“Bahkan satpam pun tidak berjaga malam ini. Apa mereka semua sedang mengerjaiku?” Orion mendengkus melihat bagaimana gedung kantornya yang kosong melompong, bahkan satu security pun tidak ada.Merasa tidak berguna jika hanya ngoceh sendiri, akhirnya Orion memutuskan untuk menghubungi sang sekretaris. Namun, hingga panggilan ketiga belum juga diangkat membuat lelaki itu makin jengkel.“Ini si Didi ke mana, sih? Apa itu orang bener-bener lagi ngerjain aku?” Sambil berkacak pinggang, Orion memunggungi jalan. Lelaki itu sengaja menghadap ke arah kaca, bukan untuk melihat penampilannya, melainkan menghindar dari kegelapan yang disajikan. Walaupun keadaan di jalan depan ramai dan terang, tetapi jika berdiri di depan gedung kosong, serta gelap sendirian tentu saja membuat siapapun merinding, termasuk Orion.“Halo, Bos,” sapa Didi di seberang telepon.“Kamu di mana? Bukankah kamu bilang kita ada rapat? Terus, kenapa lampu-lampu di kantor pada mati? Dan, ke mana semua penjaga malam ini? Apa k
“Mas, ih! Udah, ah!” Ama terkikik sambil menarik tangan suaminya. Wanita hamil itu tidak mau jika sampai ada yang koid di dalam mobil. Gak lucu, dong, kalau acara ulang tahun Orion berubah menjadi ajang pertarungan antar sahabat? Mau jadi apa dirinya jika sampai itu terjadi.“Tapi, Mal! Itu si Han nyebelin banget,” adu Orion pada sang istri. Ia masih memandang sinis Farhan yang kini tengah terbatuk di depan. “Udah, ya, Sayang! Sabar … tarik napas … terus, keluarkan lewat mulut.” Ama mengusap punggung suaminya perlahan. “Gak usah marah-marah terus. Malu sama anak kita, Mas!”“Noh, istrimu aja tahu, kalau suaminya malu-maluin!” celetuk Farhan dari depan.“Ngomong apa kamu barusan?” Orion hendak kembali mendekati si teman, tetapi dicegah oleh sang istri.“Mas!” Ama menggeleng sambil terkikik. “Kalian ini udah gede, lho. Kenapa masih aja bertingkah seperti anak TK yang rebutan cilok,” sindirnya kemudian.“Mal, bagai–” “Mal-Mal-Mal … woi, Han Jelek! Itu panggilan khusus buat istriku se
“Lo gak nyusulin istri lo, Bray?” Wajah Kirun yang biasanya tampak cengengesan, kini hilang berganti menjadi Kirun si pemilik cafe yang cool. Pria itu, tidak tampak seperti orang yang hobinya bercanda ataupun memiliki beban dalam hidup. Kirun memang akan menempatkan diri sebagai orang lain, atau si mood booster dalam lingkup pertemanan mereka.Amalthea sendiri adalah nama yang tidak asing bagi 4 sekawan itu. Orion selalu berkabar akan progres kedekatan mereka dengan si doi. Itu dulu ketika masih zaman penjajakan. Kalau sekarang, Orion jarang nimbrung karena beberapa hal.Akan tetapi, Gino, Farhan, Kirun adalah sosok yang paling bahagia ketika mendengar kabar pernikahan Orion dan Ama. Walaupun mereka tidak bisa mengucapkan selamat secara langsung, tetapi ketiga pria itu tetap mengirimkan kado atas pernikahan Orion dan Ama.“Kalian gak apa-apa gue tinggal?” Orion melihat ketiga temannya, sedangkan Didi sudah pulang duluan karena ada perlu. Kini, hanya ada mereka berempat di ruangan itu
Amalthea menatap suaminya dengan pandangan malu dan sedikit malu. Matanya melirik ke arah sekitar di mana masih ada beberapa orang lalu-lalang sehingga membuat ia memutuskan untuk menarik tubuh sang suami ke arah parkiran.“Loh, kamu mau bawa ke mana aku, Sayang? Sabar, dong! Pelan-pelan!” ujar Orion seolah-olah menunjukkan jika dirinya menjadi pihak yang sudah ngebet.“Gak usah banyak cincong, deh, Mas! Kamu ini juga gak usah sok manja di depanku, deh!” Ama tak menggubris ledekan sang suami di belakang. “Lagian, aku juga udah ngantuk banget, Mas. Jadi, jangan salahkan aku jika kita hanya pulang, terus tidur!”“Aish! Tau gitu mending aku di dalam aja, kalau situ cuma mau tidur,” dumel lelaki di belakangnya.Amalthea hanya mendiamkan, lalu ia pun masuk ke dalam mobil dengan sang suami sebagai supir. Ia tak banyak bertanya karena memang sedang kelelahan. Sedari pagi hingga kini pukul setengah 11 malam ia belum menyentuh bantal dan kasur. Jadi, wajar saja ketika ia justru terlelap di dal
Seharian lelaki bernama Orion Setiawan terlihat begitu bahagia. Jika biasanya, ia akan berpusing-pusing ria menghadapi banyaknya tumpukan berkas di tas meja, sekarang Orion tampak begitu enjoy. Didi yang melihat kelakuan aneh bosnya sempat bingung. Jelas terlihat waktu rapat tadi siang. Bagian pemasaran memberi laporan yang berbeda dari biasnaya. Namun, Orion justru mengabaikannya.Jelas hal itu membuat Didi bertanya-tanya. Akan tetapi, ia tak berani mengganggu masa bahagia si bos. Justru, itu dijadikan sebuah kesempatan bagi karyawan lagi segera membenahi kinerja mereka.Didi yang sudah tidak tahan menahan rasa penasarannya, segera bertanya. “Kenapa, Bos? Apa ada sesuatu hal yang terjadi? Atau, jangan-jangan dirimu baru menang lotre?”Jam pulang kerja telah usai setengah jam yang lalu. Namun, mereka harus tertahan sebentar karena ada hal yang perlu dibahas mengenai kontrak kerja sama dengan perusahaan asing. Jadi, dua lelaki itu kini tengah berdiri di dalam lift menuju lobbyn hanya
Orion masih diam sambil melihat wanita yang diketahui sebagai pemilik toko bunga. Niat hati ingin memberikan kejutan untuk sang istri dengan membelikan bunga. Namun, siapa sangka jika ia harus bertemu dengan sosok teman si masa kuliahnya dulu.“Maaf, sepertinya saya lupa. Tapi, saya datang ke sini untuk membeli bunga,” ujar Orion to the point. “Istriku tidak ter–”“Istri?” Wanita itu tapak terkejut setelah mendengar ucapan Orion. “Ba–gaimana bisa kamu sudah memiliki istri, Bang?”Dalam hati Orion berkata, “maksud ini orang apa, sih? Apa aku gak pantas memiliki istri hingga dia tampak terkejut mendengar statusku?”“Bang,” panggil Azura. “Bukankah kamu udah janji sama aku, kalau suatu saat nanti kita akan menikah?”Edan! “What?” Orion langsung menatap Azura dengan tatapan horor. “Sepertinya, Anda emang salah orang, Mbak. Karena saya bukanlah tipe orang yang akan mengumbar janji kepada siapapun,” jelasnya cepat.Wanita di hadapannya pasti sedang mengada-ngada. Orion kembali melanjutkan
Orion gelagapan. “Gak, kok, Sayang. Iya, nanti kita ke rumah papa naik motor. Ok!”“Yes!” pekik Ama di seberang telepon. “Pokoknya Ama sayang sama Mas Rion. Muachhhh!”“Ma– … lah, kok, dimatiin?” Orion melihat layar ponselnya dengan bingung. Namun, sedetik kemudian bibirnya melengkung tipis sambil menggelengkan kepala. “Istriku ini emang suka lupa diri, kalau udah seneng,” sambungnya.Setelah telepon usai, kini Orion terdiam di dalam mobil sendirian. Sementara perjalanan ke rumah perkiraan masih 10 menit lagi sehingga fokusnya kembali pada Azura. Lelaki itu jelas mengingat akan ucapan wanita paruh baya tadi. Katanya, Azura memiliki riwayat penyakit jantung lemah. Jujur, Orion merasa terganggu. Sebagai sesama manusia yang diciptakan oleh Allah, mereka jelas diajarkan untuk saling tolong-menolong. Jadi, apa yang dilakukannya hari ini tidaklah salah. Walaupun demikian, Orion masih saja kepikiran kondisi Azura. Bagaimanapun, wanita itu jatuh pingsan setelah didorong olehnya. Karena itul
Orion langsung menepis tuduhan Erik. “Amit-amit jabang bayi! Mana mungkin aku sampai selingkuh, Pah. Buat dapatin Amal aja aku harus melakukan berbagai macam cara. Ya, kali aku sampai selingkuh. Gak punya otak kali aku, Pah!” ujarnya menggebu-gebu.Suara tawa Erik yang tergelak di seberang telepon segera menyambut telinga Orion. “Santai aja, Nak! Gak usah ngegas gitu,” ucap Erik sambil menahan tawa di seberang telepon. “Lagian, lelaki sejati pasti tidak akan pernah menduakan istrinya. Ingat, Rion! Secantik-cantiknya perempuan di luar sana, jauh lebih cantik istri yang sedang menunggu suaminya pulang kerja. Jadi, jangan pernah terpedaya oleh wanita manapun!”Orion membenarkan. Sebisa mungkin, ia selalu menjaga pandangannya dari wanita di luaran sana, ada Ama yang jauh lebih mencintainya, membutuhkannya, juga rela menjadi pembangkang untuk traumanya sendiri hanya untuk bisa memiliki buah hati.Bagi Orion, Amalthea adalah segalanya dan tidak akan pernah tergantikan oleh wanita manapun.