Share

Bab 41

Author: Dyah Ayu Prabandari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ting... Ting....

Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau milikku. Kuabaikan begitu saja. Aku ingin menenangkan diri.

Ting... Ting....

Lagi dan lagi notifikasi pesan masuk kembali terdengar. Tidak hanya satu tapi beberapa pesan. Entah siapa yang mengirimkan pesan beruntun itu. Terpaksa ku rogoh benda pipih yang ada di dalam saku celana.

[Kamu di mana?]

[Aku ada di restoran tapi kenapa kamu tidak terlihat?]

[Kamu tidak masuk? Kamu sakit?]

Tiga pesan dari Rian hanya ku baca tanpa ada niat kubalas. Bukan aku menghindar, aku hanya ingin sendiri.

[Terima kasih sudah menjadi pelanggan ojek pertamaku. Nanti sore ku jemput ya? ]

[Yasmin.]

Aku tersenyum membaca pesan dari Farel. Lelaki itu sungguh lucu. Mana ada tukang ojek yang memakai jas putih. Ada-ada saja.

Kembali kumasukkan benda pipih di dalam saku celana. Tak ada satu pesan yang ku balas. Aku ingin menyendiri.

"Kakek, pelan-pelan dong! Nenek capek jalan terus."

Aku menoleh mencari sumber suara yang tiba-tiba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 42

    Pov Gilang "Kamu gila, Gilang!" "Ya, aku gila karena mencintaimu. Semenjak kejadian itu aku selalu memikirkan kamu. Aku merasa bersalah. Rasa salah yang justru membuat aku semakin menyukaimu. Mau kah kamu menikah denganku, Yasmin Nabila Putri?" Aku menggenggam tangan Yasmin. Namun dengan cepat Yasmin menepis tangan ini. "Pergi jangan pernah temui aku lagi! Aku membencimu seumur hidup!" ucapnya penuh penekanan lalu pergi meninggalkanku. Aku tatap punggungnya hingga hilang dari pandangan. Mungkin aku benar-benar gila. Jatuh hati kepada selingkuhan kakak ipar sendiri. Namun aku bisa apa? Rasa itu hadir sendiri. Aku memang benci saat tahu Nabila adalah orang ketiga dalam pernikahan kakak kandungku. Rasa benci yang membuatku nekad melecehkan dia. Ya, aku memang salah. Aku gelap mata. Dan kini dia membenciku. Berhari-hari aku mencari tahu tentang Nabila. Dia adalah putri seorang pengusaha. Sayang orang tuanya meninggal dan mewariskan hutang yang begitu banyak. Disaat ia terpuru

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 43

    Pov Gilang Aku memasuki kawasan perumahan elit. Rumahku terletak paling ujung. Aku harus melewati empat rumah berpagar tinggi. Aku bahkan tak tahu siapa pemilik rumah-rumah ini. Kami hanya bertemu diacara tertentu. Kalau setiap hari kami tak pernah bertemu atau sekedar saling sapa. Sibuk, salah satu alasan aku tak kenal dengan mereka. Aku sudah berhenti tepat di halaman rumah bernuansa eropa klasik dengan tiang besar dan tinggi. Cat putih menambah kesan elegan dan mewah. Segera aku melangkahkan kaki masuk ke dalam. "Sudah ditunggu di ruang keluarga, den," ucap Bik Darmi ramah. Aku mengangguk lalu berjalan menuju ruangan luas tempat kami bersantai sembari bercerita hangat. Senyum dari mama, papa dan Mbak Sandra menyambut kedatanganku. Segera kusalami tangan mereka satu persatu. "Ada apa, Mbak? Kenapa memintaku segera pulang?" tanyaku seraya menjatuhkan bobot di sofa tepat di samping Mbak Sandra. "Pengennya sih Mbak yang jelasin mumpung lagi bahagia begini. Tapi sepertinya pa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 44

    Pov Yasmin Gila! Dia benar-benar wanita gila! Kemarin dengan sombongnya dia melecehkan aku. Dia perlakukan aku bagai seorang pel***r tapi sekarang dia bilang cinta. Astaga! Ini pasti rencana Sandra agar bisa semakin menghancurkan hidupku. "Taksi!" Kulambaikan tangan saat mobil berwarna biru melintas. Seketika mobil itu berhenti. Untung tak ada penumpang di dalamnya. Aku harus segera pulang sebelum Gilang mengikuti. "Ke jalan mawar, Pak." Sopir itu mengangguk lalu melajukan kendaraan roda empat miliknya. Kini aku dapat bernafas lega. Sepanjang jalan kulihat luar jendela. Melihat orang dengan pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Bayangan masa lalu kembali menari-nari dalam kepalaku. Dari mulai kecelakaan papa dan mama hingga membuatku seperti ini. Tuhan seakan terus memberiku cobaan di luar kemampuanku. Kini hidupku semakin rumit. Aku bahkan tak tahu lagi apa yang harus ku lakukan? Siapa yang bisa kuandalkan. Aku seorang diri menjalani kehidupan yang kejam ini. Tanpa terasa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 45

    Perlahan aku ubah posisiku. Duduk dengan punggung bersandar di kepala ranjang. "Maaf sayang, ini bangunin temenku," ucapnya dengan mata fokus ke layar ponsel. Cindy sedang video call entah dengan siapa. Wajahnya dibuat manja dengan tangan melambai mengisyaratkan aku untuk keluar. "Maleslah, kamu aja yang keluar!" Kudorong Cindy yang berada di sampingku. "Ada tamu! Sana!" ucapnya seraya menarik tanganku agar mengikutinya. Dengan langkah gontai aku keluar kamar, meninggalkan Cindy yang masih asyik melakukan panggilan video call. Bahkan kini dia menggantikan posisiku, tidur di atas ranjang setelah bisa mengusirku. Aku berjalan menuju teras. Siapa gerangan tamu yang dimaksud Cindy. Mataku membulat sempurna melihat Farel sudah duduk di kursi di teras depan. Sudut bibirnya ditarik ke atas saat mata kami saling bertemu. "Farel...." "Baru bangun, Yas?" tanyanya sambil menatapku dari kepala hingga ke ujung kaki. Astaga,aku baru sadar jika penampilanku tak karuan. Rambut masih a

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 46

    "Jangan berpikir yang aneh-aneh, aku hanya ingin melepas jahitan di pelipismu!" ucap Farel seraya membuka perban yang menempel di pelipis. "Aku hanya takut sakit, makannya aku tutup mata. Kamu itu yang piktor!" kilahku. Sebenarnya aku hanya berbohong untuk menutupi pikiran liar yang berkelana di kepalaku. Aku malu, ini sudah yang kedua kalinya aku berpikir yang tidak-tidak kepada Farel. Farel menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Sikapnya membuat pipiku merona. Malu luar biasa. Perlahan tangan dingin dokter muda itu membuka perban. Aku tersenyum mendapat perhatian dari Farel. Dia datang ke sini hanya untuk mengobatiku dan meminta maaf. Dia jauh berbeda dengan Om Bagas. Sorot matanya penuh dengan ketulusan. Wanita yang akan menjadi istrinya pasti sangat beruntung. Andai saja suamiku seperti dia, pasti aku sangat bahagia. Astaga, apa yang aku pikirkan? Mana mau Farel denganku? Wanita yang tak bisa menjaga mahkotanya. "Jangan lihatin terus, nanti bisa jatuh cinta," uca

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 47

    Yasmin sudah bersiap dengan celana jeans biru muda dan kemeja berwarna putih. Hari ini dia akan berkerja di sebuah restoran cepat saji. Restoran milik teman Cindy. "Akhirnya kerja juga," ucap Yasmin seraya mengikat rambutnya ke belakang. Yasmin tersenyum melihat pantulan diri di cermin. Tak ada hijab yang menempel di kepalanya. Tempat kerja Yasmin tak mewajibkan karyawannya mengenakan hijab. Itu yang membuat Yasmin semakin bahagia. Hijab adalah sesuatu yang menjadi beban baginya. Karena gaya hidup dan penampilan yang bertolak belakang dengan pakaian muslimah itu. Dia tak ingin dikatakan munafik karena memakai hijab sedang kelakuannya masih tak sejalan. Tiin... Tiin.... Suara klakson motor terdengar nyaring di telinga. "Siapa sih yang berisik? Gendang telinga aku bisa pecah. Astaga!" Yasmin menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Suara klakson motor merusak hari bahagianya. Dua pemilik motor yang berhenti di depan rumah Cindy terus membunyikan klakson. Suara dari k

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 48

    "Stop!" Farel dan Brian melepas tangan Yasmin serempak. Mereka berdua dia tak berani menatap manik bening Yasmin. "Suwit, yang menang antar aku ke tempat kerja." Brian dan Farel mengangguk lalu melakukan perintah Yasmin. Tangan kanan mereka bersembunyi di balik punggung. Dalam hitungan ketiga mereka memperlihatkan tangan kanan masing-masing. Farel membentuk batu sedang Brian membentuk seperti kertas. Dan Brianlah pemenang dalam suwit kali ini. "Aku sama Brian, Rel." "Oke," Farel menatap Brian lekat. "lo, tolong jaga calon istri gue." Brian mencebikkan bibir mendengar ucapan Farel. Farel menyalakan mesin motor vespa kesayangannya. Tak berapa lama lelaki penuh kharisma itu meninggalkan Yasmin dan Brian. "Ayo naik, bisa telat nanti!" ucap Brian seraya menggerakkan kepala mengisyaratkan Yasmin untuk segera naik ke atas motornya. Kendaraan roda dua milik Brian melaju dengan kecepatan sedang. Kali ini mereka tak lagi melewati jalan tikus karena Yasmin sudah mengenakan helm.

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 49

    Sudah hampir satu bulan Yasmin bekerja di restoran Riki. Rasa khawatir dah curiga saat pertama kali bertemu atasannya telah hilang. Semenjak Yasmin bekerja, Riki tak pernah mendekat, dia hanya memantau Yasmin dari jauh. Namun niat buruk masih ada di pikirannya. Lelaki berkulit sawo matang itu hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan rencananya.Sayang Yasmin tak menyadari akan hal itu. Derrrtt... Derrttt.... Yasmin berjalan ke toilet untuk mengangkat panggilan telepon. Untung saja restoran sebentar lagi tutup jadi dia bisa mengangkat telepon tanpa terganggu kedatangan pelanggan. "Bila sayang, aku gak bisa jemput. Kamu gak papa kan pulang sendiri?" tanya Brian dari seberang sana. Yasmin mencebikkan bibir mendengar kata sayang yang keluar dari mulut Brian. Sudah berulang kali dia meminta Brian tak memanggil sebutan itu tapi tetap saja Brian kekeh memanggil Yasmin dengan sebutan sayang. Pada aakhirnya Yasmin memilih mengalah. "Entar juga dijemput Farel kok," ucap Yasmin seraya

Latest chapter

  • Sisi Lain Pelakor   Restu Mama

    "Mbak Hazna gak salah ngomong?""Apa wajahku terlihat bercanda? Sejak kapan aku ngawur saat membahas masalah penting ini?"Mulutku kembali bungkam. Perkataan kakaku tak bisa diganggu gugat. Aku tahu betul, dia tak pernah main-main jika membahas masalah pernikahan. "Apa alasan Mbak Hazna menerima Yasmin?"Mbak Yasmin menghela napas. Air putih dalam gelas ia habiskan dalam sekali teguk. Kemudian tatapan tajam ia layangkan padaku. Ini masalah serius. "Itu perkataan sebelum mama masuk rumah sakit."Seketika perasaan bersalah tumbuh dan mendominasi. Keegoisanku membuat mama jatuh sakit. Anak macam apa aku ini? "Ini bukan salahmu, Rel. Kamu pantas bahagia. Mbak tahu, banyak keinginan yang terpaksa kamu tinggalkan demi mematuhi perintah papa. Sudah saatnya kamu bahagia, Farel."Setelah percakapan itu, aku segera pergi menuju apartemen Mbak Hazna. Apalagi yang akan kulakukan selain bertemu Yasmin. Baru beberapa jam tapi rindu terus membelenggu. Aku tak bisa jauh dari perempuan itu. Siulan

  • Sisi Lain Pelakor   Permintaan Hazna

    "Stop, Farel!"Seketika aku dan Yasmin menoleh ke belakang. Pintu lift yang semula tertutup kini sudah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan jas dokter berdiri sambil menatap tajam padaku. Dokter Akbar, pemilik rumah sakit sekaligus ayah kandungku. "Ikut Papa!"Yasmin semakin mempererat genggaman tangannya saat kami keluar dari lift. Keringat dingin meluncur bebas dari kening. Wanitaku ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, Yas."Aku pererat genggaman ini. Memberi kekuatan jika semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu di depan untuk memberinya perlindungan. Sepanjang kaki melangkah semua mata menatap ke arah kami. Lebih tepatnya ke arah Yasmin. Bisik-bisik dan ucapan tak mengenakan mewarnai langkah kami. Sesekali Yasmin mengalihkan pandangan, tangan kirinya menyeka sudut netra. Dia menangis tanpa bersuara. Pintu ruang direktur utama terbuka lebar. Papa melangkah masuk, diikuti kami di belakang. Jantungku berdetak kencang kala pintu itu tertutup rapat. Kini kami saling diam deng

  • Sisi Lain Pelakor   Kembali ke Jakarta

    "Azizah!" Mataku terbuka lebar kala melihat wanita yang berdiri di hadapan. Dia masih sama seperti saat aku menolaknya. Senyum manis penuh ketulusan dia berikan padaku, lelaki yang membencinya karena sebuah perjodohan. "Kalian?" Aku menatap Azizah dan Arman bergantian. Sebuah kecurigaan tampak jelas di netra ini. "Boleh aku duduk, Bang Farel?" tanyanya menghentikan pertanyaan yang belum sempat aku ucapkan. Sebuah anggukan kuberikan sebagai jawaban saat mulut tak sanggup mengeluarkan kata. Azizah pun tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk di antara kami. Sungguh keadaan ini membuatku tak nyaman, aku ingin pergi dan menghilang dari sini. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini, Za?""Dia tahu dariku, Rel."Aku menghela napas kasar, mengeluarkan rasa kesal yang sempat memenuhi rongga dada. Aku sudah menduga, kedatangan Azizah pasti ada hubungannya dengan Arman. Apa ini rencana Arman untuk memisahkan aku dan Yasmin? "Amara alasan kamu melakukan ini?" Aku tatap tajam lelaki yang masih be

  • Sisi Lain Pelakor   Perempuan yang Bersama Arman

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku membenci keadaan ini. Kenapa selalu berada di situasi seperti ini? "Maaf, Bu Zazkia. Saya akan segera menikah."Wajah yang semula antusias mendadak berubah masam. Senyum yang tadi hadir sirna dalam sekejap mata. Dia kecewa. "Oh, menikah? Maaf, saya tidak tahu jika kamu sudah memiliki calon istri, Rel. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Maaf jika lancang dan membuatmu tak nyaman."Seulas senyum keterpaksaan nampak di wajahnya. Dia pura-pura tersenyum meski hati tersiksa. Lagi-lagi dunia penuh dengan drama dan sandiwara. Namun beruntung karena dia tak memaksaku untuk mengatakan iya. "Tak apa, Bu. Lagi pula semua orang bebas mengeluarkan pendapat, bukan? Negara ini saja mengikuti paham demokrasi, apa lagi kita yang hidup berdampingan satu dan lainnya.""Sekali lagi selamat, Rel."Aku mengangguk lalu segera berpamitan dengan wanita itu. Pergi secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Karena terus menerus bertemu dengan dia akan menci

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Atasan

    "Kamu....""Iya aku, pelanggan yang kamu tinggal sebelum sempat memesan." Wanita itu berjalan mendekat, terdengar sepatu yang beradu dengan lantai."Dia pemilik restoran ini." Mati. Kali ini aku akan dipecat. Tamatlah riwayatku! Ternyata begitu sulit bekerja sebagai pelayanan. Salah sedikit berdampak pemecatan. "Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud mengabaikan pelanggan. Saya hanya ingin menolong pelanggan yang lain. Tolong, jangan pecat saya, Bu."Wanita itu tersenyum hingga tampak gigi kelinci. "Siapa yang mau memecat kamu, Farel?"Aku menautkan dua alis, dari mana wanita itu tahu namaku? "Saya justru berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan orang itu.""Ja-jadi saya tidak dipecat?""Jelas tidak, mana mungkin saya memecat karyawan yang rajin seperti kamu." Aku mengangguk, seulas senyum terbit dari bibir ini. "Saya heran, kenapa kamu bisa tahu jika lelaki itu tersedak? Sementara jarak meja saya dengan lelaki itu cukup jauh."Aku hanya tersenyum, tidak mungkin aku jelaskan si

  • Sisi Lain Pelakor   Bekerja di Restoran

    Aku berlari menuju kerumunan. Perasaanku semakin tak enak. Semoga saja itu bukan Yasmin. Semoga bukan dia. "Permisi!""Permisi!"Aku menelusup masuk ke kerumunan. Darah berceceran di trotoar dan jalan sekitarnya. Wanita yang lelaki itu maksud sudah terbujur kaku dengan koran sebagai penutup tubuhnya. Rambut hitam wanita itu sama persis dengan Yasmin. Jangan-jangan dia memang wanitaku. Tidak... Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmin tidak boleh meninggalkan diriku. "Ya... Yasmin, kenapa kamu tinggalin aku," isakku. Perlahan kubuka koran yang menutupi wajahnya. Jantungku berdetak, rasa takut kembali hadir. Bagaimana jika ini benar-benar Yasmin? Apa yang akan kulakukan? Bisakah aku menerima kenyataan pahit ini? "Mas kenal mayat itu?" tanya seseorang menghentikan gerakan tangan ini."Dia Yasmin, kekasih saya." "Sejak kapan aku jadi kekasihmu, Rel?" Aku mendongak, Yasmin berdiri di belakang sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Perlahan aku berdiri, niat untuk membuka koran itu

  • Sisi Lain Pelakor   Meninggalkan Rumah Arman

    Aku dan Yasmin saling pandang. Kami bingung harus menjawab apa. Situasi ini di luar dugaan kami. "Tante mendengar percakapan kami?" tanyaku sedikit ragu. "Jadi kamu mantan wanita simpanan?" Tante Mayang menatap tajam mata Yasmin. "I-iya, Bu. Sebenarnya nama asli saya Yasmin bukan Amara. Saya man... mantan wanita simpanan pengusaha terkenal. Saya pernah diperkosa dan dilecehkan," ucapnya dengan suara bergetar. Tak berapa lama cairan bening berlomba-lomba turun hingga membasahi pipinya. Mengungkapkan kenyataan pahit tidaklah mudah. Tetapi Yasmin mampu meski keadaan yang menuntutnya untuk melakukan itu. "Astagfirullah ... Ya Allah." Tante Mayang mengelus dadanya. Terkejut, marah dan benci melebur menjadi satu di hatinya. "Maafkan saya, Bu. Saya tidak bermaksud berbohong. Hanya....""Kamu ingin mendapatkan Arman lalu menutupi semuanya. Bukan begitu, Amara?""Ti-tidak seperti itu, Bu. Sa-saya hanya ingin....""Maaf, Amara. Mulai hari ini kamu saya pecat. Tolong tinggalkan rumah seka

  • Sisi Lain Pelakor   Jawaban Yasmin

    "Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta

  • Sisi Lain Pelakor   Lamaran

    "Arman mau melamar siapa, Tante?" tanyaku memastikan. "Arman belum cerita sama kamu, Rel?"Aku menggeleng, pura-pura tidak tahu. Meski aku yakin nama Amara yang akan ia sebutkan. Namun aku masih berharap bukan dia, bukan wanitaku. "Amara, asisten rumah tangga kami.'JLEPJantung ini seakan berhenti berdetak. Aku sudah mengira kata Amara akan muncul dari mulut mereka. Namun sakitnya tetap saja terasa. Ya Robb, haruskah aku terluka untuk kedua kalinya? Haruskah aku mengalah untuk lelaki lain? Sakit, aku tersiksa. Bahkan hampir tidak sanggup berbicara. Kenapa harus aku yang mengalah, Ya Robb. Tidak bisakah orang lain saja? Dulu Brian sekarang Arman, apa aku tak berjodoh dengan Yasmin? Hingga selalu Engkau datangkan orang lain di kehidupannya atau mungkin hatinya. "Kok diam, Rel. Kamu kenal Amara, kan?"Aku mengangguk, susah payah kutahan air mata yang hampir terjatuh. Payah, kenapa harus menangis jika aku mengetahui kenyataan pahitnya. "Kamu pasti kaget kenapa Tante setuju mesk

DMCA.com Protection Status