“Dia terlalu lama tidur bukan? Apa dia tidak merindukan Vero?” tanya Catrine dengan nada sedih.Harusnya, saat ini Rayhan merasa bahagia karena sudah bisa berkumpul bersama Vero dan bayinya di dalam rumah yang sama. Bayi yang selama ini hanya dianggapnya sebagai anak sendiri, ternyata memang adalah anak kandungnya sendiri. Hal ini membuat semua orang bersedih dan merasa iba pada Rayhan.Meskipun begitu, Rayhan sudah berpesan pada Petrus sebelum dia melakukan pendonoran darah untuk bayinya saat itu. Dia tidak ingin pada akhirnya Vero menerimanya hanya karena kenyataan yang sebenarnya itu. Bagi Rayhan, pernikahannya dengan Vero nanti harus memang karena cinta dan sayang yang sebenarnya.“Aku harap, tidak lama lagi dia segera bangun. Vero juga terlihat sangat kehilangan dirinya. Bagaimana kalau kita beritahu saja semuanya pada Vero? Aku takut, Vero tidak sempat mengetahui semua kebenaran itu dan Rayhan ....”Alesha tidak bisa menahan air matanya lagi saat mengatakan semua itu pada Catrin
Vero: Kapan kau pulang?Rayhan: Aku belum bisa memastikan.Vero: Kau tidak merindukan aku dan bayi kita?Rayhan: Tentu saja. Aku ingin menggendong jagoanku dan menciumnya sampai puas.Vero: Hanya dia? Bagaimana dengan aku?Vero menatap layar ponselnya dan tidak ada lagi balasan dari Rayhan. Jadi, dia menghela napas berat dan meletakkan ponselnya. Saat ini, Vero tahu bahwa Rayhan tidak ingin lagi membalas pesannya dan sudah mengakhiri obrolan.Dia merasa bahwa Rayhan memang tidak lagi ingin bersamanya dan sepertinya pria itu jenuh dengan keadaan. Rayhan selalu berjuang di setiap waktu untuknya, tapi Vero tetap saja memikirkan dan mengingat tentang Ramon. Namun, sekarang sudah tidak pernah lagi terbesit atau terlintas dalam ingatannya tentang Ramon.“Kau sangat mirip dengannya, Sayang. Aku semakin merindukannya setiap waktu, tapi sepertinya nasibku dalam percintaan memang tidak pernah baik dan mulus,” ungkap Vero pada bayi mungil di dalam stroler.Pagi ini, dia sedang berjalan ke taman
Vero tidak dapat berkata-kata saat ini dan tangannya begitu dingin sampai dia merasa sangat butuh api unggun di depannya. Tidak terpikir di benaknya sejak awal bahwa pria itu ada di hadapannya saat ini. Vero sudah duduk di ruang keluarga rumahnya dan putranya sudah diurus oleh suster yang menjaga bayi itu. Sementara, di ruangan itu dia duduk ditemani oleh Petrus.“Apa yang kau pikirkan? Apakah kau tidak senang jika aku ada di sini sekarang?” tanya seorang pria yang kini duduk di hadapan Vero.“A-aku ... aku tidak bermaksud seperti itu, Tuan Muda.” Vero menjawab dengan tergugu.“Jangan memanggilku tuan muda lagi sekarang. Kau bukan lagi sekretarisku dan kita tidak lagi terikat dalam hubungan kerja.”“Iya. Apa kabarmu, Pak Ramon?”“Panggil saja aku Ramon. Kau terlihat gugup dan tidak tenang di depanku. Apa kau memang tidak nyaman? Katakan saja terus terang padaku.”“Maklum saja, kita sudah sangat lama tidak bertemu. Tentu saja ada rasa canggung antara kita.”“Kenapa ada rasa canggung? B
“Rumah ini? Kau bertanya bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja mudah bagiku untuk tahu tentang adikku, Vero. Tapi, sungguh sebuah kejutan ternyata kau juga ada bersamanya selama ini. Sungguh tidak bisa aku percaya,” jawab Ramon dengan tatapan merendahkan pada Vero.“Itu tidak ada hubungannya denganmu, Tuan. Aku sudah lama tidak bekerja padamu dan urusan pribadiku juga tidak berhak kau campuri,” ucap Vero membalas Ramon dengan kata-kata yang terdengar kejam.“Benar. Aku memang tidak berhak mencampuri urusan pribadimu. Tapi, aku ingin tahu yang sebenarnya. Apa benar kau pergi dengan Rayhan pada malam itu?”“Benar. Aku dan Rayhan pergi bersama malam itu karena kami sama-sama ingin memulai kehidupan yang baru.”“Hidup baru? Apa maksudmu? Apa kau dan Rayhan menikah setelah aku dan Miana menikah?” tanya Ramon tanpa perasaan di depan Vero menyebut nama Miana.Vero terdiam sejenak karena dia mendengar langsung dari mulut Ramon tentang pernikahan dengan Miana saat itu. Luka lama seolah tersayat
Sejak kedatangan Ramon tadi, tentu saja hati dan pikiran Vero tidak lagi bisa tenang. Apalagi, Ramon sudah mengeluarkan kata-kata yang terdengar seperti sebuah ancaman untuknya. Mana mungkin Vero tidak mengerti maksud perkataan pria itu tadi. Ramon berniat membawa baby R dari sisi Vero untuk tinggal bersamanya dan Miana di negara tempat di mana Vero lahir, tumbuh, dan menjalani semua masa mudanya dulu.“Aku tidak akan pernah membiarkan siapapun membawamu pergi dariku, Sayang.” Vero berkata dengan suara yang sangat lembut dan membelai pipi bayinya.Air mata mengalir di sudut matanya, tapi dengan cepat dia sapu dengan ujung jari. Vero tidak lagi ingin terlihat lemah dan takut pada Ramon. Dulu, dia memang sangat mencintai Ramon dan rela dijadikan simpanan. Kapan saja pria itu menginginkannya, Vero sangat bersedia. Namun, semuanya berubah saat Ramon menawarkan pernikahan hari itu kepadanya.“Esra! Kau harus selalu berada di sisi baby R! Jangan pernah meninggalkannya walaupun sedetik saat
Petrus tidak tahu harus menjawab bagaimana pertanyaan Vero saat ini. Dia benar-benar dilanda dilema karena memang situasi tidak bisa dia kendalikan lagi. Sepertinya, Vero sudah mengetahui sesuatu dari Esra. Selama ini Petrus merasa bahwa Esra tidak akan pernah mengatakan apapun pada Vero.Dia mengira bahwa Esra sudah mengetahui situasi sebenarnya karena dia berasal dari rumah sakit yang sama dengan tempat Vero melahirkan dan tempat Rayhan dirawat hingga detik ini.“Maafkan aku, Tuan. Aku tidak tahu apa yang sudah aku katakan adalah salah. Aku minta maaf padamu, Tuan. Aku salah dan aku tidak ada maksud apa-apa,” sesal Esra dengan penuh rasa bersalah dan juga suaranya terdengar bergetar.“Kau!” geram Petrus dengan menunjuk pada Esra tak berdaya.Semuanya pasti sudah dikatakan oleh Esra pada Vero dan Petrus tidak punya pilihan lain lagi sekarang. Dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Vero, walaupun itu artinya dia sudah melanggar janjinya kepada Rayhan sebelum pria itu memutuskan u
Perasaan Vero berkecamuk saat memandang wajah tampan putranya yang masih terlelap. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau bocah laki-laki yang imut itu dipisahkan dari dirinya. Selama ini, Vero sudah berjuang mati-matian agar bisa hidup bahagia dengan buah hatinya itu.“Sayang ... tenanglah, Nak. Mami berjanji kau tidak akan pernah pergi dari sisiku. Kau ada di sini sekarang dan itu artinya akan selamanya bersamaku,” bisik Vero pada bayi berusia dua bulanan yang tengah terlelap dengan nyaman di ranjangnya.Mata Vero nanar menatap ke arah Richard yang jelas tidak akan mengerti semua ucapan yang baru saja dia lontarkan tadi. Bagi bayi itu, mungkin saja ucapan Vero tadi hanya seperti suara dengingan nyamuk yang mengganggu tidurnya.“Nyonya ... apakah Anda sudah siap? Tuan Petrus sudah menunggu di bawah,” ucap Esra dengan wajah tertunduk karena masih merasa bersalah pada wanita itu.“Ya. Aku segera ke bawah. Ingatlah yang aku katakan padamu, Esra. Jangan pernah meninggalkan R
Mereka sampai di rumah sakit dan mendadak tangan Vero menjadi sangat dingin. Tubuhnya gemetar tanpa alasan dan dia bahkan belum berani turun dari mobil. Petrus melihat hal itu dan menunggu majikannya menjadi stabil dari rasa gugup dan takut.“Kau baik-baik saja, Nyonya?” tanya Petrus setelah lima menit berlalu.“Ya. Ayo turun!” jawabnya setelah menguatkan hati.Petrus segera turun dan membukakan pintu untuk Vero. Dia tahu, perasaan Vero berkecamuk saat ini karena akan melihat kenyataan yang sebenarnya tentang Rayhan. Pria yang sudah tidak ditemuinya selama dua bulanan ini. Vero masih tampak gugup saat berjalan menuju lift karena Petrus dengan jelas melihat dia menggenggam tangannya sendiri.“Nyonya, apakah Anda yakin ingin bertemu dengan tuan muda?” tanya Petrus sekali lagi karena melihat sepertinya Vero tidak begitu yakin dengan dirinya.“Aku ... aku hanya takut tidak bisa mengendalikan emosi dan perasaanku saat bertemu dengannya nanti, Petrus.” Vero menjawab dengan suara yang berget
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah