Sesuai perkataannya, Fako membawa Alona ke Elios yang tengah di kurung di dalam sebuah benda menyerupai kaca berbentuk tabung dengan keadaan tidak sadarkan diri.Alona pun segera bergegas berlari menghampiri putranya sambil memukul benda yang menyerupai kaca itu, " Elios! Ini mama sayang, bangunlah! " Teriaknya dengan suara lantang.Namun, Elios tidak bergeming sama sekali bahkan tidak menunjukan tanda-tanda akan sadar.Fako yang sejak tadi terdiam memperhatikan, memberitahu Alona bahwa Elios tidak akan bisa mendengar atau pun melihat apapun dari dalam sana, karena benda itu bukan lah benda biasa, sebab ia memasukkan sedikit racun ke dalam bahan pembuatan benda itu.Mendengar hal tersebut, Alona terdiam lalu berbalik menatap Fako dan meminta pria itu untuk melepaskan Elios, karena dia hanyalah seorang anak kecil.Fako tiba-tiba tertawa setelah mendengar ucapan Alona, memang ucapannya tidak salah, Elios hanyalah seorang anak kecil, akan tetapi dia bukanlah bocah kecil biasa, karena dia
Hari yang di tunggu oleh Fako pun akhirnya tiba, kini ia tengah berdiri di sebuah pulau kecil, terletak di tengah-tengah lautan dan begitu jauh dari kerajaan Maraham. Setelah ratusan tahun, akhirnya ia bisa menemukan tempat dimana tuannya, Edric di kurung oleh Edward.Ia juga merasa senang, karena rencana yang sudah ia susun selama ini, berjalan dengan sangat mulus. Dari kelahiran Alona sampai lahirnya Elios yang merupakan kunci utama dalam rencananya selama ini.Dengan perasaan berdebar-debar, Fako pun menarik kabut dari dalam kurungan Elios untuk membangunkan Elios dari tidurnya.Tak lama kemudian, Elios terbangun dari tidurnya, perlahan ia mengerjapkan kedua kelopak matanya, mengumpulkan kesadarannya hingga akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah di kurung dan berada di tempat yang begitu asing dengan di kelilingi oleh empat pilar dan juga sebuah saluran yang membentuk sebuah lingkaran yang di yakini sebagai kunci untuk membuka sebuah segel. Ia terdiam sejenak sambil berpikir, s
Alona memeluk Elios dengan erat, tatapannya menatap waspada kepada Edric yang sejak tadi tidak mengalihkan perhatiannya sama sekali dari dirinya dan juga Elios." Wah aku tidak menyangka, ternyata kamu juga telah melupakan aku. " Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya.Edward tersenyum tipis sambil berdiri menutupi Elios dan Alona yang berada di belakang punggungnya dari pandangan Edric, " Jangan salah paham, selama ini aku selalu merindukan mu, saudara ku. "Mendengar hal tersebut, Edric pun langsung tertawa terbahak-bahak, hingga tangannya memeluk perutnya dan menitikkan air mata, namun di detik berikutnya tatapannya berubah menjadi dingin, lalu menyerang Edward secara tiba-tiba dengan sebuah pedang yang lebih gelap dari gelapnya malam. Karena serangannya yang begitu cepat dan begitu mendadak, membuat Edward tak bisa mengelak tepat waktu dan membuatnya mendapat luka kecil di wajahnya. Kendati begitu, Edward tidak bergeming sedikit pun, raut wajahnya terlihat sama seperti sebel
Selama perjalanan mereka menuju kerajaan Maraham, Edward yang membawa Elios di punggungnya hanya terdiam sambil sesekali menatap Alona yang berjalan di sampingnya dengan tatapan lurus ke depan, tatapannya begitu fokus ke depan tanpa memperdulikan sekitarnya. Semakin lama mereka bersama, Edward merasa semakin canggung, padahal mereka adalah pasangan suami istri, tapi rasanya mereka seperti orang asing yang tak saling mengenal.Edward pun berdecak, kenapa malah jadi seperti ini? Bukankah seharusnya mereka saling berpelukan lalu saling menggenggam tangan satu sama lain?' Apa dia masih marah? ' Batin Edward sambil melirik Alona di sampingnya.Namun tiba-tiba, Edward memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah pohon rindang berukuran besar membuat Alona menjadi bingung, bukankah sudah tak ada lagi waktu untuk sekedar beristirahat? " Ada apa? Apa terjadi sesuatu? " Tanya Alona heran." Apa kamu masih marah dengan ku? " Jawab Edward dengan sebuah pertanyaan.Alona pun mengernyitkan d
Pertarungan antara pasukan Edric melawan pasukan kerajaan istana Maraham pun berlangsung begitu sengit dan mendebarkan, ada banyak korban yang berjatuhan dari pihak kerajaan istana maraham, sebagian besar, korban hanyalah vampir lemah yang tak memiliki cukup kekuatan untuk melawan para pasukan Edric yang cukup sulit di bunuh hanya dengan satu kali serangan saja. Mereka harus di bunuh hingga mereka benar-benar menjadi abu.Kendati begitu, pasukan kerajaan Maraham tidak menyerah atau pun gentar sedikit pun, karena mereka memiliki Viona sang dewi panah, Gerald sang pengendali ruang, Lipe sang pengendali angin dan terakhir Enes Tikta, meski dia tak lagi menjabat sebagai jendral lagi, tapi kemampuannya masih sama seperti dulu. Bahkan Viona memujinya ' Sungguh gagah nan perkasa 'Tak hanya mereka berempat saja, bahkan Bagas dan Menteri lainnya juga membantu mengatasi pasukan Edric.Sementara itu, di balik tembok kerajaan Maraham, para warga yang berhasil selamat dari gigitan pasukan Edri
Waktu terus berjalan dan jumlah para Vampir yang telah kehilangan kendali hanya berkurang sedikit saja, Viona dan lainnya mulai kelelahan menghadapi mereka semua yang seperti tiada akhir itu, bagaimana tidak? Perlahan sebagian prajurit kerajaan vampir mulai kehilangan kesadaran mereka dan menyerang kawan mereka sendiri. Semua ini karena kabut yang Edric sebarkan ke seluruh kerajaan Maraham. Beruntung Dokter Alvin segera menyadarinya dan langsung memerintahkan beberapa penjaga untuk membuat penghalang agar kabur itu tidak menyebar semakin luas." Apa yang harus kita lakukan Dokter Alvin? " Tanya Viona yang mulai cemas dengan situasi perang yang semakin menyudutkan mereka.Dokter Alvin hanya terdiam, ia menyadari maksud dari pertanyaan Viona, tapi dirinya juga sudah kehabisan akal, satu-satunya harapan adalah dengan menunggu Edward dan juga Alona.Spontan, Viona pun menghela nafasnya dengan kasar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sesekali melihat perjuangan Enes Tikta dan
Kekuatan Edric seketika meningkat berkali-kali lipat secara drastis hingga mengakibatkan ledakan yang begitu kuat, bahkan beberapa bangunan dibuat terbang oleh ledakan kekuatannya yang begitu besar nan dahyat itu.Semua orang di sana dibuat gemetar dan takut di buatnya, bahkan beberapa penjaga pelindung kota di buat tewas karena tak sanggup menahan ledakan serangan tersebut.Meski seluruh tubuhnya gemetar, tetapi Enes Tikta melawan semua rasa takut itu dan memberi semangat pada semua bawahannya untuk tidak menyerah sedikit pun karena selama ada sang Noblesse, ia yakin, bahwa dia akan memenangkan peperangan ini apapun yang terjadi.Memang layak di sebut Jendral terkuat sepanjang masa, hanya dengan kata-katanya saja membuat semua para Vampir kembali tenang dari rasa takut mereka sekaligus menyakinkan diri mereka sendiri bahwa Edward akan memenangi peperangan ini.Sementara itu, Edward memeluk erat Alona dalam dekapannya, tanpanya mungkin Alona akan hancur seperti bangunan yang ada di
Semua tubuh Vampir membeku, menyaksikan detik-detik Raja Orland berubah menjadi abu di depan mata kepala mereka sendiri, bahkan sang Ratu langsung tak sadarkan diri di pelukan Zaiden. Berbeda dengan Edric yang berdecak sambil mengibaskan tangannya di udara dengan tatapan jijik. Ia kemudian menolehkan kepalanya pada Edward dengan tatapan sedikit kecewa, jika saja dirinya tak memiliki kemampuan memulihkan mungkin abu itu adalah dirinya dan bukan Raja Orland.Edric juga kecewa pada Raja Orland, bisa-bisanya orang bodoh sepertinya memimpin kerajaan Vampir berabad-abad lamanya, pantas saja semua rakyatnya sangat bodoh jika rajanya saja sangat bodoh." Saudara ku, aku sungguh kecewa padamu bagaimana bisa kamu mempermainkan perasaan ku seperti ini? Apa kamu sungguh menganggap hubungan persaudaraan di antara kita? " ujar Edric dengan nada sedih.Tanpa sadar, Edward menelan salivanya, jika saja Raja Orland tidak bertindak sesuka hati, mungkin Edric sudah ia segel dan sekarang satu-satunya kese
flashback" Mama, menurut mu aku bisa sekuat ayah? " Tutur Elios.Alona menolehkan kepalanya sedikit, menatap putranya yang terduduk di sampingnya di tepi danau, hembusan angin menerpa wajah mereka yang damai. Entah apa yang terjadi pada putranya hingga membuatnya tiba-tiba bertanya seperti ini, tapi Alona tidak terkejut sedikit pun karena ia sudah menduga bahwa akan ada pertanyaan seperti ini dari putranya. Sejujurnya Alona tidak begitu yakin dan juga tidak peduli putranya bisa sekuat ayahnya atau tidak, selama mereka bahagia, itu sudah lebih cukup, " entahlah, mungkin kamu bisa melampauinya. " Jawab Alona sambil tersenyum penuh arti.Elios menoleh menatap wajah ibunya, merasa tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh sang ibu, padahal dirinya sudah serius bertanya tapi wanita di sampingnya malah menganggap pertanyaannya adalah lelucon." Mama aku serius! " Ujar Elios dengan wajah serius.Alona tiba-tiba tergelak lalu mencubit kedua pipi putranya yang menurutnya ekspresin
" Maaf mengganggu reuni kalian, tapi kita harus segera membunuh monster itu sebelum dia membunuh kita semua, " ujar Enes Tikta.Mendengar hal tersebut, ketiga pria itu pun langsung tersadar lalu menghentikan reuni antara guru dan kedua murid itu. Enes Tikta benar, sekarang bukanlah saatnya untuk reuni, bertukar rasa rindu apalagi membuat perhitungan pada salah satu muridnya yang sudah minta di hukum, karena itulah alasannya menyelamatkannya, tapi ia harus menyampingkan keinginannya itu karena di depan mereka ada musuh nyata yang harus mereka bereskan terlebih dahulu sebelum monster itu membunuh mereka semua. Akan tetapi membereskannya akan sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu, mengingat rencana Enes Tikta yang merupakan mantan jendral nomor satu di bangsa vampir, hancur dalam hitungan menit saja.Jika rencana sang jendral no satu saja tidak bisa membunuh monster itu, lalu apa yang harus mereka lalukan sekarang?Apakah sungguh tak ada cara lain untuk mengalihkan perhatiannya
Elios termenung melihat bagaimana monster itu merusak formasi yang sudah mereka rencanakan matang-matang hanya dalam hitungan detik saja hingga sebuah tangan besar menarik tangannya hingga tubuhnya membentur tanah cukup keras dan membuatnya langsung tersentak tersadar dari lamunannya. Ia menolehkan kepalanya dan seketika kedua bola matanya terbeliak ketika mendapati Tomi di sampingnya dan juga Lipe, keadaan keduanya tidak bisa di bilang baik tapi juga tidak terlalu buruk, kedua pakaian mereka compang camping dengan darah yang sudah kering. Melihat bahwa keduanya baik-baik saja, Elios sangat senang sekali dan tanpa sadar memeluk kedua pria itu dengan erat sambil menangis bahagia.Tomi dan Lipe saling terdiam lalu membuang muka satu sama lain." Belum satu tahun aku pergi dan kamu sudah cengeng seperti ini. Memalukan. " Ujarnya dengan dingin, tapi dari sorot matanya tak bisa di bohongi, dia, terlihat bahagia.Sebelumnya. . . . Saat Tomie menusuknya dari belakang, Lipe begitu marah da
Sementara itu, Elios dan lainnya bersiap untuk menyerang monster itu dan setelah mengalahkannya mereka akan mencari keberadaan Tomi kembali.Menurut sang tetua, monster itu bukan berasal dari alam melainkan hasil penelitian dan eksperimen yang gagal ratusan tahun yang lalu. Seperti yang diketahui, dulu semua ras berlomba-lomba membangun pasukan yang kuat.Karena para Goblin tidak memiliki leluhur yang kuat seperti Noblesse, mereka memutuskan untuk membuat leluhur mereka sendiri dan menciptakan Era Goblin di mana merekalah yang akan berkuasa menguasai alam semesta ini.Tak peduli berapa ratus hewan yang menjadi bahan percobaan, semuanya gagak total, ada yang hanya bertahan tiga detik ada pula yang tidak bertahan sama sekali karena tak kuat menahan efek dari penggabungan tubuh dan darah dari jenis hewan yang berbeda.Kendati begitu, mereka tak menyerah begitu saja, hingga mereka akhirnya berhasil menciptakan monster yang kuat dan mengerikan, tubuh kulitnya sekeras baja beton yang berasa
" Carles! Dimana kamu?! " Terdengar suara teriakan seroang pria dari kejauhan. Sontak membuat Zaiden dan yang lainnya spontan menoleh ke arah suara itu berasal. Sedangkan anak laki-laki itu terlihat senang mendengar suara itu dan langsung berlari begitu saja.Tak lama kemudian, sesosok pria tinggi muncul dari balik semak-semak dengan seorang wanita di sampingnya, raut kedua orang itu terlihat sangat khawatir, tapi kekhawatiran itu berubah menjadi kelegaan ketika mereka menemukan apa yang mereka cari.Akan tetapi, di detik berikutnya tubuh mereka tertegun menatap sosok pria yang tak asing di mata mereka. Suasana pun berubah menjadi sangat canggung, ketiganya terdiam dan saling menatap satu sama lain. Hingga. . ." Teresa? Regas?! Apa ini benar kalian? " Kata-kata itu spontan keluar dari mulut Zaiden yang menganga, ia tak percaya dengan apa yang dilihat oleh kedua mata kepalanya sendiri, dua orang yang paling ia benci, kini berdiri tepat di depan matanya sendiri.Tunggu? Jika mereka b
Sementara itu Zaiden dan bala tentaranya malah mendapatkan masalah ketika mereka salah memilih jalan dan malah berujung tersesat di hutan belantara padahal mereka tengah buru-buru untuk menyelamatkan tuan putri mereka.Namun, insiden ini sungguh tidak terduga sama sekali lebih parahnya lagi tak ada satupun dari mereka yang mengenali tempat ini sama sekali.Zaiden pun merasa sangat frustasi sekaligus merasa sangat bersalah karena gagal melindungi putrinya, sekarang, apa yang harus ia lakukan? Jika terus seperti ini, takutnya hal buruk sudah menimpa putrinya. " Yang mulia!!! Ada hewan buas! Lari!! " Pekik salah satu seorang prajurit, pria itu berlari berlumuran darah dengan ekspresi ketakutan di wajahnya, tak berselang lama seekor beruang berukuran besar datang dan membunuh pria itu dengan cakarnya yang kuat.Sontak, hal ini pun membuat semua pasukan panik dan berlari berhamburan menyelamatkan diri dari terkaman hewan buas itu, kendati begitu ada banyak korban yang berjatuhan.Karena h
Setelah memikirkan banyak pertimbangan, akhirnya Enes Tikta memutuskan untuk membunuh monster itu sekaligus mencari keberadaan Tomi, dengan persiapan yang sudah matang, mereka memutuskan berpencar untuk menemukan titik lemah dari monster itu. Saat ini, monster itu tengah tertidur karena telah memakan banyak goblin, saking terlelapnya suara dengkuran monster itu terdengar begitu halus.Pertama, Enes Tikta mencoba mendekati monster itu secara diam-diam, ia yakin bahwa setiap makhluk hidup pasti memiliki kelemahan, termasuk monster ini. Elios sendiri mencari keberadaan Tomi sedangkan yang lainnya mencoba membantu serta mencari korban yang masih selamat, sekaligus mencari tahu asal usul monster itu. Ternyata masih ada banyak korban yang selamat. Elios memutuskan membuat posko untuk menangani mereka, meski awalnya mereka terlihat ragu dan juga merasa sedikit malu tapi mereka akhirnya mau menerimanya." Terima kasih, tapi kenapa kalian membantu kami setelah apa yang akan kami lakukan pada
" Lalu bagaimana keadaan di luar sekarang? " Tanya Elios dengan perasaan harap-harap cemas, raut wajahnya terlihat begitu tidak sabaran. Tanpa menutupi apapun dari cucunya, Enes Tikta bahwa keadaan diluar sangatlah gawat dan juga berbahaya, terlebih lagi mereka hafus terjebak di tempat sempit dan gelap ini sampai bala bantuan tiba atau mereka bisa mengalahkan monster itu, tapi melihat keadaan mereka saat ini sangat tidak mungkin mengalahkannya apalagi dengan kekuatan mereka sekarang, yang ada mereka hanya mengantar nyawa dan mengisi perut monster itu.Di tambah saat ini mereka tak bisa kembali ke kerajaan vampir karena Zaiden telah memasang penghalang kuat yang tidak bisa di masuki oleh siapapun termasuk monster itu, hal ini bertujuan agar monster itu tidak masuk dan membahayakan seluruh bangsa vampir. Jika ingin masuk ke dalam pelindung itu, mereka harus membawa identitas vampir mereka karena hanya vampir saja yang bisa masuk ke dalam pelindung itu. Meski terdengar kejam dan j
Sementara itu. . .Fako tertawa terbahak-bahak karena kini tujuannya kembali terwujud, kali ini dirinya sangat yakin dan percaya diri bahwa tak ada siapapun lagi yang menghalangi atau pun menghancurkan rencananya lagi karena semua hambatannya telah ia singkirkan, kecuali. . Ia menolehkan kepalanya, menatap Elios dengan tatapan yang sulit di artikan lalu menyunggingkan bibirnya, tangannya kemudian mencengkram leher Elios yang kini dalam keadaan leman karena telah kehilangan banyak darah.Kali ini ia harus menyingkirkan kemungkinan yang bisa menggagalkan rencananya.Elios meronta sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan Fako dari lehernya, akan tetapi perbedaan kekuatan mereka saat ini begitu jauh membuatnya tak bisa berbuat banyak, perlahan tubuhnya mulai kehilangan tenaga dan juga kesadarannya.Sepintas, Elios bisa melihat wajah kedua orang tuanya yang ingin menjemputnya pergi bersama mereka membuatnya merasa senang, akhirnya mereka bertiga bisa berkumpul meski sejujurnya ia mera