Gairah cinta yang membara telah membuat dua insan hanyut dalam setiap desahan dan lenguhan yang bergelora. Tidak ada detik yang tidak mendengarkan desahan penuh kenikmatan. Hingga satu jam berlalu, akhirnya mereka sampai pada puncak kenikmatan yang pertama secara bersama-sama.“Sayang, jangan lupa kondommu,” ucap Vero mengingatkan suaminya.“Tidak masalah. Banyak anak lebih baik, Sayang.” Rayhan menjawab dengan santai.“Aku tidak mau untuk saat ini. Richard masih terlalu kecil, Ray. Aku masih ... aakkhhh ....” Vero tidak bisa melanjutkan protesnya karena kenikmatan itu begitu kuat menghantam dinding rahimnya.“Ouuhh, Sayang ... kau selalu sempit dan nikmat,” lenguh Rayhan seperti puas memuncratkan cairan hangatnya di dalam rahim Veronica.“Kau tidak mau mendengarkan aku,” rajuk Vero dengan nada kesal.“Maafkan aku, Sayang. Itu terlalu nikmat untuk dicabut dan menggunakan kondom terlebih dahulu. Lain kali aku tidak akan melakukannya.”Rayhan sudah membaringkan tubuh Vero di sampingnya
Ramon masih duduk sendirian di balkon hotel tempatnya menginap selama berada di negara ini. Sebenarnya, dia punya satu apartemen khusus, tapi dia enggan menggunakannya karena lokasinya terlalu jauh dengan rumah Rayhan dan Vero.Awalnya, Ramon terlihat memang sudah sangat merelakan kebahagiaan Vero bersama dengan Rayhan. Secara tulus, pria itu memberikan restu dan semangatnya kepada Rayhan agar bisa selalu hidup baik dan bahagia bersama dengan wanita yang pernah sangat ingin dimilikinya seumur hidup.“Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja. Jadi, sepertinya memang inilah jalan terakhir yang bisa aku lakukan,” gumam Ramon di sela hisapan asap tembakaunya.Kakinya tersilang dan tampak begitu menikmati pemandangan kota dari atas balkon. Tidak ada yang bisa menebak jalan pikiran seseorang, meski kau mengenalnya cukup baik dan dalam sekali pun. Begitu pula dengan yang saat ini terjadi pada Ramon.“Ada apa?” tanya Ramon dengan nada ketus.“Kapan kau akan pulang? Anak kita merindukanmu,” ja
Petrus berjalan meninggalkan hotel dengan perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Dia ingin melindungi Rayhan tanpa ada mengetahui. Sementara, Ramon sendiri sebenarnya mengetahui kalau ada orang di luar kamar hotelnya. Namun, dia tidak ingin membuat semuanya terlalu terbuka dan membiarkan Petrus bekerja dengan rencananya sendiri.“Aku suka sekali permainan yang seperti ini,” batin Ramon dengan senyum yang tersungging penuh misteri.Di rumah yang terbilang cukup mewah kini Rayhan dan Vero sudah membersihkan diri dan sudah tampil dalam keadaan segar lagi. Sepasang suami istri itu keluar dari kamar dan sudah wangi untuk membawa anak semata wayangnya bermain di taman.“Sayang, ke mana kita akan pergi?” tanya Rayhan pada Vero.“Taman komplek saja. Aku ingin membawanya bermain di sana,” jawab Vero dan masuk ke kamar bermain Richard.Di sana, putranya tampak sudah rapi dengan pakaian bermainnya dan sedang ditemani oleh Esra. Richard saat melihat ibunya masuk ke ruangan itu tentu saja langsung
“Baik. Kalau kau sudah memutuskan untuk bekerja sama denganku, kau tidak punya jalan untuk kembali. Apakah kau sudah siap dengan semua resikonya?” tanya seorang pria yang tak lain adalah Ramon di seberang telepon itu.“Aku siap, Tuan. Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan untuk saat ini? Aku ingin segera memilikinya,” jawab Esra dengan penuh rasa percaya diri dan keyakinan penuh.“Sabarlah sebentar lagi. Jangan tergesa-gesa karena tidak ada yang bisa kau lakukan untuk saat ini. Tunggu saja perintah dariku!”“Tapi, aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Tuan. Aku ingin secepatnya atau aku akan bertindak sendirian tanpa menunggumu!”Ramon di seberang sana tidak menjawab lagi ucapan atau ancaman yang diberikan oleh Esra. Tidak dia sangka sama sekali jika wanita yang bekerja sebagai pengasuh anak Rayhan itu akan seberani itu dalam berbicara kepdanya. Menurut pandangan Ramon, tentu saja dia adalah wanita yang lugu dan polos sama seperti pengasuh lainnya.Apalagi, sejak awal Esra tidak me
“Kencan? Maksudmu ... kau ingin kencan denganku? Yang benar saja!” seru Petrus tidak bisa percaya.“Benar. Kenapa tidak? Aku serius mengatakannya,” ucap Esra berusaha meyakinkan Petrus lagi.“Maaf, aku tidak bisa!”“Kenapa?”“Apa menurutmu, aku tidak terlalu menarik sebagai seorang wanita?”“Bukan seperti itu, Esra! Tapi ... aku sudah punya kekasih. Kau tahu itu bukan? Aku akan melamarnya dan sebentar lagi kami akan memiliki anak,” terang Petrus dengan jujur kepada pengasuh Richard itu.Selama ini memang Esra tidak terlalu ikut campur tentang masalah atau hubungan yang dijalin Petrus dengan orang lain. Termasuk dengan Alesha yang sebenarnya sudah sering dibahas oleh Veronica. Namun, Esra tidak pernah peduli dan menganggap hal itu tidak terlalu penting untuk dia ketahui.Jadi, wajar saja jika saat ini dia merasa begitu terkejut saat mendengar Petrus akan segera menikah dan tidak lama lagi akan mempunyai anak dari kekasihnya itu. Hal yang memang tidak pernah diketahui oleh Esra sama sek
“Sayang ... apa yang bisa dilakukan anak kita sekarang?” tanya Rayhan dengan lembut sambil terus mendorong ayunan yang dinaiki oleh Vero dan Richard.“Dia sudah mulai belajar duduk. Sebentar lagi, dia akan mulai belajar mengejarmu.” Vero menjawab dengan tawa ringan.“Benarkah? Jadi, sekarang tidak hanya ibunya yang mengejarku, bayinya juga akan?” tanya Rayhan menggoda istrinya.“Sejak kapan aku yang mengejarmu? Kau yang selalu mengejarku!” bantah Vero ketus.“Ya. Aku yang mengejarmu dan akan selalu mengejarmu ke mana saja kau pergi.”“Itu baru lelaki sejati yang tidak membiarkan wanitanya terlihat terlalu menggilainya.”Vero memang tidak terlalu serius dalam mengatakan hal itu kepada Rayhan. Mereka sudah biasa berkata seperti itu untuk saling bercanda. Tidak ada keseriusan yang berarti atau untuk saling menyakiti di sana. Rayhan juga sudah sangat paham dengan sikap dan sifat asli Veronica, begitu juga dengan sebaliknya.Mereka bertiga menikmati suasana sore hari di taman komplek dan s
“Sudah puas bermain?” tanya Rayhan pada istrinya.“Sepertinya cukup untuk hari ini. Sudah hampir gelap dan Richard terlihat sudah sangat lelah,” jawab Vero yang menatap bayi dalam gendongan Rayhan itu.“Ya. Sebenarnya aku tahu kalau yang ingin bermain dan jalan-jalan itu adalah ibunya, bukan anaknya,” ungkap Rayhan yang diiringi suara gelak tawa.Vero tersipu malu saat mendengar gurauan dari pria yang kini sudah sangat dicintainya itu. Tidak ada lagi hari tanpa rasa cinta dan rindu untuk Rayhan. Tidak ada lagi keraguan dalam dirinya untuk hidup bersama dengan Rayhan dan menua bersama selamanya.Begitu besar cinta dan sayang yang sudah Vero serahkan kepada pria itu, tapi sepertinya tidak akan pernah cukup untuk menandingi cinta dan sayang yang diberikan Rayhan padanya. Lelaki yang sudah mempertaruhkan nyawa untuk bisa membuat Vero terus bahagia dan tersenyum itu jelas tidak akan pernah bisa digantikan dengan apapun dalam hidup Vero.“Kalau begitu, kau perlu membawaku jalan-jalan ke lua
Vero merasakan kalau tubuhnya dibawa ke dalam tempat yang sempit seperti mobil. Namun, dia tidak bisa lagi melihat apapun karena matanya sudah diikat dengan kain hitam. Mulutnya juga sudah disumpal dengan sebuah kain yang tebal.Meskipun begitu, Vero sama sekali tidak merasa takut dan gentar terhadap situasi yang sedang dihadapinya saat ini. Semua itu karena setidaknya Richard masih berada dalam pelukannya dan orang-orang yang membawanya itu tidak menyakiti putranya.Di dalam mobil yang terus bergerak itu, Vero terus berdoa jika Rayhan bisa dengan cepat mengetahui keberadaannya. Dia yakin bahwa suaminya itu bisa dengan cepat menyadari ketidak adaannya dan Richard di tempat mereka duduk tadi. Sekarang, Vero hanya perlu terus mempertahankan bayinya yang sepertinya juga mulai risih dan rewel dengan keadaan itu.“Baik, Boss. Kami akan langsung membawanya ke sana,” ucap seorang pria yang duduk di samping Vero saat ini.Vero yakin dia sedang berbicara di telpon dengan seseorang yang membaya
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah