Opsir Julio beralih menatap ke Arisa. Tidak ada wajah takut dan cemas dari mata gadis itu. Sepertinya gadis itu nampak lebih berani daripada anggota keluarga perempuan yang lain.
"Nona Arisa, Apa yang anda lakukan ketika kejadian berlangsung yaitu sekitar pukul sebelas malam?"
"Tidak ada, aku hanya tidur. Tetapi, ...." Arisa seolah ragu ingin melanjutkan kalimatnya.
"Apa? Ada sesuatu yang kau ketahui?"
Arisa menggeleng, dia sama sekali tidak tahu apa-apa.
"Tidak ada, hanya saja ... aku melihat bibi Akane sedang mengendap-endap melihat sesuatu di ruangan sana. Ruang arsip yang ada di ujung koridor."
Suichi melebarkan mata ketika mendengar kesaksian Arisa. Apa yang dilakukan oleh Akane di ruang rahasia itu?"
"Pukul berapa itu terjadi?"
"Sekitar tiga puluh menit sebelumnya. Setelah itu aku kembali ke kamar."
"Mengapa anda kembali ke kamar?"
"Setelah tanpa sengaja aku memanggilnya, bibi Akane sempat terkejut lalu kemb
"Sepertinya kamera pengawas tidak berguna."Zack menghembuskan napas dengan kasar, sia-sia dirinya dan Arisa menatap kamera pengawas itu hingga takut berkedip, takut jika ada satu hal yang luput dari pengamatannya."Mungkin kau harus bekerja lebih keras lagi, Zack!""Atau mungkin, pembunuhnya lewat belakang. Maksudku dia memanjat lalu memasuki jendela bibi Akane," imbuh Arisa mengutarakan pendapatnya."Kamar ini tidak memiliki balkon, bukan? Dan letaknya juga berada di lantai dua. Sangat sulit jika seseorang memanjat untuk melewati jendela ini.""Aku bisa melakukannya. Kita tinggal menggunakan tali khusus lalu mengikatnya pada pinggang. Meletakkan jangkar di tempat yang pas, lalu mencoba tingkat kerenggangan dan kekuatannya. Itu sangat mudah."Zack terkekeh, ia tentu tidak lupa dengan aksi Arisa ketika menjadi seorang pencuri. Sepertinya gadis ini sangat berbakat jika bekerja dalam tim sirkus. Sayangnya Arisa terlalu kaya jika harus mengerja
Nayla baru saja keluar dari kamarnya. Gadis itu sudah berpenampilan rapi. Sling bag leather-nya sudah bertengger melingkar di bahunya. Gadis itu mengenakan mini dress motif bunga yang dibalut dengan blazer putih berlengan panjang. Rambut brunette-nya dibiarkan tergerai memanjang di punggungnya dengan polesan make up ringan yang sengaja ia bubuhkan di wajahnya, membuat gadis itu terlihat cantik memesona.Nayla menuruni anak tangga dengan mengenakan sepatu putih jenis flat, menapaki satu per satu anak tangga itu dengan perlahan.Dari atas tangga dengan kaki yang terus menapak turun, Nayla bisa melihat Zack dan Arisa sedang bercengkrama di bawah sana. Di atas sofa ruang tengah dengan punggung menyandar santai di sandaran sofa, keduanya terlihat akrab tanpa ada rasa canggung sedikit pun.Mengapa Zack bisa seakrab itu dengan Arisa?Mata Nayla tidak beralih sedikit pun ke arah Zack dan Arisa, ada rasa tidak senang melihat kedekatan mereka. Senyuman itu, seharus
Lelaki itu menoleh ke arah Nayla dengan sama terkejutnya. Ia tidak menyangka Nayla bisa berada di depan pintu kamar mandinya menyaksikan adegan yang seharusnya hanya menjadi rahasianya.Victor terlupa jika Nayla sudah tidak koma lagi. Perempuan itu bisa saja datang kapan saja yang dia kehendaki. Nayla memiliki akses masuk ke rumah itu.Seharusnya rahasia yang selama ini ia lakukan ketika Nayla masih terbaring koma tidak dengan mudah diketahui oleh gadis itu. Ya, Victor sangat ceroboh dengan memasukkan perempuan lain di rumahnya saat ini."Nayla!"Victor segera bangkit, meraih jubah handuknya untuk kemudian menggunakannya dengan mengikat talinya secara serampangan. Lelaki itu segera menghampiri Nayla meninggalkan perempuan yang nyaris tanpa busana karena pakaiannya sudah teronggok basah di lantai kamar mandi.Nayla membalikkan tubuhnya, hatinya sakit mendapatkan pengkhianatan yang sudah kelewat batas. Padahal dia secara mati-matian menahan dan membu
Wajah Nayla sudah memerah, menahan air mata yang masih terbendung di sana."Kau menyiksa hatiku setiap hari. Kau selalu datang dan pergi sesukamu. Mempermainkan perasaanku yang tidak sanggup ku hadapi. Sementara aku, harus bergelut dengan perasaanku antara memilih setia atau berpaling. Di saat statusku sebagai tunangan orang lain dan akan menikah dalam waktu dekat, justru ada nama lain yang memporak-porandakan semuanya. Membuat hatiku gelisah, bingung dan tidak menentu. Kau selalu merenggut malam-malamku setiap hari. Kau ... selalu muncul di mana pun, kau ... bersikap menyebalkan. Aku ...."Nayla belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Zack menarik tubuh Nayla untuk kemudian mendekap gadis itu dalam pelukannya.Nayla menangis dalam pelukan lelaki itu, meletakkan keningnya di bahu Zack. Dipeluk seperti ini, membuat Nayla merasakan kenyamanan. Sama seperti apa yang ia rasakan saat itu, yaitu ketika pria misterius itu datang dan memeluknya seperti saat ini. Begitu n
Zack sudah berada di ruang tunggu rumah sakit. Hari ini dia melakukan pelepasan gips yang membalut tubuhnya. Zack merasa dia sudah tidak memerlukannya lagi. Selain sulit bergerak dan kurang nyaman, dia ingin segera menikahi Nayla. Menurutnya pernikahannya ini harus secepatnya dilakukan sebelum Nayla berubah pikiran.Meskipun Zack tahu bahwa Nayla sudah benar-benar mencintainya, tetapi ia masih saja takut jika kejadian tak terduga lainnya akan muncul dan membuat semua penantian dan mimpinya menikahi pujaan hatinya itu pupus di tengah jalan.Tangan Zack sedari tadi tidak melepas genggamannya dari tangan Nayla. Keduanya seperti terlihat malu-malu ketika tanpa sengaja beradu pandang."Zack, jika dokter mengatakan bahwa masih tidak boleh dilepas, kau harus menurutinya. Jika tidak, aku tidak akan ....""Iya, kau tidak akan mau menikah denganku, 'kan? Tenang saja, aku akan menurut. Jangan mengatakan itu terus, ancamanmu sungguh sangat mengerikan."Nayla t
"Zack, lihatlah! Kau sangat menggemaskan."Nayla terkekeh melihat album foto Zack ketika masih bayi. Lelaki itu difoto dalam kondisi telanjang dengan posisi tengkurap dan kepala menatap ke depan. Baby Zack terlihat lucu dan menggemaskan dengan tubuh yang putih bersih dan juga montok."Tentu saja, kau akan mendapatkan anak yang menggemaskan kalau menikah denganku," ucap Zack dengan percaya diri.Nayla hanya terkekeh dengan menepuk bahu Zack pelan. Lelaki itu selalu bisa membuatnya tertawa.Nayla duduk bersebelahan dengan Zack yang saat ini bersandar di sofa sambil merentangkan sebelah tangannya sebagai sandaran untuk kepala Nayla. Gadis itu membuka lembar demi lembar album foto itu.Zack menyuapi Nayla dengan potato chips di sela-sela obrolan ringan mereka yang membicarakan masa kecil Zack yang bahagia.Mata Nayla tertuju pada sebuah foto keluarga kecil yang ia tahu bahwa lelaki yang masih berusia sekitar lima tahun di tengah dua orang
"Apakah kau yakin akan mengatakan itu sekarang?"Nayla terlihat sedikit cemas dengan apa yang akan Zack lakukan saat ini.Lelaki itu akan meminta restu dari Suichi bahwa dirinya akan menikahi Nayla, melamar Nayla untuk dijadikan pendamping hidupnya.Tentunya tidak mudah mendapatkan restu dari Suichi, sehingga membuat Nayla takut, jika pada akhirnya hal itu justru akan berakhir dengan sebuah pertengkaran besar antara Zack dan juga Suichi.Zack menyentuh bahu Nayla, sedikit meremasnya lalu tersenyum kepada gadis itu. Meyakinkan Nayla bahwa dirinya bisa mengatasi semuanya. Bagi Zack, dukungan Nayla kepadanya sangatlah berarti. Jika Nayla menyerah hanya karena terhalang restu, lalu apa yang bisa Zack lakukan?"Berjanjilah, kau akan selalu mendukungku. Tidak akan pernah meninggalkanku apapun yang terjadi."Nayla hanya bisa mengangguk patuh ketika Zack mengatakan itu semua sembari mengusapkan tangan kekar itu di atas pucuk kepala Salwa."Ak
"Apa?" Semua orang terperangah mendengar perkataan Nayla yang di luar dugaan.Suichi merasakan sesak di dadanya. Tanganya menyentuh dada kirinya lalu meraih air mineral di depannya, membuka tutup botol yang masih tersegel itu lalu meminumnya.Sayaka segera menghampiri Suichi, menyodorkan obat yang biasa Suichi konsumsi ketika merasakan sakit di dadanya."Kakak, tenanglah!" ucap Sayaka kepada kakak tirinya itu.Suichi menerima obat itu lalu membuka bungkusnya untuk kemudian menelan tablet itu menggunakan air mineral yang tadi sempat diminumnya."Terima kasih." Suichi menutup kembali botol air mineral yang masih tersisa separuh itu.Sayaka hanya mengangguk sambil tersenyum. Perempuan itu kembali ke tempat duduknya yang berada di seberang tempat Suichi berada. Namun, tanpa sengaja Sayaka menyinggung botol air mineral itu hingga roboh."Maaf," ucapnya sambil menegakkan kembali botol minuman Suichi.Suichi hanya diam, matanya kembal