"Aku lusa dapat flight umrah," ucap Joya sambil berusaha menggapai koper di atas kepalanya. Walau dia cukup tinggi tapi, untuk mengambil koper di atas lemari membutuhkan usaha ekstra.
Fajar dengan cepat membantu Joya untuk mengambil koper, "Aku dapat ke Abu Dhabi," bisik Fajar sambil menaruh koper di hadapan Joya.
"Heeum, aku nggak jadi cabin crew kamu. Aku jadi cabin crew Kapten Aldi," ucap Joya seraya mengangkat kopernya dan membukannya di atas kasur, berusaha untuk mengatur barang-barangnya seefisien mungkin.
Bekerja sebagai pramugari bertahun-tahun membuat Joya belajar untuk mengatur semua barang-barangnya agar masuk ke dalam kopernya dengan baik dan benar.
"Kenapa kamu masuk cabin crew Aldi?" tanya Fajar seingatnya dia sudah meminta kawannya di bagian pembagian jadwal fligh
Fajar meringis saat merasakan bibirnya yang basah, suara erangan Fajar terdengar di dapur bercampur dengan suara bisikkan Joya."Ehm ... terus Jar," bisik Joya mesra membuat buku kuduk Fajar meremang."Joy ...." Fajar mengusap bibirnya yang basah dan merah, " Ini ...." napas Fajar memburu pelan dan bulir-bulir keringat sudah mengalir di dahi dan pipi Fajar.
Joya hanya bisa mengalihkan pandangannya dari Rahma ke arah lain saat mendengar perkataan Rahma. Dia sedang tidak ingin berbicara dan berkelahi dengan siapa pun. Lelah."Miss Jamban kamu aja yah, Joya," ucap Rahma dengan nada suara yang sumpah demi apa pun membuat Joya kesal."Suruh orang lain," ucap Joya seraya menatap Rahma. "Batch saya paling tinggi di cabin Crew," lanjut Joya."Saya maunya kamu, kamu harus ne—""Mbak Rahma," panggilan dengan suara bariton membuat beberapa orang di sana langsung menatap sumber suara."Kapten Aldi," ucap Rahma."Mbak Rahma, saya minta Mbak Joya di tempatkan di bisnis," pinta Aldi seraya tersenyum pada Joya."Tapi, bisnis penuh." Rahma memberikan alasan terbaiknya agar Joya di tempatkan di ekonomi. Dia ingin membuat Joya menjadi Miss Jamban."Kamu rotasi, saya nggak mau tahu Joya harus di bisnis, oke." Aldi menepuk bahu Rahma dan berlalu dari sana."Kapten, sa—""Faja
"Udah?" tanya Rahma saat berjalan melewati Joya."Udah, Mbak." Joya menyimpan perlengkapan kebersihannya kemudian mencuci tangan."Bentar lagi landing, kamu di ekonomi aja. Butuh orang banyak," perintah Rahma dengan senyuman mencemooh."Oke," jawab Joya pelan, dia sudah terlalu lelah untuk berdebat. Tubuhnya serasa rontok setelah membersihkan kamar mandi.Joya melangkah ke arah bagian ekonomi, senyumnya mengembang saat melewati kursi-kursi penumpang. Pekerjaan ini benar-benar menguras tenaga dan emosinya saat sedang dalam kondisi mood yang tidak baik, seperti saat ini.Saat sampai di galley ia mendapati Frida sedang membereskan rak-rak. "Frida.""Eh, Mbak Joya kok di sini? Mbak Tia mana?" Seingatnya partnernya di ekonomi adalah Tia bukan Joya, kenapa berubah."Di suruh ke sini sama Mbak Rahma, Tia juga ada kok, tuh." Joya menunjuk Tia yang sedang meminta penumpang untuk menaikkan sandaran kursi. "Katanya di sini lagi sibuk dan butuh t
Rencana Fajar"I Miss You," ucap Joya dengan suara bergetar.Fajar hanya bisa mengusap bagian belakang kepalanya saat mendengar wanita yang dicintainya itu mengucapkan kata rindu. Dia juga rindu Joya, dia rindu memeluk dan bergelung di dada kekasihnya itu."I Miss you, More, Joy," bisik Fajar sambil berusaha mengatur intonasi suaranya yang sudah hancur karena menahan tangis. Perih rasanya mengetahui apa yang Joya lalui hari itu, walau dia sudah menitipkan pada Aldi namun, Aldi tidak mungkin bisa menjaga Joya 100%."Harus, kamu harus kangen aku," ucap Joya diselingi tawa. "Kalau nggak kangen aku, aku ngambek.""Jangan ngambek, Sayang. Tolong, jangan ngambek yah," pinta Fajar, entah karena apa lelaki bernama Fajar itu tiba-tiba merasa rapuh dan sesa
Marlo Lorando"Mau apa kamu?" tanya Naomi yang kaget saat melihat Marlo berdiri menjulang di ambang pintu penthouse miliknya."Baby, aku butuh bicara sama kamu," ucap Marlo sambil menahan pintu penthouse Naomi, berusaha untuk masuk ke dalam penthouse."Nggak!" teriak Naomi sambil mendorong dengan keras pintu dengan segala daya kekuatan yang Naomi miliki."Naomi, we need to talk!" seru Marlo yang serba salah, ia bingung bila dia memaksakan untuk terus mendorong pintu dengan kekuatannya. Marlo yakin Naomi akan terpelanting ke belakang, Marlo tidak mau ada apa-apa dengan janin yang ada di kandungan Naomi."I don't want talk with you, Marlo!? It's over!?" pekik Naomi sambil berjuang menutup pintu. "We done!?"
Marlo mengenakan pakaiannya dalam diam, perkataan Naomi benar-benar membuat dirinya marah."Kalau udah pakai baju kamu keluar aja yah, kamu tau kan jalan keluar nya," ucap Naomi setelah mengenakan pakaiannya dan berjalan meninggalkan Marlo yang hanya menatap Naomi nanar."Nao ...," panggil Marlo."Apa?" tanya Naomi tanpa membalikkan tubuhnya sama sekali."Sebegitu hebat kah Fajar sampai kamu nggak mau sama aku?" tanya Marlo bingung kenapa Naomi tetap bersikeras kembali ke pelukan Fajar.Naomi menghela napasnya pelan, "Bukan, Fajar lelaki berengsek yang selalu mencaci dan memaki aku di setiap kesempatan.""Terus ngapain kamu tetap sama dia?" tanya Marlo bingung, manusia macam apa yang tetap ingin dicaci dan dimaki."Aku ingin liat dia menderita!? Dia nggak boleh bahagia ....""Dengan mengorbankan kebahagiaan kamu?" tan
Naomi yang sedang mengunyah buah mangga dan membaca majalah Fashion terkejut saat mendengar suara ribut-ribut dari arah pintu penthousenya. "Siapa lagi yang membuat ulah!? Nggak bisa apa tenang sedikit!" maki Naomi di dalam hatinya. "Naomi," jerit Brendalina seraya berlari ke arah Naomi. "Brendalina!? Mau kamu apa sih, demen banget bikin heboh. Nggak bisa lebih tenang?" tanya Naomi kesal seraya melemparkan majalah dan mangkok plastik berisikan mangga ke meja. "Naomi gawat, gawat ...." Brendalina memekik dengan wajah pias sedangkan tangannya mengipas-ngipas di depan wajahnya. "Kenapa?" tanya Naomi dengan suara bernada tinggi. "Bukan ... itu ... itu ...." Telunjuk Brendalina mengarah pada TV 80 inci milik Naomi yang tidak menyala. "Itu." Naomi mengikuti arah telunjuk Brendalina dengan bingung, "Apa? Kenapa TV-nya, kerasukan?"
"Naomi!?" jerit Brendalina seraya menahan tangan Naomi yang akan menghunjamkan pisau ke lehernya. Dengan sigap Brendalina mengambil pisau di tangan Naomi dan melemparkannya ke sembarang arah. Naomi memang tidak menghunjam lehernya namun, pisau itu sudah menggores leher Naomi hingga mengeluarkan darah yang lumayan banyak. "Naomi, Cinta ... nggak gini Sayang," pekik Brendalina sembari mencari lap dan menekan luka leher Naomi, seketika itu juga lap berwana putih berubah menjadi merah. "Aku nggak mau Fajar bahagia, dia harus sengsara. Dia udah hancurin semuanya, dia harus sengsara!?" jerit Naomi bercampur dengan isak tangis dan rasa dendam kesumat yang Naomi rasakan. Dihina juga dimaki oleh Fajar membuat dirinya membenci Fajar hingga ke tulang sumsumnya.
Hai ... pembaca Skandal Cinta Pilot Angkuh, kaget ada bonchapter yah?jarang-jarang gallon kasih Bonchapter kan hehehe ....Bonchapter ini aku buat sekalian woro-woro nih, kalau aku punya karya baru yang berjudul Di Atas Ranjang Dokter Sonya.Kalian bisa cari judulnya di Goodnovel, langsung saja tulis Di Atas Ranjang Dokter Sonya, dan kalian langsung bisa bertualang dalam desahan bersama pasangan baru Gallon yang lebih seru, panas, penuh trik, tangis, amukan, dan komedi ala Gallon.Ini Blurb-nya selamat menikmati ....“Kamu tahu aku punya suami, kan?” Sonya bertanya pada Awan seorang perawat anestesi yang saat ini sedang berada di bawah bimbingannya dan memiliki senyuman, tatapan dan tubuh yang membuat birahi Sonya meraung.“Dan aku yakin, suami kamu nggak bisa memuaskan kamu di ranjang, Dok,” jawab Awan dengan senyuman yang mampu membuat Sonya berjumpalitan.Sonya seorang Dokter Anestesi yang memilik
"Sonya." "Iya, Fajar, kamu ngapain di sini? Dan kenapa nggak pakai baju? Kamu di usir istri kamu atau kamu mau jadi bintang iklan vaksin rumah sakit?" tanya Sonya sembari menahan tawanya melihat penampakan temannya itu. "Nggak dua-duanya, Sonya, aku nggak kurang duit sampai-sampai jadi bintang iklan vaksin rumah sakit," jawab Fajar sembari membenarkan gendongan Senja. "Ya, terus kamu ngapain? Ini rumah sakit bukan pantai tempat berjemur dengan shirtless seperti itu," ucap Sonya sembari menunjuk Fajar dengan telunjuknya dari atas ke bawah. "Ngomong kamu dari dulu nggak rubah, nggak pernah diayak kadang," ucap Fajar sembari menepis telunjuk Sonya. "Ya terus kamu ngapain di sini? Dan masalah terbesarnya ngapain kamu nggak pakai baju?" "Istri aku mau lahiran Sonya, aku panik karena ketubannya pecah jadi aku secepat kilat datang ke sini," ucap Fajar sembari mengusap dahinya dan berdiri. "Oh ... panik? Bisa panik juga kamu, Fajar, se
Plak ...."Ah ... Fajar," desah Joya saat merasakan bokongnya ditampar oleh Fajar, rasa sakit di bagian bokongnya menyebar ke seluruh tubuh Joya, menyelimuti setiap inci tubuhnya dengan gulungan kenikmatan.Fajar mengentak dengan dalam juga keras, membenamkan bagian tubuh pribadinya sedalam mungkin ke dalam tubuh Joya, meledakkan pelepasannya.Joya meremas seprai di samping kiri dan kanannya saat merasakan pelepasan miliknya berbarengan dengan pelepasan Fajar yang meledak di dalam tubuhnya, suaminya ini memang sangat suka mengeluarkan pelepasannya di dalam tubuh Joya.Sebuah kecupan hangat mendarat di bibir Joya bersamaan dengan Fajar melepas batang kenikmatannya kemudian berguling ke samping. Seolah tidak mau jauh dari suaminya itu Joya bergerak dan memosisikan dirinya tidur di dada Fajar."Bentar lagi aku mau melahirkan," ucap Joya sembari mengusap-usap dada suaminya."Iya, kata dokter sekitar minggu depan, kan? Pas sama jadwal pulang Dokt
Terima kasih sudah menemani perjalanan cinta Fajar Larsson dan Joya Dimitra yang penuh dengan gairah yang panas, tawa, kekecewaan, putus asa dan rasa cinta yang menggebu. Sebuah, kisah cinta yang berakhir manis bagi pasangan Fajar Larsson dan Joya Dimitra. Jadi, izinkan Gallon untuk menulis cerita manis lainnya yang mampu membuat pembacanya menikmati setiap kata yang ada dengan penuh tawa, marah, sedih dan bergairah bersama. Terima kasih dan Gallon pinta tetap dukung Gallon dalam karya Gallon selanjutnya di Goodnovel Indonesia. Info lebih lanjut untuk Novel selanjutnya bisa follow akun sosial media Gallon dengan nama @storyby_Gallon. XOXO Gallon yang Hobi Kellon Salam Kellon 18 Mei 2021 (10.55 WIB) 18 Desember 2021 (19.00 WIB) Bandung-Palembang
Fajar mengerang saat merasakan ada sesuatu yang menggeliat di bagian kakinya, kakinya bergetar hebat saat merasakan gesekkan kuku di bagian dalam pahanya yang dengan cepat menjadi liukkan hangat dan empuk di bagian batang kenikmatannya.Saat itu juga Fajar merasakan kehangatan dan liukkan lidah yang membuat Fajar merasakan kenikmatan hingga membuat dirinya terjaga sepenuhnya, dengan cepat Fajar membuka kelopak matanya dan menyibak selimut yang menutupi bagian kakinya.Napasnya tercekat saat mendapat Joya yang sedang mengulum batang kenikmatan miliknya, kepalanya naik dan turun namun, tatapan mata Joya menatap Fajar dengan pandangan yang hasrat seksual miliknya meraung.“Joy, kamu nga—“ Fajar sama sekali tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat merasakan isapan yang Joya lakukan di batang kenikmatan miliknya, dengan cepat Fajar menyusupkan jemarinya ke rambut panjang Joya, menekannya agar memasukkan batang kenikmatan miliknya lebih dalam lagi.
Desahan demi desahan terus berloncatan dari bibir Joya saat merakan Fajar menggerakkan pinggulnya, mengeluar masukkan bagian ternikmat milik suaminya itu ke dalam tubuhnya, melesaknya semakin tersesat di dalam tubuhnya.“Aw ....” Joya memekik saat tiba-tiba merasakan isapan dan gigitan di bagian putingnya, sensasi bercinta dengan Fajar tanpa bisa melihat sama sekali benar-benar membuat Joya kaget dengan semua yang Fajar lakukan pada tubuhnya, indra penglihatannya tergantikan dengan indra peraba yang ada di sekujur tubuhnya dan seolah mengetahui hal itu, Fajar benar-benar memanfaatkan semuanya.Suaminya itu menggigit, meraba, mengisap, dan menjilat seluruh tubuhnya, Joya bersumpah dia akan menemukan banyak bukti kepemilikan di sekujur tubuhnya dan Joya tidak peduli dia menyukainya, dia menyukai tiap gesekkan yang Fajar berikan di sekitar kewanitaannya, payudaranya bahkan bokongnya yang sudah Fajar remas.“Oya ...,” bisik Fajar di sela kecu
“Jar, mau gantian?” tanya Joya saat melihat Fajar yang terlihat letih dan menggendong Senja.Fajar menggeleng dan berjalan terus di samping Joya yang tampak kesulitan karena gaun pengantin yang istrinya itu kenakan, “Aku nggak tega kasih kamu Senja, Joy, kamu buat jalan aja susah.”Joya menari gaun pengantinnya pelan, “Iya, ternyata berat banget ini baju, ingin cepat-cepat aku buka.”“Oh ... kamu harus tunggu sampai aku yang buka, Joy.” Seringai nakal langsung terlihat di wajah Fajar dan dengan cepat Joya menepuk bahu Fajar pelan.“Mau apa kamu?” tanya Joya.“Mau ngelakuin apa yang Senja ingini,” sahut Fajar sembari membenarkan gendongannya.“Memang Senja minta apa?” tanya Joya penasaran, apa lagi yang Senja inginkan dari Fajar. Joya bersumpah akan memukul pantat Senja bila dia meminta lebih banyak mainan pada Fajar, sumpah demi apa pun kepalanya hampir pecah
Fajar berjalan berdua di lorong bersama dengan Senja, mereka berdua akan masuk ke dalam ballroom hotel tempat di mana acara pernikahan antara Joya dan Fajar berlangsung. Sedangkan, Joya saat ini sedang melakukan touch up make up bersama Szasza di ruangan yang sudah di sediakan.“Papa,” panggil Senja yang sedang berjalan di samping Fajar.“Iya, kenapa?” tanya Fajar sembari menggenggam tangan Senja dengan tangan kanannya.“Papa sama Mama mulai sekarang bakal di rumah terus, kan?” tanya Senja sembari melirik Fajar.“Maksudnya?” tanya Fajar.“Maksudnya, sekarang Papa sama Mama bakal di rumah bareng, kaya Papa dan Mama teman-teman Senja, kan? Jadi, nggak bakal kan Papa pulang dan baru datang lagi kalau Senja udah rengek ke Mama kalau Senja rindu Papa?” tanya Senja dengan mata yang jenaka.“Oh ....” Fajar mengangguk, saat ini Fajar baru sadar apa yang di maksud oleh Senja, Sen
Joya terdiam melihat Fajar mengucapkan kata-kata sakral yang menjadikan dirinya sebagai istri Fajar, tak berapa lama senyuman Joya berkembang saat penghulu bernama Karto tersebut berteriak sah dengan sangat keras hingga membuat Fajar mengumpat.“Sinting ini penghulu—““Jar,” potong Joya sembari menepuk paha Fajar pelan hingga membuat suaminya itu menoleh pada dirinya.“Abis di—““Kamu jangan bikin ulah di acara nikahan sendiri bisa nggak?” tanya Joya pelan sembari mengambil salah satu tangan Fajar dan mencium tangan suaminya itu dengan penuh kelembutan hingga membuat kemarahan Fajar meredup.Fajar mengusap pucuk kepala rambut Joya dan mengecupnya pelan, “Finally, Joy, kamu jadi istri aku juga.”Joya tersenyum mendengar bisikan Fajar, rasanya ia ingin berteriak kalau sesungguhnya dirinyalah yang ingin berteriak keras karena kesabarannya berbuah hasil. Menghadapi seorang F