Alesha sangat takjub dan juga salut pada sikap jantan yang ditunjukkan oleh Steve kepada Catrine di depan wanita yang berusaha menggodanya. Dia tersenyum puas dan melihat sahabatnya begitu merasa dihargai saat ini dan tentu juga merasa sangat bangga.“Dia bukan hanya kekasihku, Grace. Tapi, dia adalah calon ibu dari anak-anakku nanti,” jawab Steve dengan penuh rasa percaya diri dan kemudian berlalu dari hadapan kekasihnya. Tentu saja meski dengan sedikit syok, Grace tetap mengikuti dokter muda nan mempesona itu dari belakang.Di tempatnya berdiri, Catrine tidak dapat berkata-kata karena merasa terlalu bahagia dengan keadaan itu. Baginya, Steve sudah menunjukkan keseriusan dalam hubungan mereka dan Catrine tahu bahwa pria itu tidak pernah main-main dengannya.Meskipun begitu, rasa trauma akan dikhianati masih melekat dengan erat dalam hati dan benak Catrine. Jadi, dia tidak ingin terlalu besar menaruh harapan pada hubungan ini. Yang dia tahu, saat ini jalani saja semuanya dengan yang t
Suasana di rumah sakit itu kini terasa tidak normal karena Vero masih dalam keadaan kritis. Catrine sudah melakukan donor darah untuk membantu sahabatnya yang pendarahan dan butuh darah sebanyak dua kantong.“Sayang, kau baik-baik saja?” tanya Steve saat Catrine masih dalam proses pengambilan darah kantong kedua.“I’am okey, Honey.” Catrine menjawab lembut dan tersenyum manis.Grace yang berada di sana untuk membantu semua keperluan Steve tentu saja tidak senang dengan kemesraan yang terjadi di depan mata kepalanya. Dia tidak pernah tahu jika selama ini Steve bisa lembut dan sangat manis pada seorang wanita. Apalagi sampai mempunyai kekasih seperti yang terlihat hari ini.Selama dua tahun ini, Grace sudah berusaha mendekati Steve dengan segala macam cara. Dia bahkan pernah mengundang Steve ke acara ulang tahunnya dan membuat dokter tampan itu mabuk. Namun, tetap saja Grace tidak bisa membuat Steve menyentuhnya.“Aku tidak akan membiarkan dia menjadi milik siapapun. Aku sudah bersamany
Catrine seperti terkena hipnotis dan merasa bahwa Steve benar-benar lelaki sejati dan dia menyukai keberanian pria itu di depan orang lain. Hal yang membuat hati Catrine merasa bahwa mungkin masih ada cinta tersisa untuknya di dunia ini.Rasa sakit dan kecewa dikhianati tidak akan mudah untuk dilupakan. Namun, juga tidak boleh menjadi alasan selamanya seseorang menyendiri dan tak percaya apa itu cinta yang sebenarnya. Seperti halnya yang sekarang terjadi pada Catrine.“Baiklah, Dokter yang tampan dan menggoda. Aku percaya padamu, Sayang.” Catrine berkata dengan suara yang lembut dan itu menghadirkan senyum cerah di sudut bibir Steve.“Kau yang terbaik, Sayang,” sambungnya dan tak bisa lagi menggambarkan betapa bahagianya Steve saat ini.“Ehem ... jangan lupa ada seorang janda yang kesepian di sini. Kalian mengumbar cinta di depanku dan sengaja membuatku iri, hem?” tanya Alesha dengan sedikit sindiran yang membuat Catrine dan Steve akhirnya tertawa renyah.“Maafkan aku, Beb. Sepertinya
Petrus tidak bisa menahan rasa iba dan sedihnya pada keadaan Rayhan saat ini. Namun, dia masih mengingat dengan jelas semua pesan Rayhan kepadanya sebelum melakukan donor darah untuk bayinya dan Vero. Semua itu tidak akan pernah diabaikan oleh Petrus dan dia tetap akan merahasiakan segalanya dari Vero.Waktu demi waktu berlalu, setelah sebulan menjalani perawatan insentif akhirnya Vero sembuh total. Begitu pula dengan bayinya yang dirawat dalam inkubator saat itu dan hanya perlu melakukan satu kali cuci darah.Setelah dua bulan, bayi itu bisa dibawa pulang dan semuanya yang mengurus tentu saja Petrus – kaki tangan Rayhan. Selama itu pula, Rayhan tidak berada di sisi Vero dan jujur saja wanita itu merasa kehilangan dan kesepian tanpa Rayhan.“Petrus,” panggil Veronica kepada pria yang sudah selesai meletakkan barang-barangnya ke dalam kamar.Hari ini adalah hari pertama Vero dan putranya kembali ke rumah. Rumah di mana dia dan Rayhan tinggal selama ini.“Saya, Nona Muda.” Petrus menjaw
“Semoga itu bukan sekedar perasaan yang datang sesaat karena sudah terbiasa tidak ada tuan muda di sisimu, Nona.” Petrus berkata dengan penuh harap.“Aku ... sepertinya memang benar sudah jatuh hati padanya. Dia begitu sabar dan perhatian padaku selama ini. Dia adalah sosok pria yang penyayang dan juga tidak pernah berharap balasan dari semua yang dia lakukan atau berikan untukku.”“Yang aku tahu, dia adalah pria yang sangat tulus dan serius tentang perasaannya padamu, Nona.”Mendengar itu, Vero terdiam dan menatap wajah bayi mungil dalam dekapannya. Dia juga menyadari betapa tulus dan penuh kasihnya Rayhan selama ini kepadanya. Namun, Vero selalu mengabaikan semua itu karena menganggap perbedaan usia di antara mereka tidak sepadan.Kasta yang berbeda jauh antara mereka berdua, juga menjadi tolak ukur dalam Vero mempertimbangkan keseriusan yang selama ini telah coba Rayhan perlihatkan dan buktikan padanya.“Aku bahkan sudah berjanji padanya, Petrus. Saat usia anak ini tiga bulan, kami
“Dia terlalu lama tidur bukan? Apa dia tidak merindukan Vero?” tanya Catrine dengan nada sedih.Harusnya, saat ini Rayhan merasa bahagia karena sudah bisa berkumpul bersama Vero dan bayinya di dalam rumah yang sama. Bayi yang selama ini hanya dianggapnya sebagai anak sendiri, ternyata memang adalah anak kandungnya sendiri. Hal ini membuat semua orang bersedih dan merasa iba pada Rayhan.Meskipun begitu, Rayhan sudah berpesan pada Petrus sebelum dia melakukan pendonoran darah untuk bayinya saat itu. Dia tidak ingin pada akhirnya Vero menerimanya hanya karena kenyataan yang sebenarnya itu. Bagi Rayhan, pernikahannya dengan Vero nanti harus memang karena cinta dan sayang yang sebenarnya.“Aku harap, tidak lama lagi dia segera bangun. Vero juga terlihat sangat kehilangan dirinya. Bagaimana kalau kita beritahu saja semuanya pada Vero? Aku takut, Vero tidak sempat mengetahui semua kebenaran itu dan Rayhan ....”Alesha tidak bisa menahan air matanya lagi saat mengatakan semua itu pada Catrin
Vero: Kapan kau pulang?Rayhan: Aku belum bisa memastikan.Vero: Kau tidak merindukan aku dan bayi kita?Rayhan: Tentu saja. Aku ingin menggendong jagoanku dan menciumnya sampai puas.Vero: Hanya dia? Bagaimana dengan aku?Vero menatap layar ponselnya dan tidak ada lagi balasan dari Rayhan. Jadi, dia menghela napas berat dan meletakkan ponselnya. Saat ini, Vero tahu bahwa Rayhan tidak ingin lagi membalas pesannya dan sudah mengakhiri obrolan.Dia merasa bahwa Rayhan memang tidak lagi ingin bersamanya dan sepertinya pria itu jenuh dengan keadaan. Rayhan selalu berjuang di setiap waktu untuknya, tapi Vero tetap saja memikirkan dan mengingat tentang Ramon. Namun, sekarang sudah tidak pernah lagi terbesit atau terlintas dalam ingatannya tentang Ramon.“Kau sangat mirip dengannya, Sayang. Aku semakin merindukannya setiap waktu, tapi sepertinya nasibku dalam percintaan memang tidak pernah baik dan mulus,” ungkap Vero pada bayi mungil di dalam stroler.Pagi ini, dia sedang berjalan ke taman
Vero tidak dapat berkata-kata saat ini dan tangannya begitu dingin sampai dia merasa sangat butuh api unggun di depannya. Tidak terpikir di benaknya sejak awal bahwa pria itu ada di hadapannya saat ini. Vero sudah duduk di ruang keluarga rumahnya dan putranya sudah diurus oleh suster yang menjaga bayi itu. Sementara, di ruangan itu dia duduk ditemani oleh Petrus.“Apa yang kau pikirkan? Apakah kau tidak senang jika aku ada di sini sekarang?” tanya seorang pria yang kini duduk di hadapan Vero.“A-aku ... aku tidak bermaksud seperti itu, Tuan Muda.” Vero menjawab dengan tergugu.“Jangan memanggilku tuan muda lagi sekarang. Kau bukan lagi sekretarisku dan kita tidak lagi terikat dalam hubungan kerja.”“Iya. Apa kabarmu, Pak Ramon?”“Panggil saja aku Ramon. Kau terlihat gugup dan tidak tenang di depanku. Apa kau memang tidak nyaman? Katakan saja terus terang padaku.”“Maklum saja, kita sudah sangat lama tidak bertemu. Tentu saja ada rasa canggung antara kita.”“Kenapa ada rasa canggung? B
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah