Hentakan tangan Selena itu pun segera menyadarkan Arjuna. Lelaki itu menarik kembali tangannya dengan cepat sedikit salah tingkah. Lantas menyeringai samar penuh intimidasi dengan tatapan tajam seakan ingin menghukum gadis yang justru balas menatap tak kalah tajamnya itu lari 20 putaran mengelilingi lapangan bola, karena dengan begitu berani dan sudah pasti dengan sangat sengaja, memenuhi mangkuk supnya dengan lada yang sangat tak ia sukai.
Gadis itu mengatakan jika ibunya berkata demikian? Arjuna terkekeh dalam hati. Trik-trik rendahan seperti itu tak akan pernah mampu mempengaruhinya. Dan lihat saja bagaimana ia akan membalas perlakuan menyenangkan gadis ini padanya berkali lipat.
Kejengkelan Arjuna pada gadis yang kini sudah dengan begitu santai meraih mangkuk besar dan memenuhinya dengan sup iga itu, membuatnya lupa bagaimana dirinya bereaksi terhadap sentuhan, ia bahkan tak merasakan perasaan alergi sebagaimana yang selalu ia rasakan ketika tak sengaja menyentuh wanita.
Semua itu terjadi bukan tanpa alasan. Tepat tujuh tahun yang lalu, ketika usianya masih 20 tahun, ia mendapati kekasihnya─yang bahkan belum pernah ia sentuh selama dua tahun hubungan mereka─tidur bersama sahabat baiknya dalam sebuah kamar hotel.
Dirinya yang baru kembali dari pelatihan, segera menghubungi kekasihnya itu guna menyapaikan kabar gembira tentang pertunangan mereka sebelum ia berangkat pendidikan selama empat tahun. Namun sayangnya, sang gadis tak menjawab panggilan. Arjuna yang telah belajar dan berlatih tentang pencarian jejak, baik melalui sistem maupun lapangan, bisa langsung dengan mudah melacak keberadaan ponsel kekasihnya.
Keningnya berkerut semakin dalam begitu penelusuran jejaknya mengarah ke sebuah hotel di pusat kota. Ia terus mencoba menghubunginya, namun hanya kegegalan yang ia dapatkan.
Akhirnya, Arjuna memutuskan untuk datang ke lokasi di mana ponsel kekasihnya itu berada. Tidak peduli bahwa waktu itu hujan deras dan tengah malam. Melawan kemarahan ibunya yang dengan keras melarangnya pergi hanya untuk memuaskan perasaan ingin tahunya dan mencari kebenaran atas firasat buruk yang membayanginya.
Sesampainya di hotel itu, yang kebetulan sekali merupakan salah satu hotel keluarga temannya, Arjuna bisa dengan mudah mendapatkan izin untuk mengakses kamera pengawas. Meskipun pikirannya telah diselimuti oleh perasaan buruk, namun dirinya masih tetap berusaha tenang. Mungkin saja kekasihnya itu menginap bersama keluarganya, bukan?
Karena itulah, Arjuna memilih melihat rekaman kamera pengawas di hotel itu guna memastikan dengan siapa kekasihnya itu menginap. Dan pemandangan yang tersaji di layar monitor di hadapannya sungguh membuatnya membeku dengan jantung berdegup kencang, antara kecewa dan marah. Rahangnya mengatup rapat dengan kedua tangan mengepal erat. Sebuah pengkhianatan dari sang kekasih yang begitu ia percayai dengan tulus seakan menampar wajahnya dengan sangat keras. Ia merasakan rongga dadanya seakan dipenuhi oleh bongkahan batu besar membara yang membuatnya sesak dan terbakar.
Lihatlah gadis berpakaian sexy nan sangat minim bahan itu, tampak bergelayut manja dengan lelaki jangkung nan tampan yang sangat ia kenal. Mereka bahkan sama sekali tak merasa sungkan dan malu melakukan kenistaan itu di lorong hotel, tempat di mana para pekerja hotel berlalu lalang menjalankan tugasnya.
Eskpresi wajah kekasihnya bahkan terlihat sangat tidak sabar ingin segera tiba di kamar hotel dan melakukan hal-hal tak pantas sebagai sepasang manusia yang belum memiliki ikatan yang sah sebagai pasangan.
Tatapan tajam Arjuna melirik sudut kanan atas monitor yang menampilkan waktu kejadian, lantas, seringainya melebar begitu melihat kejadian itu terjadi baru setengah jam yang lalu. Bagus, bagus sekali!
Bergegas Arjuna menghubungi temannya, meminta akses ke kamar di mana sahabat baik dan kekasihnya berada.
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, Arjuna bergegas menuju ke kamar hotel, sebuah tempat yang tak pernah ia sangka akan mebuatnya sangat membenci wanita, bahkan hanya dengan bersentuhan karena ketidaksengajaan pun akan membuatnya seperti tengah menelan telur busuk yang penuh belatung.
Bagaimana tidak, Arjuna sangat menyukai kekasihnya itu. Ia tidak hanya memuja kecantikan sang kekasih, namun juga kelembutan dan kehalusan budi pekertinya. Yang selalu tampak manja dan lemah di hadapannya, membuatnya merasa ingin selalu melindungi gadis itu apa pun yang terjadi. Perasaannya yang begitu mendalam, yang selalu ia simpan untuk dirinya sendiri, karena tidak ingin menodai kehormatan sang gadis bahkan hanya dengan memegang tangannya, kini justru dibayar lunas dengan sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan.
Dan pemandangan yang tersaji di hadapannya begitu Arjuna membuka pintu kamar hotel, sungguh, pemuda malang itu laksana disambar petir di siang bolong. Hanya mampu membeku melihat sepasang manusia tengah mengobarkan hasrat masing-masing dengan sangat tidak tahu malunya. Mata Arjuna menyala merah dibakar kebencian dan kemarahan. Perutnya bergejolak tak mampu menahan perasaan jijik yang membuncah.
Tanpa berkata apa pun, Arjuna membanting pintu kamar hotel itu dan pergi dengan langkah cepat meninggalkan tempat yang menjadi saksi bagaimana anak manusia merasakan rasa sakit yang sangat mendalam karena besarnya rasa yang ia berikan.
Arjuna terus melangkah dengan mata merah, menatap nyalang penuh kebencian, sama sekali tak mempedulikan teriakan gadis yang selama ini ia anggap suci dan polos tengah memanggil-manggilnya dari arah belakang.
Mulai detik itu juga, ia tidak akan sudi melihat wajah gadis itu muncul di hadapannya.
Arjuna yang hatinya seakan ditikam oleh ribuan anak panah itu mulai kehilangan dirinya. Berjalan gontai di bawah derasnya air hujan yang seakan dengan begitu sengaja berusaha memadamkan bara dalam dirinya yang kian membesar hingga membuat tubuhnya nyaris terbakar.
Dan sejak saat itulah, Arjuna yang memang tidak pernah dekat dengan perempuan, menderita penyakit mental yang sulit disembuhkan. Alergi terhadap wanita. Penyakit yang membuat ibunya frustrasi setengah mati. Bagaimana bisa putra satu-satunya itu tak memiliki ketertarikan dengan wanita? Lalu, bagaimana keluarga mereka akan memiliki generasi penerus?
Namun, melihat reaksi yang baru saja ditunjukkan oleh Arjuna, tidak hanya Arjuna yang terkejut. Ayah dan ibunya juga cukup terkejut. Sebelum akhirnya tersenyum haru penuh kelegaan. Dan langsung berpikir bahwa Selena adalah malaikat kecil yang sengaja dikirim Tuhan untuk menyembuhkan putranya.
Karena pada kenyataannya, ini bukan kali pertama mereka mengajak Arjuna ke jamuan makan malam bersama sahabat-sahabat mereka dengan maksud mengenalkan Arjuna dengan putri mereka. Yang sialnya, selalu gagal, bahkan sebelum acara makan malam benar-benar dimulai. Karena hanya dengan melihat anak gadis mereka, Arjuna langsung beralasan tak bisa mengikuti acara makan malam. Dan meninggalkan mereka begitu saja.
Dan malam ini, Siren sebagai seorang ibu, merasa sangat gembira begitu tak melihat tanda-tanda putranya akan meninggalkan mereka, bahkan ketika putranya itu telah melihat gadis yang kini menjadi harapan terbesar mereka untuk menyembuhkan penyakit putranya akibat trauma yang mendalam itu.
Tidak hanya Arjuna baik-baik saja melihat Selena, putranya itu bahkan memegang lengan Selena dan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda keanehan sebagaimana biasanya? Melihat perubahan besar itu, bagaimana mungkin dirinya sebagai ibu tidak merasa senang?
Arjuna yang menyadari kegembiraan sang ibu pun merasa heran dengan dirinya sendiri. Menatap mangkuk supnya dengan tatapan kosong. Pikirannya sibuk sendiri memikirkan bagaimana mekanisme tubuhnya bisa berubah secepat ini. Apakah ini hanya berlaku bagi gadis bar-bar di hadapannya, ataukah ia sudah kembali normal?
“Tuan, sampai kapan kau akan memandangi sup itu dengan tatapan mengerikanmu, eh? Jika ia bisa bergerak, ia pasti sudah menendang bokongmu,” seloroh Selena dengan seringai mencemooh. Yang membuat Arjuna seketika tersentak dari lamunannya dan memandang lurus ke arah gadis di hadapannya dengan kedua alis terangkat saking terkejutnya.
“Selena!” Desisan galak itu datang dari ibunya, yang kini memelototinya penuh pringatan. Alih-alih takut, Selena justru menyeringai labar sampai kedua matanya menyipit. Dan dengan begitu santai, kembali menekuri mangkuk besar di hadapannya.
Bukankah keluarga bangsawan sangat tidak menyukai gadis yang tidak tahu sopan santun? Terlebih lagi ketika di meja makan? Rencananya kali ini pasti berhasil!
Selena menyeringai penuh percaya diri dengan rencananya. Perjodohan ini pasti gagal!
Namun sialnya, pikiran itu hanya ada di benak Selena.
“Oh astaga,” suara tawa yang terdengar jelas sekali seakan tak percaya itu keluar dari lisan ayah Arjun. “Gadis ini sungguh luar biasa sekali. Dharta, putrimu benar-benar hebat. Dia adalah satu-satunya gadis yang bisa mempermalukan Arjuna,” lanjutnya heboh dengan tawa berderai. “Hei, Siren, lihatlah, kapan kau terakhir kali melihat wajah putramu itu merona seperti ini, eh? Aku sungguh menyukaimu, Nak,” tegasnya seraya menatap Selena penuh arti dengan sisa-sisa tawanya. Seakan tengah menaruh harapan yang begitu besar padanya.Selena benar-benar bingung harus bereaksi seperti apa. Pasalnya, ia dengan begitu sengaja melakukan semua ketidaksopanan itu demi penolakan. Namun, lihatlah apa yang terjadi, alih-alih menolaknya, keluarga Daneswara itu justru terlihat begitu mengharapkannya menjadi menantu mereka.Belum sempat Selena selesai menganalisa apa yang keliru dengan sikapnya, Siren sudah merangkul tubuhnya dan memeluknya dengan erat. M
Selena melirik kakaknya penuh isyarat, berharap sang kakak akan segera berdiri dan menggantikan dirinya untuk mengantarkan lelaki yang kini terlihat begitu pucat itu menuju kamar tamu untuk beristirahat.Alin bukan tidak memahami isyarat adiknya yang begitu kasihan itu, tetapi tatapan ibunya yang seakan memahami situasi yang terjadi, yang terlihat jelas tidak menghendakinya turut campur dalam masalah yang dibuat adiknya itu, mau tak mau membuatnya mengurungkan niat untuk membantu Selena. Membuat gadis itu menatap sang kakak penuh kejengkelan dan peringatan. Yang sialnya, hanya dibalas dengan tatapan permintaan maaf oleh sang kakak yang sungguh tak bisa berbuat apa-apa di bawah tekanan tatapan sang ibu.Setelah menghela napas dalam, Selena akhirnya berdiri. “Tuan, mari ikut denganku,” ucapnya seraya berjalan keluar dari ruang makan.Arjuna yang merasakan rasa sakit yang luar biasa, benar-benar kehilangan keinginan untuk membantah. Dia memundurkan kurs
“Kau benar sekali, aku memang bukan seorang wanita. Harga dirimu akan jatuh jika sampai kau menikah dengan orang sepertiku. Percayalah, kehadiranku dalam hidupmu akan mengacaukan sistem keteraturan yang kau pegang selama ini, jadi sebaiknya─"“Aku membatalkan perjodohan kita?” sela Arjuna seraya menyeringai dengan kedua mata sedikit terbuka, hanya sedikit saja, seakan masih menahan rasa sakit di kepala dan perutnya. Melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan Selena perlahan.Sebuah pertanyaan yang membuat Selena segera saja menyeringai lebar dan mengangguk bersemangat.“Tepat sekali. Kau harus membujuk orangtuamu agar menggagalkan perjodohan ini," sahut Selena penuh semangat. Karena ia sudah tak yakin bisa membujuk ibunya. Maka jalan satu-satunya adalah meminta lelaki ini melakukannya."Biar kutebak, lelaki sepertimu, pasti memiliki jutaan penggemar. Kau bisa memilihnya salah satu yang kau sukai dan menjadikannya istrimu. Atau
Selena terdiam cukup lama memperhatikan sosok lelaki yang kini mendengkur halus dengan mulut sedikit terbuka itu. Keningnya yang semula berkerut dalam seakan tengah menahan rasa sakit, perlahan memudar. Dada bidangnya naik turun dengan begitu teratur. Dan saat itulah, Selena sungguh baru menyadari jika di dada sebelah kiri sedikit ke dalam lelaki itu terdapat bekas luka sayatan benda tajam yang cukup panjang.Mata Selena menyipit dengan pikiran yang mulai menebak-nebak. Lelaki ini adalah seorang tentara berstatus kapten, pemimpin dari satu batalion pasukan khusus di mana satu orang saja di antaranya memiliki kekuatan 30 orang prajurit biasa. Dengan statusnya itu, tidak menutup kemungkinan jika lelaki ini sudah terlibat dengan kejadian yang mungkin saja akan dengan mudah merenggut nyawanya.Dan tiba-tiba saja, ide-ide segar bermunculan di benak Selena. Membuat gadis itu menyeringai lebar.Lelaki ini sangat tampan. Nilai jual dari ketampanannya pastilah sangat
Arjuna yang tak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan sedemikian merendahkan harga dirinya itu pun, sedikit tertegun dengan keberanian gadis di hadapaannya yang kini bahkan berani melemparinya dengan tatapan mencemooh itu.Sejak ia kecil, entah bagaimana, orang-orang di sekitarnya merasa segan dengannya. Mungkin bukan hanya karena nilai akademisnya yang selalu menduduki posisi puncak di setiap jenjang pendidikan, namun, mungkin juga karena pembawaannya yang begitu tenang dan tak banyak bicaralah yang menjadikannya disegani oleh teman-teman bahkan para seniornya.Karena perlakuan itu telah ia terima bahkan ketika dirinya baru berada di bangku taman kanak-kanak, yang seakan telah menyatu dengan kehidupannya, menyatu dengan kepribadiannya, mau tidak mau membentuk kepribadian tinggi hatinya tanpa sadar. Merasa diri berada di posisi paling sempurna di mana tak seorang pun memiliki kesempatan untuk mencelanya. Sehingga, mendapati dirinya diperlakukan diluar kebiasaan, tentu
Selena seketika mendecih begitu mendengar nada arogan yang mengalir deras dalam setiap getar suara sosok lelaki yang kini bahkan enggan menoleh ke arahnya itu. Entah karena malu atau karena terlalu jengkel dan kesal padanya. Selena sama sekali tak peduli.Namun, belum sempat Selena membalas perkataan Arjuna yang menjengkelkan itu, terdengar instrument BrunuhVille “Spirit of The Wild” dari saku celana Arjuna. Sebuah instrumental yang seketika membuat Selena terbeliak. Sedikit terkejut menyadari bahwa lelaki ini memiliki selera yang sama dengannya. Meskipun harus ia akui, instrumental yang terdengar liar, lembut, dan penuh semangat ini memanglah sangat bagus, bahkan mungkin saja memiliki jutaan penikmat di luaran sana, namun, tetap saja, bukankah ini terlalu kebetulan bagi mereka?Bahkan sama-sama menggunakannya sebagai nada dering panggilan ponsel? Oh, sungguh, Selena berharap tak ada seorang pun yang menghubunginya malam ini. Jika sampai lelaki itu mengetah
Ketika Arjuna hendak berpamitan untuk meninggalkan makan malam terlebih dahulu dengan alasan tugas yang tak dijelaskannya secara mendetail, ia mengatakan pada kedua orangtuanya sekaligus keluarga Selena bahwa dirinya dan Selena tidak keberatan dengan rencana pernikahan mereka.Tentang kapan acara pernikahan itu akan dilangsungkan, ia serahkan sepenuhnya pada para orangtua.Dan setelah berkata demikian, tubuh tinggi tegap Arjuna berjalan menuju pintu dengan kedua kaki jenjangnya yang melangkah cepat nan lebar. Terlihat begitu tergesa-gesa. Meninggalkan kedua orangtuanya dan keluarga Selena yang kini terlihat sangat bahagia dengan keputusan yang baru saja didengar dari mulut Arjuna itu. Keduanya bahkan sempat tak percaya dengan apa yang didengar oleh telinganya. Namun, kenyataan bahwa itu bukanlah mimpi, membuat mereka segera diliputi oleh kebahagiaan yang luar biasa.Ibu Arjuna dan ibu Selena bahkan saling berangkulan dengan air mata berderai karena haru. S
“Apa kau yakin dengan keputusanmu untuk menikah dengannya?” tanya sang kakak yang kini berdiri setangah duduk bersandar di atas meja belajar Selena. Menatap adiknya dengan tatapan menyipit penuh selidik. Berusaha mencari tahu keseriusan adiknya itu tentang keputusannya menyetujui pernikahan.Selena yang tengah menatap layar monitor layaknya tengah menonton sebuah film aksi itu segera mendongak, balas menatap kakaknya dengan kening berkerut samar. “Apakah adikmu yang cantik ini memiliki pilihan, wahai kakaku yang tampan?” Selena justru balik bertanya, mengangkat sebelah alis dan menyeringai samar sebelum kembali fokus pada layar monitornya.Gadis itu tak berkedip begitu melihat sosok Arjuna yang telah menggulung kemeja batik lengan panjangnya hingga ke siku, berlarian di sebuah lorong yang mengarah ke suatu tempat yang belum ia ketahui.Hanya dengan menggunakan nomor ponsel Arjuna, Selena bisa melacak keberadaan Arjuna dan menyusup ke dala
Arjuna menatap ponsel yang telah padam di tangannya itu seraya mengangkat sebelah alis sedikit terkejut, sebelum akhirnya terkekeh pelan. Benar-benar tak menyangka jika ada gadis yang berani berkata kasar dan begitu vulgar pada dirinya.Dan lebih buruk daripada itu, sebentar lagi gadis itu akan menjadi istri sahnya. Karakter seorang gadis yang sama sekali tak pernah terlintas di benaknya yang selama ini hanya menjumpai gadis-gadis anggun nan bersikap lembut kala di hadapannya.Yang anehnya, justru sikap Selena yang begitu terang-terangan dan sama sekali tak memiliki kecanggungan ataupun sopan santun terhadap dirinya yang notabene selalu disegani banyak orang itulah yang membuatnya tertarik pada gadis itu.Tidak hanya tertarik, ajaibnya, ketika berada di dekat gadis itu, dirinya bisa menjadi lelaki normal dan melupakan traumanya di masa silam.Karena berbagai alasan itulah, Arjuna memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing dengan sikap Selena yang semena-
“Tentu saja aku kesal!” geram Selena dengan nada tinggi. “Apakah kau berharap aku akan merasa sangat senang sekali jika ada orang lain yang menjamahya ruang pribadiku, eh?” lanjutnya seraya bersungut-sungut. Andai di hadapannya saat ini ada kue klepon kesukaannya, ia pasti menelannya bulat-bulat.“Tapi aku bukan orang lain. Aku adalah calon suamimu. Bukankah dalam hubungan suami-istri tidak seharusnya ada ruang pribadi sebagaimana yang kau bicarakan itu?” balas Arjuna ringan sekali, seakan tengah membicarakan cuaca mendung di pagi hari.Baginya, apa yang ia lakukan sama sekali tidak mengandung unsur kesalahan. Lagipula, ponsel gadis itu juga tak memiliki rahasia jenis apa pun yang bisa menghancurkan dunia. Alih-alih, percakapan dalam pesannya hanya berisi segelintir orang, itu pun hanya membicarakan masalah yang menurutnya sama sekali tak penting.Bahkan gallery gadis itu sama sekali tak normal layaknya gadis muda pada umumnya
Selena segera menyambar ponselnya dan mengumpat kesal begitu melihat nama kontak yang tertera di layar ponsel.“My Husband, eh? Jangan panggil aku Selena jika tidak bisa memberi pelajaran pada orang yang dengan berani meretas ponselku!” geram Selena seraya menunggu panggilan telepon tersambung, menyeringai seperti penyihir jahat yang dengan riang menakuti anak-anak.Namun, sedetik kemudian, gadis itu mengerutkan kening dalam. Teringat bahwa ponselnya telah memiliki sistem berlapis yang menjaganya dari gangguan peretas.Bagaimana bisa Arjuna menembusnya? Mungkinkah lelaki itu juga memiliki keahlian yang sama seperti dirinya?Belum selesai Selena menganalisanya, terdengar sahutan dari seberang yang terdengar begitu lelah.“Kau sudah membacanya?” tanya Arjuna seraya menyandarkan punggung ke sandaran kursi di ruangannya. Peristiwa yang terjadi semalam benar-benar telah menguras energi dan pikirannya sebagai
Selena menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi kaki menggantung setelah selesai berbicara dengan ayahnya. Ia bahkan merasa tak perlu repot-repot berganti pakaian sekalipun pakaian yang ia kenakan basah dan lengket oleh keringat.Beruntungnya, ibunya tidak ada di sana. Jika tidak, ia pasti akan menerima petuah gratis selama dua jam penuh tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.Gadis itu menghela napas panjang dan membiarkan kedua tangannya telentang.Pandangannya menatap langit-langit kamar yang berwarna putih gading dengan pikiran yang melayang jauh ke segala penjuru mata angin, memikirkan banyak hal tentang masa depan pernikahannya.Dirinya memang menyetujui perjodohan itu, tetapi ia sungguh tak menyangka akan secepat itu prosesnya.Satu bulan sejak pertemuan pertama mereka? Oh yang benar saja!Selena mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangan. Mendesah berat dan hampir saja meloloskan erangan frustrasi. Sebelum akhirnya,
“Oh, benarkah?” Nada tak yakin dengan tatapan penuh selidik sang ayah itu seketika membuat Selena merutuki kecerobohannya. Tidak seharusnya dirinya terburu-buru menghampiri sang ayah unuk melihat berita hari ini. Dirinya sungguh menyesal kenapa tidak menonton televisi melalui jaringan internet saja.Namun, penyesalannya sungguh tak berguna sama sekali. Nasi telah menjadi bubur. Bagaimana mungkin dirinya bisa mengembalikannya lagi menjadi bulir-bulir nasi?Yang harus ia pikirkan saat ini adalah mencari cara bagaimana agar ayahnya, yang kini menatap dirinya dengan kedua mata menyipit semakin curiga itu bisa mempercayai bualannya.Selena sungguh tertawa ironi dalam hati, betapa buku tentang kiat-kiat berbohong yang sengaja ia baca untuk menguatkan karakter-karakter fiksinya itu akan sangat berguna di situasi seperti ini.“Apakah Ayah meragukanku?” sanggah Selena cepat, dengan raut yang dibuat seakan tengah terluka karena seseora
“Tunggu sebentar,” ucap Dharta dengan kening berkerut samar, seakan ada sesuatu yang mengganggunya.“Jika informasi tentang penyerangan Markas Rajawali itu tak ditayangkan oleh media mana pun, lalu, bagaimana kau bisa mengetahuinya, Sayang? Ayah pikir, hubungan kalian belum sedekat itu hingga Arjuna menceritakan masalah yang ditutup rapat-rapat dari jangkauan publik itu padamu. Atau, telah terjadi sesuatu ketika kalian berdua di kamar tamu?” cecar Dharta seraya menatap lekat manik sewarna madu miliki gadisnya yang kini bergerak-gerak salah tingkah. Membuat Dharta semakin mengerutkan kening dalam.Selena sungguh mati kutu. Ia sama sekali lupa mengantisipasi kemungkinan munculnya pertanyaan itu dari sang ayah.Dirinya tentu saja tidak mungkin menceritkan tentang tindakan kriminal yang telah ia lakukan.Jika sampai ayahnya tahu tentang kemampuan dan tindakannya itu, sudah bisa dipastikan, ayahnya yang lembut namun juga tegas secara be
Keesokan harinya, Selena sudah bangun sebelum subuh dan menjalankan rutinitas sebagaimana biasanya. Meskipun semalam ia tidur larut malam, namun, energi mudanya yang luar biasa, membuatnya tetap bangun dalam keadaan segar bugar. Sama sekali tak terlihat jejak kelelahan akibat begadang.Dan di pagi itu, setelah ia selesai lari pagi, sama sekali tidak seperti biasanya, ia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga dekat dengan sang ayah yang tengah menonton acara bincang bisnis yang dihadiri beberapa pakar.“Pagi, Ayah,” sapanya dengan nada riang pada sang ayah yang tengah menikmati teh hangat dan pisang goreng seraya menonton.“Pagi juga, Sayang,” balas Dharta seraya menarik kepala putrinya lembut dan mengecup kening putrinya penuh sayang. “Tumben sekali, ada apakah gerangan, eh? Biasanya putri Ayah sama sekali tidak tertarik dengan tontonan jenis apa pun, atau.” Dharta menjeda kalimatnya, menyipit penuh rasa curiga
Selena yang masih sibuk mengamati pergerakan orang-oramg melalui layar monitornya seraya terus berkomentar, segera terdiam begitu mendengar suara Arjuna yang teramat jelas di telinganya yang kini mengenakan headphone.Sebelah alisnya terangkat, seakan otaknya terlambat mencerna kalimat menyudutkan yang baru saja diterima indera pendengarannya itu.Hening sejenak. Sebelum akhirnya seruan jengkel meluncur dari lisan Selena tanpa bisa dicegah. Mengalir deras bagai air bah yang menghanyutkan apa pun yang dilintasinya. Beruntunya, Arjuna adalah sebuah pohon yang kokoh dengan akar yang kuat. Derasnya air bah yang menerjangnya, tidak akan cukup kuat untuk membuatnya tercerabut dari akar dan terseret arus. Alih-alih, yang ada justru air bah itulah yang menyerah dan surut ke dalam tanah.“Apakah kau sudah selesai?” tanya Arjuna dengan santainya begitu Selena menghentikan kalimat makiannya untuk mengambil napas.“Kau idiot!” geram S
Selena mengetuk-ngetuk pipinya lembut dengan jari telunjuknya ketika memikirkan kembali apa yang baru saja disampaikan oleh kakaknya. Bibirnya terkatup rapat sementara kedua alisnya saling bertautan erat.Sebetulnya, ia sama sekali tak ingin memikirkan apa yang baru saja kakaknya itu katakan. Namun sungguh sial, kata sakral itu terus terngiang di benaknya sekalipun kakaknya telah lama meninggalkan kamarnya.Tadinya, ia langsung setuju dengan perjodohan itu karena sama sekali tak melihat adanya poin yang merugikan dirinya. Tapi ia sunggguh baru tersadar jika pernikahan adalah sebuah wujud tanggung jawab.Selena mengerang frustrasi memikirkan kerumitan tanggung jawab itu setelah dirinya menyandang gelar istri. Ia sungguh tak peduli dengan Arjuna, tetapi, bagaimana dengan keyakinan yang ia pegang? Wujud tanggung jawabnya terhadap Tuhan.Selena menjatuhkan keningnya ke atas meja seraya merutuki kecerobohannya dalam membuat keputusan. Bagaimana mungki