Sepertinya Dewa langit masih mengasihani Teresa yang malam, karena beberapa jam sebelum acara di mulai, pria yang membantunya beberapa waktu itu kembali mendatanginya. Seketika seberkas cahaya harapan pun terpancar dari sorot matanya. Ingin rasanya ia menangis bersyukur dan bersujud pada pria itu dan menjadikannya seorang dewa karena dia selalu ada di saat dirinya membutuhkannya.Pria berambut panjang abu-abu itu tersenyum penuh arti, seakan tahu bahwa Teresa akan menantikan kehadirannya kembali, . Dia pun berjalan menghampiri Teresa, tangannya mengangkat dagunya tinggi hingga kedua mata mereka saling bertemu dengan jarak wajah yang begitu dekat. Dengan tatapan berkaca-kaca, Teresa memohon pada pria itu untuk membantunya satu kali, sebagai imbalan, ia rela melakukan apapun.Pria itu menyunggingkan bibirnya, tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Teresa, " tentu saja aku akan membantu mu dan sebagai imbalannya, aku ingin kamu memberi tahu pada Alona bahwa kamu tahu dimana
Alona mengernyitkan dahinya, " jangan pernah membohongi ku, " ancamnya sambil menguatkan cengkraman tangannya hingga membuat Teresa semakin kesulitan untuk bernafas.Semua orang yang hadir di sana mulai merasa cemas bahkan Zaiden telah memberi isyarat pada beberapa bawahannya untuk menyerang AlonaTeresa yang berada dalam cengkraman tangan Alona, terus meronta dengan memukul tangan Alona sambil memohon padanya untuk melepaskan dirinya. Melihatnya memohon seperti itu, Alona pun melepaskan cengkeramannya tetapi di detik berikutnya ia menghunuskan pedangnya ke arah Teresa." Kenapa kamu tidak bertanya langsung pada suami mu? Apakah ucapan ku benar atau tidaknya? " Kata Teresa setelah dirinya berhasil mengatur nafasnya, tak lama kemudian Zaiden pun datang menghampiri.Seketika Alona terdiam, menatap tatapan matanya yang menunjukan bahwa apa yang dikatakannya itu benar adanya, perlahan ia berbalik dan menatap suaminya yang tengah menatapnya dengan raut wajah yang begitu tenang, akan t
Sesuai perkataannya, Fako membawa Alona ke Elios yang tengah di kurung di dalam sebuah benda menyerupai kaca berbentuk tabung dengan keadaan tidak sadarkan diri.Alona pun segera bergegas berlari menghampiri putranya sambil memukul benda yang menyerupai kaca itu, " Elios! Ini mama sayang, bangunlah! " Teriaknya dengan suara lantang.Namun, Elios tidak bergeming sama sekali bahkan tidak menunjukan tanda-tanda akan sadar.Fako yang sejak tadi terdiam memperhatikan, memberitahu Alona bahwa Elios tidak akan bisa mendengar atau pun melihat apapun dari dalam sana, karena benda itu bukan lah benda biasa, sebab ia memasukkan sedikit racun ke dalam bahan pembuatan benda itu.Mendengar hal tersebut, Alona terdiam lalu berbalik menatap Fako dan meminta pria itu untuk melepaskan Elios, karena dia hanyalah seorang anak kecil.Fako tiba-tiba tertawa setelah mendengar ucapan Alona, memang ucapannya tidak salah, Elios hanyalah seorang anak kecil, akan tetapi dia bukanlah bocah kecil biasa, karena dia
Hari yang di tunggu oleh Fako pun akhirnya tiba, kini ia tengah berdiri di sebuah pulau kecil, terletak di tengah-tengah lautan dan begitu jauh dari kerajaan Maraham. Setelah ratusan tahun, akhirnya ia bisa menemukan tempat dimana tuannya, Edric di kurung oleh Edward.Ia juga merasa senang, karena rencana yang sudah ia susun selama ini, berjalan dengan sangat mulus. Dari kelahiran Alona sampai lahirnya Elios yang merupakan kunci utama dalam rencananya selama ini.Dengan perasaan berdebar-debar, Fako pun menarik kabut dari dalam kurungan Elios untuk membangunkan Elios dari tidurnya.Tak lama kemudian, Elios terbangun dari tidurnya, perlahan ia mengerjapkan kedua kelopak matanya, mengumpulkan kesadarannya hingga akhirnya ia menyadari bahwa dirinya tengah di kurung dan berada di tempat yang begitu asing dengan di kelilingi oleh empat pilar dan juga sebuah saluran yang membentuk sebuah lingkaran yang di yakini sebagai kunci untuk membuka sebuah segel. Ia terdiam sejenak sambil berpikir, s
Alona memeluk Elios dengan erat, tatapannya menatap waspada kepada Edric yang sejak tadi tidak mengalihkan perhatiannya sama sekali dari dirinya dan juga Elios." Wah aku tidak menyangka, ternyata kamu juga telah melupakan aku. " Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya.Edward tersenyum tipis sambil berdiri menutupi Elios dan Alona yang berada di belakang punggungnya dari pandangan Edric, " Jangan salah paham, selama ini aku selalu merindukan mu, saudara ku. "Mendengar hal tersebut, Edric pun langsung tertawa terbahak-bahak, hingga tangannya memeluk perutnya dan menitikkan air mata, namun di detik berikutnya tatapannya berubah menjadi dingin, lalu menyerang Edward secara tiba-tiba dengan sebuah pedang yang lebih gelap dari gelapnya malam. Karena serangannya yang begitu cepat dan begitu mendadak, membuat Edward tak bisa mengelak tepat waktu dan membuatnya mendapat luka kecil di wajahnya. Kendati begitu, Edward tidak bergeming sedikit pun, raut wajahnya terlihat sama seperti sebel
Selama perjalanan mereka menuju kerajaan Maraham, Edward yang membawa Elios di punggungnya hanya terdiam sambil sesekali menatap Alona yang berjalan di sampingnya dengan tatapan lurus ke depan, tatapannya begitu fokus ke depan tanpa memperdulikan sekitarnya. Semakin lama mereka bersama, Edward merasa semakin canggung, padahal mereka adalah pasangan suami istri, tapi rasanya mereka seperti orang asing yang tak saling mengenal.Edward pun berdecak, kenapa malah jadi seperti ini? Bukankah seharusnya mereka saling berpelukan lalu saling menggenggam tangan satu sama lain?' Apa dia masih marah? ' Batin Edward sambil melirik Alona di sampingnya.Namun tiba-tiba, Edward memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah pohon rindang berukuran besar membuat Alona menjadi bingung, bukankah sudah tak ada lagi waktu untuk sekedar beristirahat? " Ada apa? Apa terjadi sesuatu? " Tanya Alona heran." Apa kamu masih marah dengan ku? " Jawab Edward dengan sebuah pertanyaan.Alona pun mengernyitkan d
Pertarungan antara pasukan Edric melawan pasukan kerajaan istana Maraham pun berlangsung begitu sengit dan mendebarkan, ada banyak korban yang berjatuhan dari pihak kerajaan istana maraham, sebagian besar, korban hanyalah vampir lemah yang tak memiliki cukup kekuatan untuk melawan para pasukan Edric yang cukup sulit di bunuh hanya dengan satu kali serangan saja. Mereka harus di bunuh hingga mereka benar-benar menjadi abu.Kendati begitu, pasukan kerajaan Maraham tidak menyerah atau pun gentar sedikit pun, karena mereka memiliki Viona sang dewi panah, Gerald sang pengendali ruang, Lipe sang pengendali angin dan terakhir Enes Tikta, meski dia tak lagi menjabat sebagai jendral lagi, tapi kemampuannya masih sama seperti dulu. Bahkan Viona memujinya ' Sungguh gagah nan perkasa 'Tak hanya mereka berempat saja, bahkan Bagas dan Menteri lainnya juga membantu mengatasi pasukan Edric.Sementara itu, di balik tembok kerajaan Maraham, para warga yang berhasil selamat dari gigitan pasukan Edri
Waktu terus berjalan dan jumlah para Vampir yang telah kehilangan kendali hanya berkurang sedikit saja, Viona dan lainnya mulai kelelahan menghadapi mereka semua yang seperti tiada akhir itu, bagaimana tidak? Perlahan sebagian prajurit kerajaan vampir mulai kehilangan kesadaran mereka dan menyerang kawan mereka sendiri. Semua ini karena kabut yang Edric sebarkan ke seluruh kerajaan Maraham. Beruntung Dokter Alvin segera menyadarinya dan langsung memerintahkan beberapa penjaga untuk membuat penghalang agar kabur itu tidak menyebar semakin luas." Apa yang harus kita lakukan Dokter Alvin? " Tanya Viona yang mulai cemas dengan situasi perang yang semakin menyudutkan mereka.Dokter Alvin hanya terdiam, ia menyadari maksud dari pertanyaan Viona, tapi dirinya juga sudah kehabisan akal, satu-satunya harapan adalah dengan menunggu Edward dan juga Alona.Spontan, Viona pun menghela nafasnya dengan kasar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sesekali melihat perjuangan Enes Tikta dan