Hana tertawa garing dari seberang sana. "Kamu pikir dengan sebuah kata maaf semua selesai gitu aja? No, Ve! Kamu sama sekali tidak memahami apa itu arti persahabatan, dan arti pernikahan. Sama kayak si Firza berengsek itu! Bisa aja aku maafin kamu. Tapi, kekecewaanku sudah begitu besar. Kamu melakukan hal yang fatal! Kalaupun aku maafin kamu, semua tidak akan lagi sama. Tidak akan sama, Ve!" tegas Hana.Veronica tergugu mendengar apa yang Hana ucapkan. Ya, tentu tidak akan sama lagi, karena ia telah mengecewakan sahabat karibnya sendiri. "Tap–tapi kamu maafin aku, 'kan, Haan?" tanyanya dengan terus tergugu.Hana diam. "Han, aku mohoon. Aku nyesel, Haan ...." Veronica menangis terisak-isak."Nggak usah kamu minta maaf sama aku. Aku nggak butuh maafmu. Kamu urus aja pernikahan kamu itu! Aku nggak mau turut campur!" Klik!Biiiiibbb ....Hana menutup saluran teleponnya dengan sepihak. Dengan itu, tangisan Veronica pun pecah. Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Dirinya sangat-sangat men
Tidak lama berselang setelah saluran telepon dengan Nabila putus, gawai milik Zack tiba-tiba berdering.Tertera nama 'Mama' di layar benda segi empat tersebut.Zack pun menggeser logo telepon hijau di layar ponselnya itu. Setelah tersambung, pria itu pun menyapa, "Assalamualaikum, Ma.""Wa alaikumus sallam, Zack. Mama nelepon Ve nggak aktif hapenya," gerutu Yasmin dari seberang benua sana."Oh gitu, Ma? Mungkin sengaja dimatikan, soalnya Ve lagi nggak enak badan, Ma. Ini dia lagi tidur," jelas Zack kepada sang ibu mertua."Oh gitu. Pasti karena kehamilannya itu ya?" tanya Yasmin."Ya gitulah, Ma," sahut Zack tidak mau berpanjang lebar, "by the way, Mama sama Papa kapan kemari?" tanya pria tampan itu. Ia ingat, waktu itu Yasmin pernah bilang mau ke LA menjenguk Veronica yang sedang hamil."Nah, itu dia Mama mau kasih tahu kalian. Mama sudah pesan tiket pesawat kemarin. In syaa Allah lusa kami akan ke sana. Kami nginap di hotel biasa," jawab Yasmin apa adanya."Oke, Ma. Mama kirim aja j
Veronica tidak berhasil membujuk Zack untuk kembali bekerja di Bekasi. Padahal itu adalah alasan sang istri agar ia mempunyai lebih banyak waktu untuk berkompromi dengan Andrew. Ia ingin membujuk Andrew agar melepaskan dirinya. Sayangnya Zack tidak mau mengikuti apa yang ia inginkan. Wanita itu pun memegang kepalanya yang terasa semakin berdenyut. "Ah, bagaimana ini? Berengseeek ...!" bisiknya pada diri sendiri. Veronica merasa frustrasi.***"Gimana kabar kamu dan kandunganmu ini, Nak?" tanya Yasmin ketika dirinya dan Surya sudah sampai di rumah sang putri kesayangan."Iya, Mamamu bilang kemarin lusa kamu sakit?" sambung Surya terlihat cemas."Alhamdulillah, baik, Ma ... Pa. Nggak usah khawatir. Aku janji, di kehamilan kali ini bakal benar-benar menjaganya. Umurku sudah tiga puluh satu, aku nggak mau kalau ini gagal lagi," tutur Veronica sembari meletakkan teko dan cangkir-cangkir teh hangat di depan kedua orang tuanya itu.Zack hanya tersenyum di tempat duduknya."Baguslah. Mama de
"Kamu sudah aku peringatkan dari dulu, Ve. Kamu saja yang nekat. Akhirnya Zack marah, 'kan ...." Terdengar helaan napas berat dari seberang telepon sana."Ya, kamu sudah mengingatkan aku. Tapi, kamu tahu, Steve. Aku terpaksa melakukan itu. Waktu itu aku sibuk sekali, sementara dengan tidak berhasilnya pembuahan dengan ovum-ku berkali-kali, aku jadi tidak ada pilihan lain. Lagipula jika aku berterus-terang kepada Zack atau Nabila, aku yakin mereka tidak akan menyetujuinya. Mereka baru kenal banget waktu itu," keluh Veronica panjang lebar menjelaskan duduk permasalahan mengapa sampai ia melibatkan Steve untuk kebohongannya dulu."Hhhh ... sudahlah. Semua sudah telanjur basah. Jadi, hanya Zack yang sudah mengetahui hal itu? Bagaimana dengan Nabila sendiri?" tanya sang dokter dengan rasa penasaran."Dia masih belum tahu kalau bayi yang dia kandung dan pelihara selama ini adalah anak kandungnya sendiri." Veronica tersenyum sinis dan miris."Kenapa tidak kalian beritahu?" tanya Steve lagi d
Veronica kontan bangkit dari duduknya ketika melihat siapa yang datang. "Mm–Ma ... Pa ...?" sapanya gugup.Ternyata itu adalah Yasmin dan Surya yang singgah."Apa kami mengganggu?" tanya Surya melihat ke arah Andrew yang juga menyusul bangkit berdiri."No ... no, Pa ... Ma. Kenalkan, ini salah satu investorku, Andrew!" seru Veronica memperkenalkan Andrew kepada kedua orang tuanya. Hatinya merasa gugup sekali karena kedatangan kedua orang tuanya yang tiba-tiba. Ia lantas berjalan maju ke arah sofa di ruang tersebut."Andrew McLewis," ucap Andrew menyebutkan namanya sambil mengulurkan telapak tangan ke arah kedua orang yang baru saja datang ke ruangan tersebut.Surya dan Yasmin lalu menyambut uluran tangan Andrew yang terarah kepada mereka. Surya hanya tersenyum tipis. Sementara Yasmin menatap pria tampan di hadapannya dengan sorot mata menyelidik. Entah mengapa ia merasa tidak senang. Karena baru saja mendengar sang putri mengucap kata kasar di hadapan pria itu ketika tadi mereka datan
"Oke, Max. Aku sudah on the way," ujar Zack di saluran telepon selulernya.Dua hari yang lalu Max sudah memberitahu Zack kalau pria berjanggut tebal itu sudah sampai di Los Angeles. Hari ini mereka janjian untuk bertemu di sebuah food court.Sesampainya di lokasi yang telah disepakati, Zack melebarkan senyumnya ketika matanya berserobok dengan sang sahabat. "Hi, Bro!" sapanya riang.Max menyambut jabatan tangan Zack dan membalas senyuman pria itu. "Akhirnya sampai juga setelah setengah abad aku menunggu," sindir Max kepada sahabatnya itu."Hahahaaa! Bisa aja kamu. Sorry, tadi aku sedang rapat di kantor," ucap Zack seraya mendudukkan bokongnya ke sebuah kursi di seberang Max."Di sini kamu lebih sibuk daripada di Bekasi, heh?" tanya Max sembari jemarinya berisyarat memanggil seorang waitress."Nggak juga, Max. Di sana juga aku sibuk karena merintis perusahaan cabang baru. Hanya saja kita lebih sering bertemu, jadi tidak begitu terasa, iya, 'kan?" bantah Zack.Max cuma mencebik dan mena
'Ya, Allah .... Dengan siapa Ve bermain api?' tanya Zack di dalam hati. Jantungnya bergemuruh sangat kencang. Ia benar-benar tidak percaya dengan pendengarannya saat ini."Darling, ayolah ... kita bicara lagi mengenai hal ini. Aku bisa bersabar dengan rasa cemburuku kepada suamimu itu."Kedua alis Zack bertautan hingga matanya memicing berusaha menajamkan telinga. 'Suara siapa ini?' bisik hatinya sendiri. Rasanya ia ingin memaki pria yang ada di seberang sana karena terus-terusan menyebut mesra sang istri dengan sebutan 'Darling'. Namun, dirinya harus menahan diri.Zack ingin memastikan, siapa sebenarnya pria yang mempunyai hubungan spesial dengan istrinya itu. Pria tersebut tidak mengenal suara Andrew dari saluran telepon itu. Ya, karena dia memang tidak begitu mengenal sosok Andrew selama ini. "Ve, aku tidak bisa berpisah dengan kamu. Please, kamu pahami aku. Aku bukannya ingin membuatmu susah dan bersedih. Aku tidak menuntut banyak, Darling ... aku nggak masalah meski kita hanya s
Ketika Zack sampai di depan pintu apartemen Max, pria itu pun langsung menekan bell. Tidak butuh waktu lama, pintu pun terbuka. Tanpa ba-bi-bu, Zack langsung melangkah masuk hingga membuat Max terheran-heran."Buset ni orang. Main nyelonong aja," omelnya pada sang sahabat.Yang dikomentari seakan tidak ambil pusing. Ia langsung mengambil posisi dan menghempaskan bokongnya ke atas sofa dan menyandarkan punggung serta kepalanya di senderan kursi empuk itu. Zack mengembuskan napas dengan kasar.Melihat sang sahabat yang tampak gusar dan berwajah kusut itu, Max berjalan menuju lemari es kecilnya yang khusus untuknya menyimpan makanan kecil dan minuman ringan di sana. Ia meraih dua buah kaleng minuman dari box kecil berhawa dingin tersebut. Setelah itu, ia mendekat ke sofa dan pria berjanggut tebal itu pun meletakkan sebuah kaleng cola ke hadapan Zack. "Minum," ucap Max mempersilakan, lantas ia membuka kaleng satunya untuk diri sendiri dan meneguk isinya sembari mendaratkan bokong ke sof
Nabila melirik sebentar ke arah Zack. Ia sama sekali tidak mau menyahuti. Wanita muda itu lalu menoleh ke arah Hana dan mengulurkan tangan sembari meringis kesakitan."Kamu nggak apa-apa, Nabila?" tanya Hana cemas seraya membantu memapah adiknya."Sakit, Kaak ...," rengek wanita muda itu sembari bangkit perlahan."Zayn ...." Tiba-tiba Zack tersadar akan putra kecilnya yang terlihat khawatir pada ibunya itu. Zayn menoleh ke arah ayahnya. Ia terlihat tengah mengingat-ingat. "Dad ... Daddy ...," ucapnya ketika ingatannya mulai terbuka. Zack tersenyum, kemudian memeluk putra kecilnya itu dengan perasaan membuncah dan penuh keharuan. Ia sangat merindu."Kaaak ...!" Tiba-tiba Nabila kembali merengek pada Hana.Zack menoleh ke arah Nabila dan pandangan matanya mengikuti pandangan wanita muda itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat air bercampur darah yang mengalir ke lantai."Nabila! Kita mesti ke UGD!" ujar Hana panik, "Zack, tolong panggil perawat!" suruhnya pada Zack."O–oke!" Zack den
"Pak, cepat ya!" seru Zack kepada supir mobil taksi yang ia tumpangi. Sungguh hatinya merasa gelisah karena sudah tiga hari ini—sejak ia sampai di LA dan bahkan sampai kembali ke Indonesia— handphone Nabila tidak bisa dihubungi. Ia yakin Nabila saat ini kembali menghindar darinya. Bahkan ia tahu dari Max, kalau wanita muda itu kini sudah tidak lagi berada di rumah mereka. "Baik, Mister. Saya usahakan!" jawab sang supir sembari memutar roda mobil, kemudian membawa kendaraan itu keluar dari area parkir airport. Arus lalulintas di jalanan terlihat ramai lancar.Tak berapa lama kemudian terdengar suara dering ponsel milik Zack. Pria itu lekas merogoh benda segi empat tersebut dari saku jaket kulitnya. Tertera nama Max di sana."Ya, Max! Aku sudah sampai di bandara Soetta dan sekarang lagi on the way pulang ke Bekasi," jelas Zack kepada sang sahabat."Oh, iya. Gimana? Nabila sudah bisa dihubungi?" tanya Max. Semenjak Zack tidak bisa menghubungi kontak sang istri, ia mengerahkan siapa saja
"Gimana, sudah ada kabar?" Zack saat ini sedang dalam panggilan telepon dengan sahabatnya, Max. Tadi pria itu menghubungi Max untuk mencarikan chanel jet pribadi, agar ia bisa terbang menuju ke Amerika sesegera mungkin. Ia sangat khawatir akan kesehatan bayi kecilnya di rumah sakit."Oke, Bro. Sudah dapat, adikku selalu bisa diandalkan kalau soal ini," sahut Max dari seberang sana."Bagus. Aku sangat berterima kasih kepada kalian.""Jangan lebay!" Max mencandai Zack. "Ya sudah, kamu cepat ke bandara. Pilot sudah menuju ke sana.""Ok, Max. Thanks! Aku akan segera ke sana." Zack pun menutup teleponnya. "Gimana?" tanya Jennifer kepada putranya. Wanita tua itu jelas ingin sama-sama ikut ke Amerika."Sudah siap, Mom!" sahut Zack.Yasmin dan Surya sudah pulang ke rumahnya tadi. Mereka juga hendak bersiap-siap untuk berangkat dan melihat keadaan cucu kesayangan yang sedang sakit itu secara langsung.Zack terlihat memainkan ponselnya lagi. Ketika tersambung ...."Hallo, Pa. Jetnya sudah siap
Mendengar permintaan Nabila, Zack terpaku menatap nanar ke arah wanita muda itu. Tubuhnya terasa kaku seketika dan lidahnya pun kelu. Ia sudah mengira akan begini jadinya."Tidaaak ... tidak, Zack!" Yasmin menghambur ke arah menantunya sembari menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Air matanya kini telah mengalir deras menganak sungai, "tolong kalian jangan bercerai ....""Yasmin!" Tiba-tiba terdengar selaan suara Jennifer memanggil besan wanitanya dari muka pintu.Sontak semua orang menoleh ke arah sumber suara. Zayn tidak lagi berada bersamanya karena ia telah meletakkan balita kecil yang telah tidur nyenyak tersebut di ranjang di kamarnya."Jangan pengaruhi putraku lagi. Kamu tidak lihat apa yang telah anakmu perbuat, heh?" ujar Jennifer dengan suara yang datar tetapi begitu penuh penekanan. Ia jelas marah dengan perselingkuhan Veronica.Surya hanya terdiam di sana. Ia mewajarkan jika Nabila dan Jennifer bersikap seperti itu. Apa yang dilakukan putri tunggalnya itu meman
"Di–di ... dia ...." Nabila tergagap di sana dengan wajah yang kini telah basah karena air mata. "Kamu kenapa, Nabila?" tanya Jennifer panik sembari meraih cucunya dan dengan cepat memegang bahu Nabila yang saat ini terlihat aneh. Nabila terlihat pucat dan bibirnya gemetar di sana. "I–itu ...." Dahi Jennifer berkerut kencang melihat ke arah ponsel yang dilirik oleh Nabila. Dengan cepat wanita tua itu meraih benda segi empat tersebut sambil menggoyang-goyangkan badannya berusaha menenangkan sang cucu yang merengek di gendongannya. Akhirnya Zayn tampak mulai tenang dan hendak kembali tidur di dekapan sang nenek.Nabila terduduk di ranjang Zayn dengan wajah yang masih pias. Ia tertunduk sembari menyusut kedua matanya yang basah. Wanita muda itu terlihat sangat shock.Sementara Jennifer, ia membuka ponsel Zack yang layarnya memang sudah berada di perpesanan WA. Dengan cepat ia memutar video yang ada di sana. Betapa terkejutnya Jennifer melihat apa yang ada di video tersebut. Kedua mata
Hari ini Yasmin dan Surya mengunjungi rumah Zack juga Nabila. Mereka baru saja selesai makan malam bersama. Surya sudah diberitahukan oleh sang istri kalau sebenarnya Zayn bukanlah cucu mereka. Bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali.Akan tetapi, Surya memutuskan untuk bersikap bijak. Ia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Zayn adalah putra dari Zack, menantunya. Itu cukup mengartikan kalau Zayn sama saja dengan cucunya sendiri.Setelah berkomunikasi dengan sang suami, Yasmin merasa lebih lega. Pandangan suaminya sedikit banyak ikut mempengaruhi pikirannya yang tadinya terasa kusut dan runyam. Selama ini ia tidak menyukai Nabila, karena dianggap sebagai duri dalam rumah tangga putrinya. Akan tetapi, ia tidak sanggup untuk membenci Zayn. Dirinya sudah telanjur sayang, bahkan ia merasa rindu untuk selalu bertemu balita kecil tersebut."Zayn tetaplah cucu kami," ucap Surya sembari tersenyum hangat kepada semua orang, "kami menyayangi Zayn sama seperti kepada Thomas," lanjutnya.Zack
Zack pulang kerja cukup larut, pukul 22.05 WIB. Banyak hal yang mesti dia kerjakan tadi di kantor. Meskipun memang sebenarnya semua sudah selesai di pukul 20.00 tadi, tetapi pria itu memutuskan untuk lebih lama berada di tempat kerjanya. Hal itu karena ia merasa pikirannya sedang kalut dan tidak nyaman dengan keadaannya bersama sang istri keduanya saat ini.Ya, sejak Nabila marah kepadanya, pria itu selalu kepikiran. Ia khawatir kalau wanita muda itu kembali pergi darinya. Zack masuk ke dalam kamarnya. Kemudian ia membuka jas dan kemeja kerjanya, lalu meraih handuk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai mandi, pria itu keluar. Ia tertegun sebentar di ambang pintu kamar mandi, karena ternyata ada Nabila yang tengah duduk di pinggir tempat tidurnya sekarang."Mmm, Zack ... kamu mau langsung istirahat ya?" tanya Nabila tampak kikuk."Iya. Ada apa, Nabila?" tanya sang suami heran."Oh, ya udah. Aku juga mau tidur. Besok aja," ujar Nabila sembari ban
"Ada apa kalian ini?" tanya Jennifer ketika menyadari kalau sepasang suami-istri di hadapannya tidak saling bicara satu sama lain. Hanya Zack yang tadi ia lihat mencoba mendekati sang istri ketika Nabila menyiapkan sarapan. Namun, wanita muda itu terlihat menghindar dan tidak mau menyahuti sang suami. Itu membuat Jennifer heran.Nabila masih diam sembari mengunyah makanannya dan juga membantu Zayn makan di tempatnya. Sementara Zack hanya melirik ke arah wanita muda itu."Nabila sudah tahu soal Zayn, Mom," jawab Zack datar, tetapi hatinya diselimuti rasa bersalah."Oh, jadi kamu sudah bicara?" tanya Jennifer memastikan, "bagus kalau begitu. Bukannya Nabila memang sudah dari dulu menganggap Zayn sebagai anak sendiri?""Tapi kenapa baru memberitahuku sekarang, Mom? Aku nggak terima selama ini Zack membohongiku sampai lebih dari dua tahun," sahut Nabila tidak terima."Nabila, maafkan aku ...," ucap Zack untuk ke sekian kalinya. Nabila mendengkus tak suka. Lantas ia bangkit berdiri, lalu
"Itu ...? Itu apa?" tuntut Nabila dengan raut penasaran.Zack mendekat dan duduk di samping Nabila. Ia meraih telapak tangan sang istri dengan degup jantung yang tidak keruan. "Nabila, sebenarnya ...."Wanita muda di hadapan Zack itu bersiap menyimak apa yang akan di sampaikan oleh sang suami. Sentuhan dari sang suami membuat darahnya sedikit berdesir hangat karena sudah cukup lama mereka tidak bertemu dan melakukan kontak fisik, tetapi dirinya berusaha mengabaikan rasa itu. Dengan melihat gelagat Zack yang mencurigakan seperti ini, Nabila merasa cemas dan muncul ketakutan tersendiri di lubuk hatinya. "Sebenarnya apa? Zack, kamu jangan buat aku khawatir!" tegas Nabila yang kini terlihat mulai kesal."Nabila, Zayn itu ... dia sebenarnya adalah anak kamu," jawab Zack dengan suara lirih, tetapi cukup jelas terdengar oleh telinga Nabila.Wanita muda di hadapan Zack mendengkus dan tertawa kecil. Ia heran dengan perkataan sang suami. "Zayn memang anakku!" serunya. Di dalam hatinya curiga ka