keduanya tertawa bersama dan saat ini langkah kaki mereka berdua sudah sampai di sebuah pintu kamar berwarna biru. Ada sebuah gantungan di bagian depan pintu yang sangat lucu dan ditempelkan foto bayi ya
Seminggu telah berlalu sejak kembalinya Rayhan ke rumah dalam keadaan sehat dan dia bahkan sudah mulai aktif lagi bekerja. Tidak ada yang bisa menahannya untuk istirahat lebih lama lagi di rumah. Sepertinya, setelah dia memiliki Richard sebagai putranya, pria muda itu menjadi lebih bersemangat untuk mencari nafkah.“Tuan Muda, sebaiknya Anda istirahat saja di rumah. Dua hari lagi adalah hari pernikahan Anda dengan nyonya Sweet,” ucap Petrus yang berusaha mencegah kepergian Rayhan dari rumah.“Siapa katamu tadi? Kau memanggil istriku apa?” tanya Rayhan yang tidak ingin ada orang lain memanggil Vero dengan sebutan Sweet seperti yang biasanya dia lakukan saat menggoda.“Ma-maaf, Tuan Muda. Aku sama sekali tidak bermaskud untuk menyinggung Anda. Aku hanya terbawa suasana,” jawab Petrus merasa bersalah akan hal itu.“Tidak masalah. Asal tidak kau lakukan atau katakan lagi, terutama saat di depanku, Petrus!”“Tentu saja, Tuan Muda. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dua kali.”“B
“Kak? Kapan kau datang?” tanya Rayhan terkejut dan berusaha untuk menyambut kedatangan Ramon dengan ramah.“Baru saja. Apa dia bayiku? Dia sangat lucu,” jawab Ramon ketus dan langsung saja menyentuh pipi gembul Richard.“Bukan! Dia bayiku!” bantah Vero dengan tegas dan langsung berdiri.Dia sudah berusaha menahan rasa terkejutnya saat ini, tapi Vero tetap tidak bisa diam saja saat Ramon menyentuh putranya dengan penuh rasa percaya diri. Seakan akan bayi mungil itu memang miliknya dan Vero terbayang ucapan Ramon saat itu tentang segalanya.Vero dengan gerakan cepat merampas bayi mungil itu dari pelukan Rayhan. Bukan karena dia tidak percaya pada Rayhan, tapi karena dia sangat takut jika bayi itu akan segera berpindah ke tangan Ramon dan membuatnya tidak bisa lagi mendapatkan anaknya sendiri. Vero cukup tahu orang seperti apa Ramon, karena mereka sudah bersama untuk waktu yang tidak sebentar.“Bayi kita? Tentu saja itu adalah bayi kita berdua, Vero. Aku tahu sekarang bahwa kau pergi kar
“Ya! Aku memang jalang dan murahan seperti yang kau katakan, Tuan. Jadi, sebaiknya kau menjauh dariku sebelum mendapatkan kesialan,” ucap Vero dengan penuh keberanian meskipun hatinya saat ini benar-benar merasa hancur berantakan.“Kau tidak akan pernah bahagia, Vero! Kau hanya wanita pemuas di atas ranjang! Kau tidak akan pernah benar-benar merasakan cinta yang tulus dari seorang pria,” hina Ramon lagi yang masih merasa kesal dan marah atas ucapan Vero dan juga penjelasan Petrus tadi.“Sepertinya, itu bukan urusanmu. Aku bahagia atau tidak, aku dicintai atau tidak, semuanya tidak ada hubungannya denganmu. Kau bukan siapa-siapa bagiku!”“Beraninya kau!” geram Ramon sekali lagi yang kini wajahnya sudah memerah.“Aku harus ke atas untuk melihat bayiku. Silakan lanjutkan pembicaraan dan temu kangen kalian berdua. Oh ya ... selamat atas kelahiran putrimu. Aku dengar, dia seorang bayi dengan mata biru yang indah dan kulit hitam. Bagaimana bisa? Apakah kalian memiliki gen itu di keluarga?”
“Jangan bodoh, Ray! Dia bukan wanita yang bisa kau miliki atau jadikan istri!” ucap Ramon tak terima saat pembicaraan dua beradik itu sudah sampai ke tahap yang lebih serius.“Kenapa tidak bisa? Kau bahkan pernah memintanya untuk menjadi istrimu kan, Kak?” tanya Rayhan yang membalikkan keadaan saat ini.“Benar. Tapi, semuanya berbeda dan dia tidak akan pernah bisa diterima di keluarga kita. Dia hanya bisa diakui sebagai selirmu saja, Ray! Kau harus menikah dengan istri utamamu dulu.”“Bagiku, dia akan jadi istri utamaku. Istri pertama dan terakhir dalam hidupku.”“Kau bahkan lebih muda dari dirinya, Ray! Pikirkan itu dan pikirkan juga reputasi keluarga kita. Kau tidak bisa bersikap ceroboh dan gegabah,” kata Ramon lagi dengan nada penuh penegasan.Meskipun begitu, tetap saja Rayhan tidak tampak gentar dan tidak tampak surut langkahnya. Dia sudah benar-benar yakin dengan keputusannya dan tidak akan mundur hanya karena keluarga tidak merestui pernikahannya dengan Vero.Rayhan sudah tahu
Pada akhirnya, Ramon tetap tidak bisa tinggal hingga lusa seperti yang diminta oleh Rayhan kepadanya. Mana sanggup dia menyaksikan adik yang sangat disayanginya itu menikah dengan wanita yang juga pernah mengisi hidupnya. Ramon bahkan merasa sangat kehilangan atas kepergian Vero setahun yang lalu.Dia tetap pulang ke negaranya karena tidak sanggup harus menyaksikan secara langsung. Namun, dia dengan tulus sudah memberikan restu kepada Rayhan untuk menikahi Vero. Ramon juga merasa sangat penasaran dengan yang dikatakan oleh Rayhan kepadanya.“Apa yang membuat Rayhan begitu mendesakku untuk melakukan test DNA pada putriku? Apakah itu artinya ... Angela bukan putriku?” tanya Ramon saat dia sudah berada di atas jet pribadi miliknya.“Tuan, apakah Anda akan mendengarkan yang tuan muda Rayhan katakan?” tanya Deris – kaki tangan yang sangat dipercayai oleh Ramon.“Tentu. Aku sangat penasaran dengan hasilnya dan jika dia sudah berkata seperti itu, aku yakin dia tahu sesuatu dan tidak ingin la
Deris tidak bisa menahan rasa cemas dan khawatirnya saat mendengar ucapan Ramon tadi. Sejak itu, dai tidak lagi bisa tenang berada di sisi Ramon. Hal itu membuat Ramon merasa curiga kepada bawahannya itu. Semua karena tidak ada lagi yang bisa dia percaya selama ini selain Deris, tapi baru saja pria itu mengatakan bahwa orang yang paling dipercaya adalah orang yang paling berpotensi untuk menyakiti atau mengkhianati.Meskipun begitu, Ramon tidak ingin memperlihatkan kecurigaannya itu dan membuat Deris waspada kepadanya. Hal itu bisa saja terjadi jika benar Deris sudah melakukan kesalahan pada dirinya dan sekarang mencoba untuk menutupi dari dirinya.“Kita sudah sampai, Tuan Muda.” Deris berkata dengan suara yang lembut.Ramon tampak sedang tertidur di bangkunya sejak tadi dan itu membuat Deris sedikit takut untuk mengganggunya. Namun, mereka benar-benar sudah sampai sekarang di landasan pribadi milik keluarga Ramon.“Benarkah? Kenapa rasanya baru saja terbang?” tanya Ramon santai dan n
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah