Kenapa kamu nolak ngasih nomor kamu ke Bobi, sih, Rin?” Ameera yang mendengar cerita Kiki merasa tidak habis pikir. Kesempatan ada di depan mata, tetapi anaknya malah bersikap jual mahal. Apa bukan bodoh namanya, kalau begitu.Wanita paruh baya itu menghela napas, kemudian kembali melanjutkan ucapannya, “kamu tau, kan, kondisi kita sekarang kayak gimana, Rin? Kita miskin! Masa iya kamu gak mikir ke sono.”“Tapi, Ma. Karina cintanya cuma sama Mas Rion,” elak Karina. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain karena terus diceramahi ibunya. “Lagian, Mas Bobi juga gak mungkin tertarik sama aku!”“Rion lagi Rion lagi. Apa kamu lupa penolakannya kemarin?” Ameera ingin sekali membenturkan kepala si anak supaya ingat tentang penolakan Orion tempo dulu. Ia kemudian memegang kedua bahu anaknya dengan tatapan memohon.“Karina, please! Kamu itu cantik, pandai, juga berpendidikan. Jadi, jangan pernah stuck hanya pada satu lelaki,” pinta Ameera dengan sangat. “Kalau memang lelaki itu mencintaim
“Gila kamu, Rin. Gak, ah.” “Kok gitu, sih? Bukannya kemarin kamu bilang mau bantuin aku. Kenapa sekarang malah gak mau?” Karina kini tengah berada di cafe bersama seorang temannya. Ia sengaja mengajak bertemu Wenny untuk membahas masalah perdukunan kemarin. Namun, ketika mereka bertemu, si teman justru menolak memberi bantuan.“Kamu gak bisa gitu dong, Wen!”“Bukan gitu, Rin. Aku tuh sekarang udah tobat pakai begituan. Gak baik juga.” Ada ketakutan dalam setiap ucapan Wenny.Karina tidak langsung percaya begitu saja, apalagi ketika wajah Wenny yang tampak linglung seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Ia pun semakin curiga hingga menguliknya. “Kasih tau dulu alasan kamu gak mau bantuin aku!” tuntutnya.Wenny menghela napas. Ia sedari tadi berusaha untuk bungkam, tetapi Karina terus mendesaknya. Akhirnya, ia pun mau buka mulut. “Aku kapok main dukun begitu, Rin.”“Why?”“Kamu gak tau yah, kalau apa yang kamu dapatkan dari jalan hitam tidak selamanya baik. Apalagi, kita juga
“Mas, kamu kenapa?” tanya Ama kaget ketika sang suami menubruk dirinya yang sedang berjalan. Untung saja mereka tak sampai jatuh ke tanah, bisa gawat nanti.“Sorry, Sayang. Ini sepatuku ternyata talinya belum diikat dengan benar.” Orion tersenyum minta maaf. “Tapi, kamu gak apa-apa, kan? Apa ada yang luka?” tanyanya kemudian sambil memeriksa keadaan sang istri. “Maaf, yah, aku gak sengaja.”Ama mengangguk. “Aku gak apa-apa, kok, Mas. Yaudah, kamu ikat dulu tali sepatu kamu. Biar aku tunggu di sini,” tuturnya perhatian.Orion pun kemudian mengikat tali sepatunya. Setelah selesai, ia pun menggandeng tangan sang istri dan membantu membawa keranjang makanan untuk di taruh di bagasi mobil. “Pelan-pelan, Sayang,” ujarnya sambil memegang bagian atas pintu agar Ama tidak terpaduk badan mobil..“Makasih, Mas.”Orion kemudian duduk di samping Ama, sedangkan sang supir mulai membawa mobil mereka untuk keluar halaman kediaman keluarga Thea. Tujuanya adalah Panti Asuhan Kasih Cinta, tempat di man
Orion baru saja tiba di taman setelah mengambil makanan untuk sang istri. Namun, keningnya langsung mengernyit ketika melihat Ama sedang bersama orang lain, bahkan mereka terlihat akrab. Lelaki itu pun menghampiri dua orang itu.“Hei, Jagoan. Apa yang sedang kamu lakukan? Hm.” Ama menyerahkan satu kotak makanan kepada Am yang sudah dibukanya. Sementara dirinya menatap anak lelaki itu dengan pandangan menyelidik. “Kamu lagi godain istriku, yah?”“Makasih, Mas. Kamu udah makan?” tanya Ama yang dijawab senyuman oleh Orion. “Kalau gitu kita bareng aja?” lanjutnya karena ia tahu sang suami belum makan.“Oh, hai, Paman Baik.” Suara anak kecil itu membuat Orion segera mengurungkan niat menjawab pertanyaan sang istri. “Kamu ngapain di sini?” tanyanya lagi pada si anak kecil.Anak kecil yang bernama Beni itu segera mencium punggung tangan Orion. Ia tahu jika lelaki itu adalah orang yang selama ini sudah berbaik hati menyisihkan hartanya untuk panti asuhan yang ditinggalinya. “Ini, Paman. Kaka
Tak mau memusingkan ucapan Orion, Ama kemudian menjelaskan maksud dan tujuan dari ucapannya. “Jadi gini, Mas. Ketika besok kamu mau memberikan bantuan kepada panti asuhan itu, aku bakalan nambahin sedikit.”“Serius?” Orion menatap Ama dengan shock. Ama mengangguk. “Sebenarnya aku udah ada beberapa tempat yang sering aku bantu. Tapi, nambah satu lagi juga aku malah seneng. Seenggaknya, aku ingin bisa berguna bagi orang lain, Mas.”Ama menghela napas sambil memainkan ujung kukunya. “Lagian, aku yakin Ayah juga bakalan setuju dengan rencanaku ini!” Akhirnya, bibir itu mengulas senyum. Lelaki yang ada di kursi samping seketika merasa terharu hingga membawa tubuh Ama ke dalam pelukan. “Masya Allah! Terima kasih, Sayang!” Dikecupnya kening sang istri lama.Setelah itu, ia menyatukan kening mereka. “Ayah pasti senang banget punya putri cantik dan sebaik kamu, Sayang. Ayah juga bakalan berterima kasih sama kamu karena harta yang selama ini dia cari bisa digunakan untuk berbuat hal yang bai
“Bahkan satpam pun tidak berjaga malam ini. Apa mereka semua sedang mengerjaiku?” Orion mendengkus melihat bagaimana gedung kantornya yang kosong melompong, bahkan satu security pun tidak ada.Merasa tidak berguna jika hanya ngoceh sendiri, akhirnya Orion memutuskan untuk menghubungi sang sekretaris. Namun, hingga panggilan ketiga belum juga diangkat membuat lelaki itu makin jengkel.“Ini si Didi ke mana, sih? Apa itu orang bener-bener lagi ngerjain aku?” Sambil berkacak pinggang, Orion memunggungi jalan. Lelaki itu sengaja menghadap ke arah kaca, bukan untuk melihat penampilannya, melainkan menghindar dari kegelapan yang disajikan. Walaupun keadaan di jalan depan ramai dan terang, tetapi jika berdiri di depan gedung kosong, serta gelap sendirian tentu saja membuat siapapun merinding, termasuk Orion.“Halo, Bos,” sapa Didi di seberang telepon.“Kamu di mana? Bukankah kamu bilang kita ada rapat? Terus, kenapa lampu-lampu di kantor pada mati? Dan, ke mana semua penjaga malam ini? Apa k
“Mas, ih! Udah, ah!” Ama terkikik sambil menarik tangan suaminya. Wanita hamil itu tidak mau jika sampai ada yang koid di dalam mobil. Gak lucu, dong, kalau acara ulang tahun Orion berubah menjadi ajang pertarungan antar sahabat? Mau jadi apa dirinya jika sampai itu terjadi.“Tapi, Mal! Itu si Han nyebelin banget,” adu Orion pada sang istri. Ia masih memandang sinis Farhan yang kini tengah terbatuk di depan. “Udah, ya, Sayang! Sabar … tarik napas … terus, keluarkan lewat mulut.” Ama mengusap punggung suaminya perlahan. “Gak usah marah-marah terus. Malu sama anak kita, Mas!”“Noh, istrimu aja tahu, kalau suaminya malu-maluin!” celetuk Farhan dari depan.“Ngomong apa kamu barusan?” Orion hendak kembali mendekati si teman, tetapi dicegah oleh sang istri.“Mas!” Ama menggeleng sambil terkikik. “Kalian ini udah gede, lho. Kenapa masih aja bertingkah seperti anak TK yang rebutan cilok,” sindirnya kemudian.“Mal, bagai–” “Mal-Mal-Mal … woi, Han Jelek! Itu panggilan khusus buat istriku se
“Lo gak nyusulin istri lo, Bray?” Wajah Kirun yang biasanya tampak cengengesan, kini hilang berganti menjadi Kirun si pemilik cafe yang cool. Pria itu, tidak tampak seperti orang yang hobinya bercanda ataupun memiliki beban dalam hidup. Kirun memang akan menempatkan diri sebagai orang lain, atau si mood booster dalam lingkup pertemanan mereka.Amalthea sendiri adalah nama yang tidak asing bagi 4 sekawan itu. Orion selalu berkabar akan progres kedekatan mereka dengan si doi. Itu dulu ketika masih zaman penjajakan. Kalau sekarang, Orion jarang nimbrung karena beberapa hal.Akan tetapi, Gino, Farhan, Kirun adalah sosok yang paling bahagia ketika mendengar kabar pernikahan Orion dan Ama. Walaupun mereka tidak bisa mengucapkan selamat secara langsung, tetapi ketiga pria itu tetap mengirimkan kado atas pernikahan Orion dan Ama.“Kalian gak apa-apa gue tinggal?” Orion melihat ketiga temannya, sedangkan Didi sudah pulang duluan karena ada perlu. Kini, hanya ada mereka berempat di ruangan itu