'Ya, Allah .... Dengan siapa Ve bermain api?' tanya Zack di dalam hati. Jantungnya bergemuruh sangat kencang. Ia benar-benar tidak percaya dengan pendengarannya saat ini."Darling, ayolah ... kita bicara lagi mengenai hal ini. Aku bisa bersabar dengan rasa cemburuku kepada suamimu itu."Kedua alis Zack bertautan hingga matanya memicing berusaha menajamkan telinga. 'Suara siapa ini?' bisik hatinya sendiri. Rasanya ia ingin memaki pria yang ada di seberang sana karena terus-terusan menyebut mesra sang istri dengan sebutan 'Darling'. Namun, dirinya harus menahan diri.Zack ingin memastikan, siapa sebenarnya pria yang mempunyai hubungan spesial dengan istrinya itu. Pria tersebut tidak mengenal suara Andrew dari saluran telepon itu. Ya, karena dia memang tidak begitu mengenal sosok Andrew selama ini. "Ve, aku tidak bisa berpisah dengan kamu. Please, kamu pahami aku. Aku bukannya ingin membuatmu susah dan bersedih. Aku tidak menuntut banyak, Darling ... aku nggak masalah meski kita hanya s
Ketika Zack sampai di depan pintu apartemen Max, pria itu pun langsung menekan bell. Tidak butuh waktu lama, pintu pun terbuka. Tanpa ba-bi-bu, Zack langsung melangkah masuk hingga membuat Max terheran-heran."Buset ni orang. Main nyelonong aja," omelnya pada sang sahabat.Yang dikomentari seakan tidak ambil pusing. Ia langsung mengambil posisi dan menghempaskan bokongnya ke atas sofa dan menyandarkan punggung serta kepalanya di senderan kursi empuk itu. Zack mengembuskan napas dengan kasar.Melihat sang sahabat yang tampak gusar dan berwajah kusut itu, Max berjalan menuju lemari es kecilnya yang khusus untuknya menyimpan makanan kecil dan minuman ringan di sana. Ia meraih dua buah kaleng minuman dari box kecil berhawa dingin tersebut. Setelah itu, ia mendekat ke sofa dan pria berjanggut tebal itu pun meletakkan sebuah kaleng cola ke hadapan Zack. "Minum," ucap Max mempersilakan, lantas ia membuka kaleng satunya untuk diri sendiri dan meneguk isinya sembari mendaratkan bokong ke sof
"Angkatlah telepon istrimu itu!" suruh Max kepada Zack, ketika untuk sekali lagi ia mendengar dering ponsel sahabatnya yang tidak mau berhenti."Hhhhg ...." Zack hanya mendengkus kesal di tempat duduknya.Akhirnya gawai tersebut berhenti bersuara. Max bisa membayangkan bagaimana perasaan Veronica yang bingung dan mungkin cemas karena sang suami masih tidak mau menjawab panggilan telepon untuk ke sekian kalinya itu."Setidaknya kamu chat dia. Nanti dia malah curiga sama kamu," pungkas Max lagi.Zack mengernyitkan dahinya. "Menurutmu begitu?"Max mendesah bosan dengan pertanyaan absurd sahabatnya.Akhirnya Zack meraih ponsel itu dari atas meja. Ia berpikir, benar juga apa yang Max katakan. Nanti Veronica malah curiga kalau ada apa-apa dengan dirinya. [Aku di kantor, lembur. Besok aku pulang,] pesan Zack tanpa basa-basi kepada sang istri. Kemudian ia langsung mematikan power benda segi empat tersebut. Ia malas menjawab, jika Veronica nanti kembali meneleponnya."Sudah!" seru Zack kepada
"Kyaaaaa!" Veronica berteriak kaget karena kejadian pemukulan tersebut. Wanita itu benar-benar terkejut dengan kedatangan Zack yang tiba-tiba. Ia pun bangkit dari duduknya dengan tubuh yang gemetar ketika melihat sang suami dengan membabi buta memukuli Andrew.Namun, tiba-tiba Zack terdorong dan terjungkal jatuh karena Andrew menendang tubuhnya agar menjauh. Dengan segera pria itu bangkit dan membalas pukulan ke arah Zack sehingga melukai pelipis pria itu. Zack juga tidak mau kalah dan melawan, lalu akhirnya menguasai perkelahian. Ia kembali memukuli Andrew tanpa ampun sampai-sampai ada beberapa orang yang menarik tubuhnya hingga mundur beberapa langkah. Napas pria itu terlihat memburu sehabis menonjok dan menendang Andrew."Apa-apaan Anda berdua ini? Kalau mau ribut jangan di sini!" seru seseorang yang sepertinya adalah orang yang bertanggungjawab di kafe tersebut.Max mendekati sang sahabat dan bersiaga. Ia tidak mau menolong, bukan karena tidak loyal. Namun, ia tahu, Zack tidak bu
Dua hari berselang dari kejadian perkelahian tersebut, Zack masih menginap di apartemen Max. Pria itu terpaksa membeli beberapa helai pakaian untuk ganti sebab masih tidak mau kembali ke rumahnya. Ia juga tidak ingin bertemu dengan Veronica. Hatinya sungguh-sungguh sedih karena kekecewaan yang begitu besar kepada sang istri."Jadi apa rencanamu ke depan, Zack?" tanya Max sembari bersandar di sofa ruang tamu apartemennya. Begitu juga Zack. Pria tersebut hanya berbaring di sofa itu dengan pandangan menerawang ke langit-langit. Sekembalinya dari Kafe Melody dua hari lalu, ia sudah puas menangis karena perasaan yang hancur karena pengkhianatan istrinya. "I don't know," jawab Zack masih menatap kosong ke atas.Max menghela napas panjang. "Apa kamu akan menceraikan Veronica?""Menurutmu aku mesti bagaimana?" Zack menoleh ke arah Max meminta pendapatnya.Max mencebik dan menaikkan alisnya. "Kamu jangan tanya aku. Kalau aku di posisimu, sudah jelas aku bakal menceraikannya," jawabnya dengan
Hari ini Zack ke kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum ia berangkat ke Indonesia. Pria itu juga ingin menyampaikan kepada asistennya kalau kali ini ia belum mengetahui kapan akan kembali. Bisa dalam waktu dekat, bisa juga lama. Karena ia ingin menenangkan pikiran agar bisa berpikir jernih dalam hubungannya dengan sang istri pertama.Padahal ia tadinya menyangka kalau Veronica tidak akan mencarinya lagi di kantor karena sudah empat hari dia tidak masuk. Nyatanya Zack salah, sang istri kembali mendatangi kantornya. Ketika pukul sepuluh, ia sudah melangkah hendak pergi dari kantor itu. Akan tetapi–"Zack! Akhirnya kamu datang ... aku cari kamu ke mana-mana ...."Zack terkesiap. Di saat ia membuka pintu, ternyata Veronica sudah berada di depan matanya. Kembali bayangan genggaman tangan mesra sang istri dengan investornya terbayang-bayang di pelupuk mata pria itu. Namun, ia merasa terenyuh ketika melihat wajah pucat Veronica di sana. Lingkaran hitam terlihat jelas di sekita
"Hi, Baby Boy ... I miss you so bad!" Zack meraih Zayn dari gendongan Nabila ketika ia telah sampai di muka pintu ruang tamu rumahnya di Bekasi. Pria itu memeluk dan menciumi kedua pipi gembil sang putra kesayangan dengan perasaan yang penuh kerinduan.Kemudian pria itu juga memeluk dan mengecup pelipis sang istri muda dengan perasaan rindu yang berbeda. Entah mengapa di hatinya juga muncul perasaan sedih, teringat Veronica yang telah berkhianat. Bibir Nabila berkedut-kedut. Ia menatap lekat ke arah sang suami. Jujur saja, wanita muda itu pun merasakan kalau hatinya kini begitu membuncah ketika melihat kedatangan suami setelah hampir satu bulan meninggalkan dirinya di kota itu. Selama ini ia berusaha mengabaikan perasaan itu, tetapi justru rasa tersebut semakin mendalam. Ya, dirinya pun ternyata tengah merindu.Wanita muda itu menautkan kedua alisnya ketika melihat kejanggalan di raut wajah serta gelagat sang suami. Zack terlihat tidak bersemangat seperti biasanya. Wajah itu terlihat
Melihat Nabila yang juga menikmati sentuhan darinya. Hal itu membuat Zack tersenyum bahagia. Artinya sang istri muda sudah mau menerimanya."Nabila ... boleh ...?" Zack menatap ke arah sang istri yang sama-sama telah dikuasai oleh gairah yang membumbung tinggi.Nabila mengangguk pelan dengan sorot yang penuh harap.Keduanya pun menghabiskan malam itu dengan berbagi keringat, desah, dan juga erangan penuh kenikmatan.***"Jadi, kamu kali ini bakal lama di sini?" tanya Max memastikan."Rencananya sebulan aku bakal di sini, Max," jawab Zack atas pertanyaan sang sahabat. Saat ini keduanya sedang berada di ruang kerja Zack di kantor cabang perusahaannya di Bekasi, "kamu kelihatan senang, Bro!" sindirnya ketika melihat raut cerah Max di hadapannya.Mendengar itu, Max langsung menyandarkan tubuhnya ke senderan sofa dan mendesah pelan. "Aku bukannya senang dengan kesusahanmu yang sedang bermasalah dengan istri ... tapi aku senang, karena bakal bekerjasama dengan kamu lagi di sini. Karena kura
Nabila melirik sebentar ke arah Zack. Ia sama sekali tidak mau menyahuti. Wanita muda itu lalu menoleh ke arah Hana dan mengulurkan tangan sembari meringis kesakitan."Kamu nggak apa-apa, Nabila?" tanya Hana cemas seraya membantu memapah adiknya."Sakit, Kaak ...," rengek wanita muda itu sembari bangkit perlahan."Zayn ...." Tiba-tiba Zack tersadar akan putra kecilnya yang terlihat khawatir pada ibunya itu. Zayn menoleh ke arah ayahnya. Ia terlihat tengah mengingat-ingat. "Dad ... Daddy ...," ucapnya ketika ingatannya mulai terbuka. Zack tersenyum, kemudian memeluk putra kecilnya itu dengan perasaan membuncah dan penuh keharuan. Ia sangat merindu."Kaaak ...!" Tiba-tiba Nabila kembali merengek pada Hana.Zack menoleh ke arah Nabila dan pandangan matanya mengikuti pandangan wanita muda itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat air bercampur darah yang mengalir ke lantai."Nabila! Kita mesti ke UGD!" ujar Hana panik, "Zack, tolong panggil perawat!" suruhnya pada Zack."O–oke!" Zack den
"Pak, cepat ya!" seru Zack kepada supir mobil taksi yang ia tumpangi. Sungguh hatinya merasa gelisah karena sudah tiga hari ini—sejak ia sampai di LA dan bahkan sampai kembali ke Indonesia— handphone Nabila tidak bisa dihubungi. Ia yakin Nabila saat ini kembali menghindar darinya. Bahkan ia tahu dari Max, kalau wanita muda itu kini sudah tidak lagi berada di rumah mereka. "Baik, Mister. Saya usahakan!" jawab sang supir sembari memutar roda mobil, kemudian membawa kendaraan itu keluar dari area parkir airport. Arus lalulintas di jalanan terlihat ramai lancar.Tak berapa lama kemudian terdengar suara dering ponsel milik Zack. Pria itu lekas merogoh benda segi empat tersebut dari saku jaket kulitnya. Tertera nama Max di sana."Ya, Max! Aku sudah sampai di bandara Soetta dan sekarang lagi on the way pulang ke Bekasi," jelas Zack kepada sang sahabat."Oh, iya. Gimana? Nabila sudah bisa dihubungi?" tanya Max. Semenjak Zack tidak bisa menghubungi kontak sang istri, ia mengerahkan siapa saja
"Gimana, sudah ada kabar?" Zack saat ini sedang dalam panggilan telepon dengan sahabatnya, Max. Tadi pria itu menghubungi Max untuk mencarikan chanel jet pribadi, agar ia bisa terbang menuju ke Amerika sesegera mungkin. Ia sangat khawatir akan kesehatan bayi kecilnya di rumah sakit."Oke, Bro. Sudah dapat, adikku selalu bisa diandalkan kalau soal ini," sahut Max dari seberang sana."Bagus. Aku sangat berterima kasih kepada kalian.""Jangan lebay!" Max mencandai Zack. "Ya sudah, kamu cepat ke bandara. Pilot sudah menuju ke sana.""Ok, Max. Thanks! Aku akan segera ke sana." Zack pun menutup teleponnya. "Gimana?" tanya Jennifer kepada putranya. Wanita tua itu jelas ingin sama-sama ikut ke Amerika."Sudah siap, Mom!" sahut Zack.Yasmin dan Surya sudah pulang ke rumahnya tadi. Mereka juga hendak bersiap-siap untuk berangkat dan melihat keadaan cucu kesayangan yang sedang sakit itu secara langsung.Zack terlihat memainkan ponselnya lagi. Ketika tersambung ...."Hallo, Pa. Jetnya sudah siap
Mendengar permintaan Nabila, Zack terpaku menatap nanar ke arah wanita muda itu. Tubuhnya terasa kaku seketika dan lidahnya pun kelu. Ia sudah mengira akan begini jadinya."Tidaaak ... tidak, Zack!" Yasmin menghambur ke arah menantunya sembari menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Air matanya kini telah mengalir deras menganak sungai, "tolong kalian jangan bercerai ....""Yasmin!" Tiba-tiba terdengar selaan suara Jennifer memanggil besan wanitanya dari muka pintu.Sontak semua orang menoleh ke arah sumber suara. Zayn tidak lagi berada bersamanya karena ia telah meletakkan balita kecil yang telah tidur nyenyak tersebut di ranjang di kamarnya."Jangan pengaruhi putraku lagi. Kamu tidak lihat apa yang telah anakmu perbuat, heh?" ujar Jennifer dengan suara yang datar tetapi begitu penuh penekanan. Ia jelas marah dengan perselingkuhan Veronica.Surya hanya terdiam di sana. Ia mewajarkan jika Nabila dan Jennifer bersikap seperti itu. Apa yang dilakukan putri tunggalnya itu meman
"Di–di ... dia ...." Nabila tergagap di sana dengan wajah yang kini telah basah karena air mata. "Kamu kenapa, Nabila?" tanya Jennifer panik sembari meraih cucunya dan dengan cepat memegang bahu Nabila yang saat ini terlihat aneh. Nabila terlihat pucat dan bibirnya gemetar di sana. "I–itu ...." Dahi Jennifer berkerut kencang melihat ke arah ponsel yang dilirik oleh Nabila. Dengan cepat wanita tua itu meraih benda segi empat tersebut sambil menggoyang-goyangkan badannya berusaha menenangkan sang cucu yang merengek di gendongannya. Akhirnya Zayn tampak mulai tenang dan hendak kembali tidur di dekapan sang nenek.Nabila terduduk di ranjang Zayn dengan wajah yang masih pias. Ia tertunduk sembari menyusut kedua matanya yang basah. Wanita muda itu terlihat sangat shock.Sementara Jennifer, ia membuka ponsel Zack yang layarnya memang sudah berada di perpesanan WA. Dengan cepat ia memutar video yang ada di sana. Betapa terkejutnya Jennifer melihat apa yang ada di video tersebut. Kedua mata
Hari ini Yasmin dan Surya mengunjungi rumah Zack juga Nabila. Mereka baru saja selesai makan malam bersama. Surya sudah diberitahukan oleh sang istri kalau sebenarnya Zayn bukanlah cucu mereka. Bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali.Akan tetapi, Surya memutuskan untuk bersikap bijak. Ia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Zayn adalah putra dari Zack, menantunya. Itu cukup mengartikan kalau Zayn sama saja dengan cucunya sendiri.Setelah berkomunikasi dengan sang suami, Yasmin merasa lebih lega. Pandangan suaminya sedikit banyak ikut mempengaruhi pikirannya yang tadinya terasa kusut dan runyam. Selama ini ia tidak menyukai Nabila, karena dianggap sebagai duri dalam rumah tangga putrinya. Akan tetapi, ia tidak sanggup untuk membenci Zayn. Dirinya sudah telanjur sayang, bahkan ia merasa rindu untuk selalu bertemu balita kecil tersebut."Zayn tetaplah cucu kami," ucap Surya sembari tersenyum hangat kepada semua orang, "kami menyayangi Zayn sama seperti kepada Thomas," lanjutnya.Zack
Zack pulang kerja cukup larut, pukul 22.05 WIB. Banyak hal yang mesti dia kerjakan tadi di kantor. Meskipun memang sebenarnya semua sudah selesai di pukul 20.00 tadi, tetapi pria itu memutuskan untuk lebih lama berada di tempat kerjanya. Hal itu karena ia merasa pikirannya sedang kalut dan tidak nyaman dengan keadaannya bersama sang istri keduanya saat ini.Ya, sejak Nabila marah kepadanya, pria itu selalu kepikiran. Ia khawatir kalau wanita muda itu kembali pergi darinya. Zack masuk ke dalam kamarnya. Kemudian ia membuka jas dan kemeja kerjanya, lalu meraih handuk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah selesai mandi, pria itu keluar. Ia tertegun sebentar di ambang pintu kamar mandi, karena ternyata ada Nabila yang tengah duduk di pinggir tempat tidurnya sekarang."Mmm, Zack ... kamu mau langsung istirahat ya?" tanya Nabila tampak kikuk."Iya. Ada apa, Nabila?" tanya sang suami heran."Oh, ya udah. Aku juga mau tidur. Besok aja," ujar Nabila sembari ban
"Ada apa kalian ini?" tanya Jennifer ketika menyadari kalau sepasang suami-istri di hadapannya tidak saling bicara satu sama lain. Hanya Zack yang tadi ia lihat mencoba mendekati sang istri ketika Nabila menyiapkan sarapan. Namun, wanita muda itu terlihat menghindar dan tidak mau menyahuti sang suami. Itu membuat Jennifer heran.Nabila masih diam sembari mengunyah makanannya dan juga membantu Zayn makan di tempatnya. Sementara Zack hanya melirik ke arah wanita muda itu."Nabila sudah tahu soal Zayn, Mom," jawab Zack datar, tetapi hatinya diselimuti rasa bersalah."Oh, jadi kamu sudah bicara?" tanya Jennifer memastikan, "bagus kalau begitu. Bukannya Nabila memang sudah dari dulu menganggap Zayn sebagai anak sendiri?""Tapi kenapa baru memberitahuku sekarang, Mom? Aku nggak terima selama ini Zack membohongiku sampai lebih dari dua tahun," sahut Nabila tidak terima."Nabila, maafkan aku ...," ucap Zack untuk ke sekian kalinya. Nabila mendengkus tak suka. Lantas ia bangkit berdiri, lalu
"Itu ...? Itu apa?" tuntut Nabila dengan raut penasaran.Zack mendekat dan duduk di samping Nabila. Ia meraih telapak tangan sang istri dengan degup jantung yang tidak keruan. "Nabila, sebenarnya ...."Wanita muda di hadapan Zack itu bersiap menyimak apa yang akan di sampaikan oleh sang suami. Sentuhan dari sang suami membuat darahnya sedikit berdesir hangat karena sudah cukup lama mereka tidak bertemu dan melakukan kontak fisik, tetapi dirinya berusaha mengabaikan rasa itu. Dengan melihat gelagat Zack yang mencurigakan seperti ini, Nabila merasa cemas dan muncul ketakutan tersendiri di lubuk hatinya. "Sebenarnya apa? Zack, kamu jangan buat aku khawatir!" tegas Nabila yang kini terlihat mulai kesal."Nabila, Zayn itu ... dia sebenarnya adalah anak kamu," jawab Zack dengan suara lirih, tetapi cukup jelas terdengar oleh telinga Nabila.Wanita muda di hadapan Zack mendengkus dan tertawa kecil. Ia heran dengan perkataan sang suami. "Zayn memang anakku!" serunya. Di dalam hatinya curiga ka