Mandy membulatkan mata, ketika tubuhnya tidak berhasil ia tutupi. Ia meraih bantal lalu memeluk bantal itu menghalangi tatapan mesum Victor yang sedang menikmati lekuk tubuhnya.
Namun, lagi-lagi Victor dengan mudahnya mengambil alih bantal tersebut, lalu dibuangnya menjauh. Hanya dua tangannya yang ia silangkan ke dada yang menjadi satu-satunya harapan terakhir Mandy.
Victor mencengkram pergelangan tangan Mandy, lalu ia angkat ke atas, menyatukannya hanya dengan satu genggaman tangannya. Matanya memindai keseluruhan tubuh Mandy dengan tatapan penuh minat dan nafsu.
Victor merangkak ke atas ranjang, menahan tubuh Mandy dengan tubuhnya, membisikkan sesuatu di telinga perempuan yang sudah tidak berdaya di bawah kendalinya.
"Kau bisa berteriak semaumu, Sayang. Tidak ada yang melarangmu," ucapnya dengan tangan yang sudah lancang menyentuh barang pribadi Mandy secara leluasa.
***
"Zack, apakah kau sudah menemukan tempatnya?" ucap Nayla kepada Zack
Nayla melihat tangannya masih digenggam erat oleh Zack. Akan tetapi, lelaki itu masih berdiri tegap untuk menenangkan Mandy. Apakah Zack masih mengharapkannya? Ataukah hanya merasa tidak enak dengan Nayla karena status mereka saat ini?Nayla masih menunggu dengan mematung di belakang Zack dan Mandy, perempuan itu masih menangis sesenggukan. Mungkin Nayla harus memberi ruang bagi Zack menghibur Mandy yang sedang bersedih itu. Sebagai calon dokter dan sesama wanita, Nayla menyadari apa yang dialami Mandy bisa membuat seorang gadis trauma dan terganggu psikisnya, sehingga Nayla tidak bisa egois dengan membiarkan Mandy seorang diri dalam kondisi terpuruk seperti itu.Namun, melihat pemandangan seperti itu terus di depan matanya membuat hati Nayla tidak terima. Zack belum juga melepaskan genggaman tangannya, sehingga Nayla hanya bisa diam terpaku di sana.Apa sebenarnya maumu Zack?Apakah kau menginginkan aku cemburu melihat kemesraanmu lebih lama bersama Mandy?
Zack menunggu di luar ruangan tatkala petugas medis melakukan visum terhadap Mandy. Sementara opsir Arnold sedang melakukan penyelidikan di area tkp dan barang bukti. Luka di tangan Zack pun sudah dilakukan pengobatan sehingga saat ini perban tebal terlihat melingkar di lengan lelaki itu. Butuh waktu hampir tiga puluh menit hingga akhirnya Mandy muncul dari balik pintu yang tertutup itu. Zack sudah membawakan gadis itu pakaian yang baru, sehingga Mandy tidak lagi mamakai jaket milik Zack. Wajah Mandy tampak cemas sekaligus panik. Sebagai opsir polisi yang biasa melakukan penyidikan untuk menerka raut wajah pelaku suatu tindakan kriminal, tentunya raut wajah Mandy membuat Zack heran dan curiga. Tetapi kenyataan bahwa Mandy sedang berada dalam ketakutan dan trauma akibat pelecehan seksual yang baru saja dialami membuat Zack memakluminya. "Kau ingin pulang lebih dulu ataukah menunggu hasilnya?" tanya Zack hati-hati. Pengalamannya selama menangang
Stevan baru saja kembali dari rumah orang tuanya, ia membuka pintu apartemen Zack, berlari ke atas kamarnya dengan rasa tidak sabar dengan apa yang sudah dikatakan Zack kepadanya."Kalau kau tidak cepat kembali, akan kubuang pemberian Yuta untukmu," ucap Zack seraya mematikan panggilan teleponnya."Di mana Zack meletakkannya?" gumam Stevan sambil mencari-cari hadiah pemberian Yuta untuknya.Ia mulai kesal setelah tidak satu pun barang yang menurutnya layak dijadikan hadiah, kecuali jika Yuta hanya mengembalikan jaket miliknya melalui Stevan."Okey, jaket. Di mana jaket itu?" ucapnya lagi sambil membuka dan mengacak-acak isi lemarinya.Mata Stevan lebih berusaha lebih jeli mencari-cari di mana jaketnya diletakkan oleh Zack. Dengan beberapa kali menggeledah isi lemarinya dan lemari Zack, matanya terpaku pada sebuah paper bag berwarna coklat tua yang tergeletak begitu saja di bawah meja kecil
Nayla memeluk erat punggung Zack ketika mereka dalam perjalanan pulang. Zack merasa ada yang aneh dengan sikap Nayla. Perempuan itu biasanya banyak bicara selama di perjalanan, bercerita ataupun bergurau dengannya. Tetapi saat ini, Nayla hanya memeluknya tanpa suara. Zack menepikan motornya, instingnya sebagai polisi pun menggelitik untuk menanyai perubahan sikap Nayla. Disentuhnya tangan Nayla yang melingkar di dadanya. "Nay, kau baik-baik saja?" Nayla yang baru sadar bahwa Zack menghentikan motornya membuka mata, pelukannya terlepas begitu saja, tetapi tetap memilih diam dan menunduk. Zack segera turun dari motornya, memeriksa kondisi Nayla yang bersikap tak biasa itu. Ia menghadap Nayla yang masih duduk di boncengan motor tanpa berkata-kata. "Nay, apa kau baik-baik saja?" Zack sedikit mengguncang bahu Nayla, menyadarkan perempuan itu dari lamunannya. Nayla menengadah, netranya menangkap tatapan Zack yang ditujukan kepadanya.
Malam yang semakin larut, hawa dingin menyeruak di permukaan kulit. Nayla melihat Zack nampak kedinginan ketika tubuh lelaki itu masih berdekatan dengan tubuh dinginnya.Nayla sedikit menjauhkan tubuhnya, dengan hati-hati ia memindahkan lengan Zack yang memeluknya dengan erat dan menggantikannya dengan guling.Nayla memerhatikan kekasihnya itu sekali lagi, wajah Zack tampak damai ketika sedang tertidur, hidungnya yang mancung, bibirnya yang berwarna merah alami karena mungkin Zack tidak pernah mengonsumsi rokok ataupun alkohol, membuat Nayla tak bisa berkedip memandanginya. Sampai kapankah ia bisa menatap wajah Zack sedekat ini?Nayla mengalihkan pndangannya ke arah bawah, menarik selimut di bawah kaki Zack untuk ia tutupkan di tubuh kekasihnya itu, senyum simpul terukir di bibir Zack ketika rasa hangat dari selimut itu melindungi tubuhnya dari dinginnya malam. Nayla mengusap rambut Zack perlahan, mengecup singkat bibir kekasihnya itu, hanya beberapa detik saja.
Stevan berjalan perlahan ketika ia masih menggendong Yuta di punggungnya. Ia sengaja melambatkan langkahnya agar tidak cepat sampai, karena suasana seperti ini rasanya seperti mimpi."Zack, kau sudah datang?" Stevan sedikit meringis melihat Zack sudah berada di lokasi kejadian."Sepertinya aku sudah tidak dibutuhkan lagi," ucap Zack dengan mengangkat kedua alisnya."Zack, ambil makananmu di dalam jok motorku. Aku akan mengantarnya pulang."Stevan merogoh kunci motornya yang ia letakkan di saku celana lalu melemparkannya ke arah Zack. Dengan sigap Zack menangkap kunci motor Stevan, segera ia ambil makanan yang dimaksud oleh Stevan."Mungkin lain kali kau harus membawa mobil, agar tidak perlu membangunkannya jika dia sedang sangat mengantuk," ucap Zack sambil menepuk pelan lengan Stevan."Apa?"Stevan menoleh ke belakang, ia merasakan napas Yuta terdengar teratur dengan kepala bersandar penuh di bahunya."Dia tertidur?" gumam Ste
Zack membawa Nayla ke apartemennya, ia sengaja membawa perempuan itu pulang untuk menenangkannya. Ia juga masih memikirkan cara untuk menyelamatkan tubuh Nayla.Jika ia meminta tim dokter untuk tidak menghentikan penanganan medis ke tubuh Nayla dengan alasan arwah Nayla yang memintanya, tentu semua dokter akan mentertawainya. Mereka pasti tidak akan percaya dengan perkataan Zack, dan tentu saja alasan seperti itu tidak akan membuat mereka mengghentikan rencana yang sudah diputuskan oleh keluarga Higashino.Zack hanyalah orang luar, dan ia sama sekali tidak ada kaitannya dengan keluarga Higashino, sehingga secara hukum ia tidak mempunyai hak untuk ikut campur mengenai perawatan Nayla."Jangan menangis. Aku akan menyelamatkanmu. Kita bisa melakukannya bersama. Dan tentunya aku membutuhkan bantuanmu," ucap Zack dengan menangkup kedua pipi Nayla.Nayla menatap kedua bola mata Zack, lelaki itu sangat serius dengan ucapannya. Zack berusaha meyakinkan Nayl
Zack melangkah dengan langkah lebar juga sedikit lebih cepat ketika tidak ada seorang pun yang melihatnya. Suasana rumah sakit memang sangat sepi, apalagi tempat Nayla dirawat berada di ruangan khusus pasien VVIP yang hanya dibuka oleh pasien kelas atas.Masih menyamar sebagai Dokter Enzo, Zack mendorong ranjang dorong untuk memasuki ruang perawatan Nayla. Baru kali ini ia memasuki ruangan itu, bunga lily pemberian Victor masih setia menghiasi meja kecil di samping ranjang perawatan Nayla. Dan tubuh Nayla sekarang sudah tertutup dengan selimut sampai atas kepala yang sengaja dilakukan oleh Nayla sendiri.Zack mengangkat tubuh Nayla untuk dipindahkan ke ranjang dorong yang sudah ia persiapkan. Ia mendorong ranjang itu untuk keluar dari ruang perawatan menuju lift khusus pasien yang akan membawa mereka ke lantai dasar.Zack melangkah dengan hati-hati, tentunya suara gesekan roda pada ranjang dorong itu mudah terdengar oleh orang lain, tetapi tidak ada yang b